:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Analisis kebijakan program pembangunan prasarana kota terpadu (P3KT) kota Liwa Kabupaten Lampung Barat danarah kebijakan pembangunan Kota Liwa pada era otonomi daerah : studi kasus P3KT komponen air bersih

Selamat Irianto; Hariri Hady, supervisor (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002)

 Abstrak

Tingginya pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia dimana sampai tahun 2000 jumlah penduduk perkotaan mencapai 76 juta jiwa atau 36% dari total penduduk Indonesia, memberikan konsekuensi meningkatnya permintaan sarana dan prasarana kota. Dalam rangka memenuhi kebutuhan prasarana kota tersebut, pemerintah Indonesia memperkenalkan konsep pembangunan perkotaan yang disebut Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT) dimana penekanannya pada keterpaduan antar sektor dan terdesentralisasi. Ada 8 komponen prasarana dasar ke-Puan yang tercakup dalam P3KT yaitu: Air Bersih, Persampahan, Drainase, Air Limbah, Jalan Kota, Pengendalian Banjir, KIPIMIIP, dan Penataan Bangunan.
Kota Liwa di Kabupaten Lampung Barat adalah salah satu kota di Propinsi Lampung yang mendapat program P3KT melalui Sumatera UDSP (Urban Development Sector Project) Loan No.1383 INO. Pelaksanaan P3KT Kota Liwa dimulai tahun 1996. hingga tahun 2000 mencakup 4 komponen prasarana dasar yaitu: Air Bersih. Persampahan, Drainase, dan KIP (Kampung Improvement Project). Namun untuk mempersempit ruang lingkup penelitian, maka studi kasus yang diteliti adalah komponen air bersih. Pertimbangan pemilihan kasus pada komponen air bersih ini selain karena alokasi dananya terbesar (yaitu lebih dari 50%) dari total alokasi dana P3KT Kota Liwa. juga proyek air bersih melibatkan banyak "stake holder" seperti PDAM Kota Liwa sebagai pengelola proyek pasca konstruksi, masyarakat sebagai pengguna air bersih, serta beberapa instansi dalam kaitannya dengan penerusan pinjaman SLA (Subsidary Loan Agreement) PDAM seperti DPRD Lampung barat, Bupati Lampung Barat, dan ditingkat pusat persetujuan dari Depdagri bersama Dep.Keuangan.
Pada tahap perencanaan program, komponen air bersih P3KT Kota Liwa dituangkan dalam 2 SPAR (Sub Project Appraisal Report) yaitu SPAR 1 yang disusun tahun 1996 dengan jumlah alokasi dana untuk komponen air bersih sebesar Rp.2,563.5 juta dan SPAR (Revisi) yang disusun tahun 1999 dengan jumlah usulan tambahan dana sebesar Rp.5,563.5 juta. Dengan demikian rencana biaya untuk komponen air bersih adalah Rp.8,111.8 juta. Berdasarkan rencana program yang terdapat pada SPAR, implementasi proyek air bersih Kota Liwa dimulai tahun 1996 dan diproyeksikan akan selesai pada tahun 2000. Sehubungan sampai batas waktu tahun 2000 masih ada program yang belum dapat diselesaikan, maka agar proyek air bersih ini dapat mencapai sasaran, penyelesaiannya akan dilaksanakan tahun 2002.
Bertolak dari pelaksanaan kebijakan P3KT Kota Liwa tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk membuat evaluasi apakah terdapat deviasi antara tahap rencana dan pelaksanaan P3KT Kota Liwa khususnya dalam kasus komponen air bersih. Analisa dilakukan dengan melihat dari beberapa sudut pandang atau aspek yaitu: aspek teknis, aspek kelembagaan, aspek finansial, dan aspek ekonomi.
Hasil analisa dari beberapa aspek tersebut didapatkan kesimpulan antara lain:
- Ditinjau dari aspek teknis, secara umum untuk kegiatan fisik (konstruksi) dapat dilaksanakan sesuai rencana, namun dilihat dari konsistensi program dan pendanaan terhadap SPAR serta konsistensi waktu (periode) pelaksanaan masih tedapat deviasi.
