Keputusan Menteri Kehakiman RI Nom. M.04.PR.07.03. tahun 1985, tentang Organisasi dan dan Tata Krama Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara menunjuk Rutan sebagai Unit Pelaksana Teknis dibidang Penahan. Fungsi dan tugas pokoknya yang merupakan bagian dan instansi penegak hukum, bertanggung jawab terhadap pelayanan dan perawatan tahanan baik fisik maupun mental dalam rangka mempersiapkan para tahanan untuk menghadapi proses persidangan baik ditingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun pada tingkat Mahkamah Agung. Teknis pelaksanaan tugas dan pengelolaan Rutan berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, walaupun masing-masing dengan Petunjuk Pelaksana Teknisnya, pada kenyataannya sulit menghapus budaya "Penjara". Kemungkinan dan sini terjadi Disfungsi Pembinaan Tahanan di Rumah Tahanan Negara Jakarta Pusat", yang tercermin dan terjadinya bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penelitian tesis ini dilakukan dengan metode studi kasus dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Agar data-data dapat terkumpul sesuai yang diharapkan, penulis menggunakan beberapa cara pengumpuian data, antara lain dengan pengamatan yang panjang, wawancara mendalam, Kepustakaan, dan observasi Iangsung. Rumah Tahanan Negara Jakarta Pusat sebagai lokasi terpilih untuk dijadikan tempat peneilitian oleh karena komposisi penghuni yang sangat bervariasi. Ada tahanan, ada narapidana, ada yang buta huruf, ada juga yang berpendidikan tinggi, ada Residivis,ada pencopet,maling, perampok, penodong, pembunuh, tak tertinggal juga ada orang yang sakit jiwa (tidak waras). Beberapa hal yang merupakan temuan dalam penelitian tesis ini antara lain, kasus kriminal lain sepertinya kurang menarik dibandingkan dengan kasus-kasus Narkoba yang sedang marak akhir-akhir ini. Selaln itu terlihat ketidaksiapan SDM untuk mengimbangi situasi canggih yang begitu cepat mengalami perubahan diluar tembok, sedangkan para petugas setiap hari selalu dengan situasi monoton prakitis tanpa perubahan. Arogansi tembok penjara yang tebal membuat orang bertanya-tanya, benarkah keunikan itu ada didalamnya, dan bagaimana kemungkinan orang bisa menembus untuk melihat keunikan yang ada didalam sana. Disfungsi Pembinaan Tahanan seakan-akan tidak pernah terjadi. Mereka yang terlibat, mereka yang mengalami, mereka yang melihat, seakan sama memaklumi keadaan, karena ketidakberdayaan. Jawaban pertanyaan penelitian menunjukkan bahwa pada kenyataannya Rutan jakarta Pusat belum mampu mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pembinaan tahanan, dan kenyataan yang lebih menyulitkan adalah maraknya masalah Narkoba yang terjadi di dalam tembok penjara. Dasar teori yang menjadi penunjang tesis ini adalah basil karya dari Edwin H. Sutherland and Donald R.Cressey yang dituangkan dalam artikel yang berjudul "Detention Before Tryal". Aturan penunjang yang lain adalah Buku Pedoman mengenai Standar Intemasional yang berhubungan dengan Penahanan Pra-sidang yang dikeluarkan oleh Pusat Hak Asasi Manusia Cabang Pencegahan Kejahatan dan Hukum Pidana. Teori penunjang yang lain adalah teori Goffman yang diambil dari buku Teori Sosiologi Tentang Pribadi dalam Masyarakat ( Soerjono Soekanto, SH.MA,), karya Gressham M. Sykes dalam Crime and Justice" oleh Sirleon Radzinowicz and Marvine Wolfgang, yang keduanya sama-sama membahas bagaimana penderitaan dan tertekannya orang dalam tembok penjara atau orang yang terkungkung dengan satu aturan yang diseragamkan. |