Studi ini memfokuskan diri pada majalah khusus pria. Di masa ekonomi kapitalistik seperti saat ini, sensualitas makin menjadi komoditi dalam media. Media tampaknya menyadari bahwa masalah yang berkaitan dengan hal-hal yang sensual akan selalu up to date dan terus dikonsumsi oleh konsumen, walaupun dalam skala yang bervariasi.Tampaknya pula, sensualitas menjadi bumbu yang paling sering dipakai oleh kaum kapitalis untuk mendorong konsumen mengkonsumsi produk yang disodorkan. Hal ini pada gilirannya memunculkan pemikiran bahwa sebenarnya para kapitalis telah dengan mudah menjadikan sensualitas sebagai kuda troya di dalam `menyelundupkan' atau bahkan secara terang-terangan menggelar produknya. Ini pula yang diasumsikan terjadi pada majalah POPULAR.Majalah POPULAR merupakan majalah khusus pria yang memfokuskan diri pada pria-pria yang menyenangi kehidupan malam dan gemar mencari sesuatu yang baru dalam rite life entertainment. POPULAR bersikukuh bahwa ia hanyalah sebuah majalah yang berperan sebagai jendela bagi pria-pria tersebut, yang memperlihatkan bahwa ada perempuan cantik dengan ukuran tubuh seperti ini, ada pelayanan seperti ini di daerah A, ada fenomena atau trend terbaru mengenai hiburan di cafe di daerah C, dan lain sebagainya. Hal yang juga tampak jelas pada POPULAR adalah bahwa di setiap isu hampir dapat dipastikan akan bersinggungan dengan apa yang dinamakan sensualitas, terutama sensualitas pada wanita.Penelitian ini ingin menjawab beberapa pertanyaan. Pertama, nilai sensualitas macam apa yang ditawarkan oleh majalah Popular ? Kedua, bagaimana majalah Popular memasukkan unsur sensualitas sebagai pendukung gaya hidup konsumtif dan hedonisme ? Ketiga, landasan ideologis apa yang melatarbelakangi majalah Popular dalam memproduksi gagasan tentang sensualitas tersebut. Penemuan mengenai kandungan nilai-nilai konsumerisme serta konteks ideologis yang menyertainya dilakukan melalui wacana kritis Pairclough. Untuk analisis teks digunakan analisis framing dengan konsep yang dikemukakan oleh Gamson dan Modigliani.Penelitian dilakukan terhadap 10 nomor majalah POPULAR dari edisi tahun 1998 hingga tahun 2003 dengan pengampilan sampel secara random. Pemilihan tahun 1998 sebagai tahun dimulainya edisi untuk majalah yang dijadikan sampel disebabkan karena pertimbangan bahwa pada tahun tersebut media massa mendapatkan sedikit kelonggaran di dalam menampilkan isi yang sebelumnya dinilai panas (dalam hal ini yang berkaitan dengan sensualitas).Dari analisis teks nampak bahwa POPULAR membawa gagasan hedonisme, dimana di dalam hidup dengan kehedonisan tersebut sebangun dengan konsumtivisme. Majalah ini membangun bingkai-bingkai yang secara keseluruhan menggambarkan karakteristik budaya hedonisme dan konsumtivisme seperti keistimewaan, kesempurnaan fisik, belanja, hiburan dan kenikmatan yang semuanya berkonteks duniawi.POPULAR merupakan majalah khusus pria yang hingga kini tetap eksis dan konsisten dengan konsepnya, yaitu swimsuit. Tidak seperti majalah lain (contohnya MATRA) yang seolah rancu dengan konsep majalah prianya, POPULAR dengan teguh memegang konsep majalah hiburan untuk pria dengan selalu menampilkan model yang mengenakan pakaian renang. POPULAR menyajikan beritanya dengan gaya bahasa sehari-hari yang ringan. Dan segi teks yang menonjol dari POPULAR adalah penggunaan bahasa yang tidak baku dan penggunaan bahasa asing dalam jumlah yang relatif tinggi. Bahasa asing ini seolah menjadi bagian dari bahasa pergaulan yang digunakan oleh pembacanya. Berita yang diangkat oleh majalah ini pun relatif berita yang `menghibur' dan informatif. Menghibur karena disampaikan dengan bahasa yang ringan (dari masalah olahraga, musik, film, sampai seks) dan informatif karena khusus untuk liputan mengenal hiburan yang berkaitan dengan seks, majalah ini melakukan investigasi ke lapangan. Sedangkan yang menonjol dari pemuatan gambar (terutama foto) oleh POPULAR adalah pengeksposan kulit dan siluet tubuh.Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa POPULAR mengatasnamakan keterbukaan atau open minded atas globalisasi sebagai rasionalisasi dari tindakannya dan mengkondisikan pembacanya sebagai orang-rang yang open minded atas segala perubahan jaman.Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa POPULAR cenderung menjadi agen kapitalis, agen liberalisme sensualitas, sekaligus agen hedonisme ketimbang menjadi pemberi informasi atau jendela semata bagi pembacanya. Disinilah kebutuhan untuk bersikap bijak sekaligus kritis menjadi penting. Dibutuhkan sikap bijaksana dan kritis untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi agar tidak terjebak pada kebutuhan yang diciptakan oleh kapitalis, dimana mereka meraup keuntungan dari hedonisme dan konsumtivisme yang diinternalisasikan melalui hal yang melenakan, salah satunya sensualitas. |