Persaudaraan laki-laki di Senegal memiliki posisi yang kuat dalam berbagai aspek sehingga kebebasan perempuan Senegal belum sepenuhnya terlepas dari batas-batas yang dibentuk oleh sistem kasta dan tradisi. Melalui novel Celles qui attendent (2010), salah satu penulis perempuan Senegal, Fatou Diome, menunjukkan upaya perempuan untuk keluar dari stereotip gender dengan menuliskan narasi yang berpusat pada empat tokoh perempuan dan keempatnya hanya menunggu laki-laki yang pergi untuk berimigrasi. Artikel ini bertujuan untuk membahas bagaimana wacana gender dalam novel Celles qui attendent (2010) karya Fatou Diome menunjukkan ambivalensi. Metode yang digunakan adalah analisis struktural dengan teori naratologi Genette, Barthes, dan Greimas, serta didukung oleh konsep ambivalensi gender Glick dan Fiske sebagai konsep kunci. Temuan artikel ini menunjukkan bahwa diskusi tentang ambivalensi wacana gender yang dihadirkan dapat dimaknai sebagai kritik terhadap implementasi gagasan kesetaraan gender yang belum benar-benar memberikan ruang bagi pemberdayaan perempuan, khususnya di Senegal. Ide dasar ideologi patriarki hanya dipahami secara parsial dan posisi sebagai laki-laki dijadikan alasan untuk membenarkan penindasan terhadap perempuan. Brotherhood in Senegal has a strong position in various aspects so that the freedom of Senegalese women has not been completely separated from the boundaries formed by the caste system and tradition. Through the novel Celles qui attendent (2010), one of the female Senegalese writers, Fatou Diome, shows women's efforts to get out of gender stereotypes by writing a narrative centered on four female characters and the four of them are just waiting for men who go to immigrate. This article aims to discuss how gender discourse in the novel Celles qui attendent (2010) by Fatou Diome shows ambivalence. The method used is structural analysis with Genette, Barthes, and Greimas’s theory of narratology, supported by Glick and Fiske’s concept of gender ambivalence as the key concept. The findings of this article show that the discussions about the ambivalence of gender discourse that have been presented can be interpreted as criticism of the implementation of gender equality’s idea which has not really provided space for women's empowerment, especially in Senegal. The basic idea of patriarchal ideology is only partially understood and the position as a man is used as an excuse to justify the oppression of women. |