Dalam beberapa tahun terakhir berbagai brand fashion mewah melakukan rebranding terhadap brand mereka demi memperluas target khalayak menuju konsumen yang lebih muda. Mereka melakukan perubahan yang sama terhadap logonya menjadi lebih sederhana dengan menggunakan tipografi sans-serif yang terlihat mirip satu sama lain. Hal ini menjadi sebuah fenomena yang disebut sebagai blanding. Blanding disebut sebagai salah satu cara bagi brand-brand lama untuk melakukan digitalisasi dan menyesuaikan dengan pasar di era modern. Tulisan ini menganalisis bagaimana brand fashion mewah melakukan rebranding dan blanding serta bagaimana penyesuaian komunikasi pemasaran yang mereka lakukan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas melalui media online maupun offline setelahnya. Dalam pengaplikasiannya, tiga brand fashion mewah yang dibahas telah melakukan rebranding dan blanding serta komunikasi pemasaran melalui media sosial, cellebrity endorsement, kolaborasi dengan perusahaan lain, gamifikasi, serta penempatan editorial untuk menjangkau khalayak tersebut. In recent years, various luxury fashion brands have rebranded their brands in order to broaden their target audience towards younger consumers. They made the same logo changes to be simpler by using sans-serif typefaces that look similar to each other. This has become a phenomenon known as blanding. Blanding become a way for old brands to digitalize and adapt to the market in the modern era. This paper analyzes how luxury fashion brands carry out rebranding and blanding alongside how the adjustments made to their marketing communications are carried out to reach a wider audience through online and offline media afterwards. In its application, the three luxury fashion brands discussed have carried out rebranding and blanding as well as marketing communications through social media, celebrity endorsements, collaboration with other companies, gamification, and editorial placement to reach these audiences. |