Sejak awal pendiriannya di tahun 1948, Israel memiliki hubungan yang konfliktual dengan negara-negara Arab. Hal tersebut berkaitan dengan didirikannya negara tersebut pada wilayah bangsa Arab, yakni Palestina. Kondisi tersebut akhirnya memantik munculnya berbagai isu keamanan di antara Israel dan negara-negara Arab. Ketegangan tersebut terus berlanjut hingga Liga Arab menyodorkan proposal Inisiatif Perdamaian Arab (IPA) di tahun 2002. Proposal tersebut memuat prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi Israel sebelum dapat menormalisasikan hubungannya dengan negara Arab. Di tahun 2020, UEA selaku negara yang turut menandatangani IPA secara mengejutkan menormalisasikan hubungan diplomatiknya dengan Israel melalui Abraham Accords (AA), meski Israel belum memenuhi prasyarat yang tertulis dalam IPA. Dari permasalahan di atas, tulisan ini akan mengupas faktor-faktor yang mendorong UEA untuk mengambil kebijakan demikian. Dengan menggunakan analisis Realisme Neoklasik, penelitian ini berargumen bahwa terdapat dorongan struktural yang kemudian diterjemahkan melalui kondisi domestik UEA, sehingga mendorong terjadinya pengambilan keputusan normalisasi dengan Israel. Tekanan struktural menciptakan kebutuhan bagi UEA untuk berkoalisi dengan Israel selaku sekutu AS, untuk mengamankan diri dari ancaman Iran. Sedangkan kondisi domestik akan memperlihatkan kapasitas rezim MBZ dalam merespons stimulus eksternal. Melalui pertimbangan faktor-faktor di atas, keputusan UEA dapat dilihat sebagai upaya bandwagoning untuk mendapatkan keuntungan berupa insentif ekonomi dan militer dari koalisi AS. Since its establishment in 1948, Israel has had conflicting relations with Arab countries. This is related to the formation of the state on the territory of the Arab nation, namely Palestine. This condition finally sparked the emergence of various security issues between Israel and Arab countries. These tensions continued until the Arab League presented the Arab Peace Initiative (API) proposal in 2002. The proposal contained prerequisites that Israel had to meet before it could normalize its relations with Arab states. In 2020, the UAE as a signatory to the IPA surprisingly normalized its diplomatic relations with Israel through the Abraham Accords (AA), even though Israel has not yet met the prerequisites written in the IPA. From the problems above, this paper will explore the factors that encourage the UAE to take such a policy. By using Neoclassical Realism analysis, this research argues that there is a structural impetus which is then translated through the UAE's domestic conditions, thus encouraging normalization decision making with Israel. The structural pressures create the need for the UAE to form a coalition with Israel as an ally of the US, to secure itself from the Iranian threat. Meanwhile, domestic conditions will capture the regime capacity to respond structural stimulus. By considering the above factors, the UAE's decision can be seen as a bandwagoning effort to gain economic and military incentives from the US coalition. |