Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Kalimantan Selatan yang telah diundangkan melalui Perda No. 3 Tahun 1993 dan telah mendapat pengesahan Mendagri melalui Keputusan No. 53 Tahun 1994 menetapkan wilayah Riam Kanan sebagai wilayah prioritas pengembangan. RT/RW tersebut juga memberikan arahan pengembangannya yakni sebagai kawasan lindung yang diharapkan mampu memberikan perlindungan baik sebagai kawasan perlindungan setempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, maupun sebagai kawasan yang melindungi bawahannya sebagai pengatur tata air (fungsi hidrologis). Upaya ril pengembangkan wilayah Riam Kanan sebagai kawasan lindung, terutama kawasan hutan lindung Riam Kanan ternyata mendapat hambatan besar karena dalam hutan lindung tersebut terdapat 12 perkampungan/permukiman penduduk yang termasuk dalam satu kecamatan definitif. Penduduk yang berada dalam kawasan hutan lindung Riam Kanan selain bermukim juga melakukan aktivitas sosial seperti bertani, menggembala dan mendulang. Dengan demikian dalam kawasan hutan lindung Riam Kanan terdapat konflik pemanfaatan lahan. Bertolak dari kenyataan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengembangan wilayah Riam Kanan, sejauh mana tingkat keberhasilannya dan berupaya untuk dapat memecahkan tumpang tindih pemanfaatan lahan antara lindung dan budidaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan wilayah Riam Kanan ditempuh melalui kebijakan mengembalikan fungsi lindung dengan kegiatan utama rehabilitas hutan pada lahan kritis dan lahan kosong (baru). Kebijakan ini terus dipertahankan hingga saat Kemudian melalui revisi RT/RW Kabupaten Banjar tahun 1999, dimunculkan alternatif kebijakan lain yaitu mengendalikan pengolahan tanah, melestarikan hutan yang masih asli dan membuat buffer zone. Namun ketiga kebijakan ini belum diterapkan dilapangan. Kebijakan mengembalikan fungsi lindung yang selama ini ditempuh pemerintah belum menunjukkan kinerja yang optimal. Beberapa indikator dapat dikemukakan bahwa: (1) target penutupan hutan 70 persen tidak tercapai, (2) luas lahan kritis tidak menunjukkan penurunan yang berarti dan (3) tingkat erosi sangat jauh di atas batas toleransi. Dari sudut pandang sosial-ekonorni, pengembangan wilayah Riam Kanan direpresentasikan oleh wilayah Kecamatan Aranio. Beberapa indikator tingkat perkembangan Kecamatan Aranio adalalr (I) PDRB tahun 1993-1997 tumbuhdengan laju rata-rata 5,32 persen/tahun, berada di bawah Kabupaten Banjar yang tumbuh sebesar 8,11 persen/tahun, (2) Pendapatan per kapita untuk tahuri 1993 dan 1997 masing-masing Rp. 1.476.000 dan Rp. 1.821.000 atau tumbuh 5,39 persen / tahun, sementara pada tahun yang saina untuk Kabupaten Banjar adalah Rp. 1.328.000 dan Rp. 1.672.000 atau tumbuh 5,93 persen/tahun, (3) pertumbuhan penduduk tahun 1990-1998 sebesar 0,36 persenltahun dan (4) sarana dan prasarana yang terbangun terutama jalan, bangunan SD, puskesmas, pasar dan listrik masih minim dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Banjar. Adanya tumpang tindih pemanfaatan lahan pada kawasan hutan lindung Riam Kanan disebabkan adanya perbedaan persepsi dan penilaian manfaat antara pemerintah dengan penduduk. Walaupun keduanya memiliki tujuan sama yakni penggunaan lahan secara optimal, pernerintah menilai optimal jika dimanfaatkan sebagai kawasan lindung sementara penduduk menilai optimal jika dimanfaatkan sebagai lahan budidaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini menyebabkan kesenjangan antara kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan tindakan penduduk. Hasil analisis dengan metode AHP ternyata prioritas sasaran bagi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan lahan guna memperoleh pemanfaatan optimal adalah terjaminnya keutuhan hutan Riam Kanan (0,419), tercapainya fiingsi perlindungan bagi kawasan bawahannya (0,359), keamanan dan ketenangan penduduk terpelihara (0,222). Sementara bagi penduduk dalam kaitannya dengan kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan maka prioritas sasarannya adalah menjadikan lahan sebagai lapangan usaha yang berkesinambungan (0,545) dan tempat tinggal yang aman dan nyaman (0,455). Pemecahan masalah tumpang tindih pemanfaatan lahan dengan metode A1-U dan Game Theory menghasilkan keseimbangan yang ketika penduduk menempuh langkah menggarap lahan secara menetap dan intensif sementara pernerintah menanggapinya dengan strategi kebijakan melestarikan hutan yang masih asli. |