Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) merupakan suatu varian asuransi kesehatan yang dimodifikasi dari konsep Health Maintainance Organization (HMO). Konsep ini menjadi bentuk penyelenggaraan pembiayaan kesehatan di Indonesia dan telah diamanatkan dalam Undang-Undang No. 23/1992 pasal 66. Kehadirannya selama 8 tahun baru diperkirakan mampu mencakup satu juta orang dari 173 juta orang yang tidak terlindungi oleh jaminan (asuransi) kesehatan lainnya.Berbagai kebijakan untuk memperluas cakupan belum juga mampu meningkatkan jumlah kepesertaan tersebut. Untuk mengetahui sejauh mana peranan kebijakan JPKM dapat dilaksanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini dilakukan. Adapun fokus utama studi ini adalah bagaimana perhatian kebijakan sekarang dan yang akan datang mencerminkan elemen pemerataan (equity), mutu (quality), efisiensi (efficiency), dan kesinambungan (sustainnabilty) untuk mencapai cakupan universal.Untuk melaksanakan studi ini telah dilakukan penelitian kualitatif sejak akhir September 1999 sampai akhir Desember 1999. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam, telaah kebijakan, dan telaah literatur. Wawancara mendalam dilakukan pada informan yang mewakili regulator (Departemen Kesehatan), pakar akademik Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia, wakil badan penyelenggara, wakil dari pemberi pelayanan kesehatan, dan wakil dari lembaga peserta. Demikian juga telaah kebijakan (Permenkes 57111993 dan 527/1993 serta Draft RUU PKM), telaah literatur luar negeri (negara Eropa, Amerika, dan Asia), dan telaah literatur dalam negeri yang menerapkan model managed care terhadap aplikasi elemen-elemen tersebut. Setelah diperoleh berbagai alternatif yang termuat dalam setiap elemen equity, quality, efficiency, dan sustainability dengan melihat strength, weakness, opportunity, dan threats dari setiap alternatif itu, akhirnya diajukan usulan pokok kebijakan JPKM yang ideal.Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa JPKM yang sedang berlaku bertitik tolak pada sistem mekanisme pasar yang tidak banyak berbeda dengan asuransi kesehatan komersial. Sementara JPKM yang akan datang (RUU JPKM) mulai mengarah ke asuransi sosial karena kepesertaannya bersifat wajib. Refleksi equity dalam paket tidak jelas dan dalam premi bersifat libertarian. Demikian juga refleksi equity dalam akses belum diperhatikan. Sedangkan elemen quality terlihat belum lengkapnya definisi yang dianut, tidak ada instrumen, belum jelas pengontrol, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan mutu. Elemen efisiensi terlihat dengan menempatkan PPK dalam kondisi yang menanggung resiko melalui pembayaran kepada PPK harus dengan praupaya dan kapitasi. Aspek sustainability dari program makin tidak terjamin karena belum jelas model premi dan Bapel yang pluralistik. Selain sifat kepesertaan, maka konsep-konsep lain tidak berbeda dengan Permenkes yang ada sehingga terkesan hanya meningkatkan status hukum dari Permenkes ke Undang-Undang.Berdasarkan hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan JPKM yang sedang berlaku dan yang akan dilansir tidak mampu mencapai univesal coverage karena konsep-konsep equity, quality, efficiency, dan sustainability tidak dapat diakomodir dengan baik dalam kebijakan-kebijakan tersebut.Untuk dapat mencapai universal coverage maka cukup penting untuk dikaji ulang RUU JPKM secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak lain yang terkait dengan jaminan pemeliharaan kesehatan atau asuransi kesehatan. Disamping itu disarankan untuk membentuk tim khusus dan ahli dalam konsep-konsep asuransi kesehatan yang bebas dari kepentingan sektoral atau kelompok tertentu. Policy Analysis of the Public Health Maintenance of Assurance 1999Public Health Maintenance of Assurance (JPKM) is a variance of health insurance scheme modified from managed care concept. This concept is adopted as a model for health care financing and delivery in Indonesia as stated in Health Act of 23/1992 article 66. Along it 8 years of existence the scheme cover no more than 1 million people of 173 millions uninsured.Many policies aimed at expanding coverage have been unable to increase membership. To understand how far the policy can achieve its stated goals, this study was performed. The main focus of this study is how the existing and coming policies reflect equity, quality, efficiency, and sustainability objectives.This study has been conducted September 1999 to December 1999. This study was a qualitative study in which depth interview, policies review, and literature review have been performed. In depth interview is conducted to informants who are representative of regulator (Health Department), academic experts in Public Health Faculty University of Indonesia, representative of PT. Askes and PT. Jamsostek, representative of providers, and representative of consumers. Literature review on Europe, USA and Asia as well as in country experience was also performed. All information gathered is analyzed using strength, weakness, opportunity, and threats analysis. Then, some recommendations are prescribe.Result of this analysis to shows that a current JPKM policy is a market mechanism similar to these of commercial health insurance. While the new draft of JPKM is based on social insurance concept representing by compulsory membership. The equity concept is unclear and the premium is set based on libertarian concept. The quality element shows incomplete, lack of quality measures, and no indication of quality emphasize. The efficiency will be achieved by contracting providers on capitation payment system. Aspect of sustainability is unclear because the mechanism of collecting premium is unclear too and the pluralistic model of sickness funds. Only membership is different from the existing JPKM, the other concepts are not different from Permenkes, this creates impression the policy aims at increasing the status from Permenkes to Act.It can be summarized that JPKM policies can not achieve universal coverage because equity, quality, efficiency, and sustainability concept are not accommodated.To achieve universal coverage it needs a comprehensive review involving other sectors and health insurance experts. |