Kebijakan dividen suatu perusahaan publik dapat mempengaruhi harga saham masih merupakan suatu perdebatan bagi para ahli keuangan. Teori-teori yang mereka kemukakan bermuara kearah dua kutub yang berbeda. Pertama, adalah teori yang dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani pada tahun 1961 (teori MM) yang dikenal sebagai irrelevant dividend theory. MM mengatakan bahwa kebijakan dividen suatu perusahaan tidak berpengaruh pada harga saham (nilai perusahaan). Teori yang kedua adalah bird-in-the hand theory yang dikemukakan oleh Gordon (1963) dan Lintner (1962), yang menyatakan bahwa harga saham suatu perusahaan tergantung pada dividend payout ratio-nya.Sejalan dengan teori kedua, Litzenberger dan Ramaswamy (1980) mengemukakan tax preference theory, yang menyatakan bahwa perilaku investor dan pemegang saham di pengaruhi oleh prefensinya terhadap pajak yang harus dibayarkan dari return saham yang dimilikinya.Penelitian ini ingin menjawab dua permasalahan pokok penelitian sebagai berikut: pertama, apakah ada hubungan antara kebijakan dividen dan harga saham secara empiris di Indonesia ? Kedua, teori kebijakan dividen yang mana yang dapat menjelaskan hubungan antara kebijakan dividen dan harga saham serta teori yang mana yang sesuai di Indonesia ?Untuk menjawab permasalahan penelitian diatas, kemudian dilakukan pendekatan dengan menggunakan suatu model yakni Capital fissests Pricing Model (CAPM). Model ini telah digunakan oleh Litzenberger dan Ramaswamy (1979 & 1982) yang dirumuskan sebagai berikut:Rit = Rf + Pi (Rm -- Rf) + yi (Di - Dm)Kemudian dengan menggunakan regresi. berganda, data Rik, Rf, Rm, Di dan Dm dianalisis. Dari analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai ?Pi dan yi. Bila nilai Ti sama dengan nol, maka (Di - Dm) tidak berpengaruh terhadap Rit. Artinya, hasil tersebut sesuai dengan irrelevant dividend theory dari MM.Bila yi tidak sama dengan nol, maka (Di -- Dm) mempunyai pengaruh terhadap Rit. Artinya, hasil ini sesuai dengan bird-in-the hand theory dari Gordon & Limner dan dengan tax preference theory dari Litzenberger & Ramaswamy.Populasi penelitian ini adalah semua peusahaan yang sudah tercatat di Bursa Efek Jakarta pada Desember 2000, sejumlah 293 perusahaan. Sampel dilakukan dengan menggunakan teknik stratifikasi (stratified sampling) yang memenuhi kriteria antara lain: perusahaan tersebut harus terdaftar sebelum Januari 2000, tidak terkena criteria delisting, laporan keuangan telah disebabkan sebelum 30 April 2000, tidak mendapatkan opini disclaimer dari akuntan publik dan memberikan divider tunai sejak tahun 1996. Dan penerapan kriteria ini didapatkan 100 perusahaan.Periode pengamatan penelitian ini dimulai dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2000 dengan satuan waktu pengamatan tahunan atau sebanyak 5 tahun pengamatan. Satuan tahun digunakan karena pembagian dividen pada umumnya di Indonesia dilakukan per tahun.Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 10 dan hasilnya menunjukkan bahwa ternyata tidak ada pengaruh kebijakan dividen terhadap harga saham di Pasar Modal Indonesia. Hal ini lebih mendekati kepada teori MM atau yang dikenal sebagai irrelevant divident theory. Artinya Ho diterima dan H1 ditolak.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga saham atau nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividennya, ini kemungkiran disebabkan oleh kondisi perekonomian Indonesia yang tidak normal sehingga dividend yield dan capital gains tidak signifikan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Sejak krisis ekonomi terjadi, IHSG cenderung melemah sehingga para investor tidak lagi menjadikan dividen sebagai salah satu tujuan untuk membeli saham. Dengan tingginya risiko ekonomi yang dihadapi oleh pars investor, maka ketiga teori yang ada mengenai pengaruh kebijakan dividen ini tidak dapat berjalan di Indonesia.Kondisi makro ekonomi Indonesia dimana suku bunga yang relatif tinggi sehingga Indeks Harga Saham Gabungan menjadi rendah, menyebabkan premi risiko (Rm - Rf) cenderung lebih signifikan dari pada dividend yield (Di - Dm). Oleh karena itu, bag.i para investor dalarn mengambil keputusan investasi saham di BEJ, sebaiknya lebih mempertimbangkan pengaruh premi risiko dari pada kebijakan dividen. |