- Ditinjau dari aspek kelembagaan, secara umum cukup konsisten antara rencana dan implementasi.
- Ditinjau dari aspek finansial, dalam hal ini yang dilihat adalah sejauh mana kinerja PDAM Kota Liwa sebagai pengelola proyek air bersih pasca konstruksi. Beberapa rasio yang dipakai sebagai tolok ukur adalah :
Pertama: rasio efisiensi, rasio ini dari tahun ke tahun makin membaik, yang ditunjukkan makin kecilnya rasio.
Kedua: rasio pendapatan, rasio ini juga dari tahun ke tahun makin baik yang ditunjukkan dengan makin meningkatnya prosentase pendapatan terhadap equity dan asset perusahaan.
Ketiga: rasio kewajaran pinjaman atau DCR (Debt Coverage Ratio), secara rata-rata angka DCR adalah 10,2 yang berarti masih diatas angka DCR minimum yang ditetapkan Depdagri yaitu 1,3.
Ditinjau dari aspek ekonomi, hasil analisisnya menunjukkan jumlah biaya yang telah didiskon lebih besar dari jumiah manfaat yang didiskon. Hal ini mengindikasikan secara ekonomi proyek ini kurang layak, dan indikator yang lebih jelas ditunjukkan dengan nilai NPV (Net Present Value) yang negatif serta nilai CBR (Cost Benefit Ratio) yang masih di bawah angka satu.
Selanjutnya pada era otonomi daerah ini, untuk membiayai pembangunan prasarana kota diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing. Oleh sebab itu guna mencari solusi model atau pola yang lebih tepat untuk pembangunan Kota Liwa pada era otonomi daerah ini, dibuat hirarki level 3 yaitu: Goal, kriteria, dan alternatif pilihan model pendekatan pembangunan. Dari beberapa alternatif model yang ditawarkan, dengan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) dicari model yang paling cocok dengan kondisi daerah. Alternatif yang akan dipilih untuk model pendekatan pembangunan kota ini adalah: Model P3KT, yang menitik beratkan pada keterpaduan pembuatan program rencana; Model Pembangunan Sektoral, yang menitik beratkan pada pemberdayaan masing-masing dinas/instansi daerah; dan Model Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) yang menitik beratkan pada pemberdayaan masyarakat.
Hasil analisa dengan AHP prioritas global dari hirarki didapatkan pendekatan pembangunan dengan `Model P3KT' yang mengutamakan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan masih menjadi pilihan utama, sedangkan pilihan kedua adalah `Model Pembangunan Berkelanjutan' yang dapat menjadi alternatif lain yang disukai. Dari hasil analisa ini dapat direkomendasikan untuk jangka panjang gabungan dari kedua model tersebut yaitu keterpaduan program dengan melibatkan masyarakat baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan dan pemeiiharaan, perlu dipertimbangkan untuk menjadi pola pendekatan pembangunan yang paling cocok, karena melibatkan masyarakat dalam pembangunan kota sudah diamanatkan dalam UU No. 22 tahun 1999.
Hasil analisa sensitivitas perubahan bobot kriteria terhadap alternatif pilihan (level 3) dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Perubahan bobot prioritas untuk kriteria `Alasan Keterpaduan Program' dan kriteria `Meningkatkan PAD' secara umum tidak berpengaruh terhadap urutan alternatif pilihan.
- Perubahan bobot prioritas untuk kriteria Pemberdayaan Masyarakat' dan kriteria `Pemberdayaan Dinas/instansi' akan berpengaruh terhadap urutan alternatif pilihan.

 Metadata

No. Panggil : T3050
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T3050 15-19-574010045 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 71471