Penelitian ini beranjak dari menjamurnya keberadaaan Badan Usaha Jasa Pengamanan dan Penyelamatan (BUJPP) semenjak dikeluarkannya Surat Keputusan KAPOLR1 No. Poi: Skep111381X1 1999 pada tanggal 5 Oktober 1999. Surat Keputusan ini beranjak dari kondisi riil keterbatasan POLRI dalam menyelenggarakan tugas utamanya sebagai pelindung dan pelayan Masyarakat. Oleh karenanya, kehadiran BUJPP ini diharapkan mampu mendukung penyelenggaraan fungsi kepoiisian yang semakin kompleks sejalan dengan perkembangan masyarakat.Maraknya Perusahaan Jasa Pengamanan yang dulu sempat dilarang ini, membawa konsekuensi logis pada sebuah pertanyaan tentang profesionalisme dalam pelaksanaan tugasnya. Dikuatirkan, keberadaan BUJPP ini, bukannya membantu penyelenggaraan tugas POLRI dengan harapan tingkat profesionalisme yang tinggi, malah menghasilkan problem baru karena tidak profesional.Karena tertarik dengan kondisi tersebut, penulis mencoba melakukan studi pada penyelenggaraan pengamanan oleh BUJPP. Untuk itu penulis mengambil studi kasus Pengamanan Gedung Menara Imperium oleh PT Nawakara Perkasa Nusantara melalui Security System (55-911), Sebagai salah satu perusahaan jasa pengamanan, PT. Nawakara Perkasa Nusantara, juga diharapkan mampu menjalankan penyelenggaraan pengamanan wilayah sehingga membantu fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.Permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Satpam SS-911 mewujudkan pola-pola keteraturan dalam penyelenggaraan sistem pengamanan gedung Menara Imperium dengan memperhatikan standar-standar pengamanan gedung bertingkat yang ada dan berlaku sehingga mendukung penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).Penulis akan mengamati kasus ini dengan memakai hipotesis kerja sebagai berikut: Pola-pola keteraturan yang diwujudkan oleh Satpam 911 akan mendukung penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) manakala interaksi-interaksi sosial antara Satpam 911 dengan komponen-komponen pengamanan di wilayah pengamanan swakarsa Menara Imperium berlangsung secara akomodatif sehingga berhasil mewujudkan keamanan di Gedung Menara imperium. Namun sebaliknya jika pola-pola keteraturan yang diwujudkan oleh Satpam 911 malah memberatkan penyelenggaraan fungsi tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) manakala interaksi-interaksi sosial antara Satpam 911 dengan komponen-komponen pengamanan di wilayah pamswakarsa Menara Imperium tidak berlangsung secara akomodatif sehingga gagal mewujudkan keamanan di Gedung Menara Imperium.Sebagai alat analisis masalah, penulis memakai kerangka berfikir yang mengkombinasikan perspektif administrasi dan antropologi. Perspektif administrasi membantu penulis untuk dapat memahami prosedur kerja, hubungan antar institusi serta mekanisme-mekanisme relasi organisasi. Sedangkan perspektif antropologi melalui metode etnografi sangat membantu memahami masalah ini Iebih mendalam dalam jenjang hubungan antar personal dan melihat proses yang terjadi dalam kerangka menciptakan keteraturan sosial agar mampu menunjang proses penyelenggaraan pengamanan gedung.Penelitian ini, secara substansif, merupakan penelitian kualitatif. Namun demikian, ada beberapa data untuk mengetahui sikap dan pendapat 3 unsur utama pengamanan gedung: satpam, karyawan atau tamu/pengunjung, serta tenant yang diliput dengan kuesioner. Analisis kuantitatif ini hanyalah menjadi penunjang penelitian kualitatif. Untuk menghimpun data mengenai perilaku manajemen dan tindakan personil yang terlibat digunakan metode observasi dan wawancara tidak berstruktur.Temuan utama penelitian yang terkait dengan permasalahan penelitian adalah ditemukannya fakta bahwa usaha Satuan Pengamanan S5-911 untuk menciptakan pola-pola keteraturan demi menunjang fungsi Polri belum berjalan baik. Masih banyak kendala di lapangan yang menghambat proses tersebut karena interaksi antara komponen-komponen yang terkait untuk menciptakan kondisi keamanan belum berjalan akomodatif. Hal itu dibuktikan dengan masih adanya tindak kejahatan yang terjadi di wilayah pamswakarsa Gedung Menara Imperium.Banyak faktor yang menghambat terciptanya pola-pola keteraturan yang ideal. Sebagai subkontraktor yang bekerja sesuai kontrak, relasi yang dibangun antara PT Nawakara dengan Manajemen PPMI belum berjalan baik. Proses penciptaan pola keteraturan juga terhambat oleh lemahnya perhatian pihak PPMI dalam masalah pengamanan yang berdampak pada minimnya sarana dan prasarana penunjang pengamanan gedung, khususnya masalah dana pengamanan dan peralatan pengamanan.Imbas dari kondisi struktural manajerial tersebut adalah lemahnya dukungan terhadap personil S5-911 yang bertugas mengimplementasikan visi dan misi perusahaan berdasarkan kontrak kerja.Hal lain yang juga mengganggu adalah kenyataan keterbatasan kemampuan (skill) personal yang dimiliki oleh para personil SS-911, Kondisi wilayah pam swakarsa yang sangat modern, teratur dan ekslusif ini, gagal diakomodasi oleh Satpam SS-911 yang rata-rata berpendidikan rendah. Akibatnya, mereka melaksanakan proses pengamanan dengan lebih menonjolkan aspek fisik (security) saja, sampai terkesan melupakan aspek human relation, aspek Safety (kenyamanan) yang sangat dituntut dalam wilayah pengamanan swakarsa yang demikian modern. Banyak satpam masih terkungkung dalam perspektif pengamanan fisik, seperti yang dilakukan di pabrik-pabrik, hingga terasa janggal untuk diterapkan di Gedung Menara Imperium. Akibatnya, mereka yang dulunya sangat dihormati di wilayah pam swakarsa pabrik, mengalami gejala anomi karena kemerosotan wibawa (post-power syndroms). Mereka juga seringkali kurang berhasil untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan komponen lain yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pengamanan.Implikasi dari temuan ini adalah perlunya pembenahan manajemen dan skill individu yang Iebih baik dari sudut pandang BUJPP. Mereka harus mau mengutamakan profesionalisme ketimbang prestige. Kesadaran untuk bekerja sesuai dengan sarana dan prasarana yang menunjang harus dikedepankan ketimbang mengambil sebuah tawaran yang hanya memberatkan posisi mereka karena lemahnya daya dukung dari mitra kerjasama. Pihak Polri pun sebaiknya tidak sekedar memberikan izin penciptaan BUJPP. Mereka harus terlibat aktif untuk membantu mengembangkan kemampuan BUJPP melalui pelatihan yang berjenjang dan komprehensif. |