PTUN mulai beroperasi sejak Januari tahun 1991, menyelenggarakan persidangan melayani masyarakat pencari keadilan di dalam bidang Tata Usaha Negara. Tugas utamanya adalah melakukan kontrol dari segi hukum (yuridis) terhadap Pemerintah (penguasa), dalam pelayanannya terhadap masyarakat. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh PTUN adalah kewenangan untuk menghentikan berlakunya atau beroperasinya keputusan Tata Usaha Negara yang sedang disengketakan, yang disebut Putusan Penundaan. Ketentuan ini memberikan kekuasaan yang besar sekali kepada hakim. Hakim bebas menentukan syarat-syarat, dalam hal-hal yang bagaimana Keputusan Tata usaha Negara itu akan ditunda atau dipertahankan. Kebabasan hakim itu bisa berdampak negatif, oleh karena itu perlu rincian lebih lanjut akan arti dari Kepentingan Pribadi Yang Mendesak dan Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan, yang menjadi dasar pengambilan keputusan penundaan itu. Perluasan akan arti dari kedua kepentingan itu telah dihimpun dalam penelitian ini, baik dari segi Tata Bahasa, maupun dari segi hukum. Dari segi Hukum perlu dihimpun padanannya di dalam Perundang-undangan yang lain-lainnya, yang relevan, seperti: "Hukum Pembangunan; Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR); Hukum Lingkungan Hidup; dan sebagainya". Dalam penelitian ini telah disimpulkan bahwa : "Perbuatan-perbuatan Pemerintah Dalam Bidang-bidang Hukum Pembangunan; Hukum Rencana Umum Tata Ruang (RUTR); Hukum Lingkungan; dan Pelaksanaan Proyek-proyek Pemerintah yang sudah direncanakan secara matang", adalah merupakan bagian dari Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan yang perlu dipertimbangkan. Pelaksanaan Proyek-proyek Pemerintah dimasukan ke dalam pengertian Kepentingan Umum Dalam Rangka Pembangunan oleh karena perencanaannya sudah matang, dimulai sejak dari Departemen yang bersangkutan, hingga BAPPENAS. Pelaksanaannya pun sudah terikat dengan rencana-rencana anggaran pada RAPBN dan RAPED, sehingga apabila ditunda proyek tersebut akan terancam gagal total (anggaran hangus). Kegagalan proyek Pemerintah akan sangat merugikan semua pihak oleh karena proyek-proyek tersebut ditujukan untuk kepentingan masyaraka luas. Prinsip-prinsip yang ditemukan dalam bidang-bidang hukum tersebut diatas dapat dipedomani pada bidang-bidang hukum lain-lainnya yang belum sempat dibahas dalam penelitian ini. Akan tetapi, penolakan terhadap suatu permohonan penundaan atas dasar hal-hal yang disebutkan diatas, jangan sampai mengakibatkan Kepentingan Pribadi Yang Mendesak dari penggugat menjadi terlontar. Harus dilakukan secara manusiawi dan dipertimbangkan sedemikian rupa, hingga ada jaminan-jaminan bagi penggugat, bahwa apabila ternyata dikemudian hari Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tidak benar, Penggugat tidak terlalu dirugikan. Putusan Penundaan sangat penting artinya bagi PTUN. Masyarakat akan enggan menggunakan PTUN itu untuk memperjuangkan hak-hak yuridisnya apabila kewenangan penundaan itu tidak dimiliki oleh PTUN. Dalam Praktek Pelaksanaan Putusan Penundaan itu tidak berjalan dengan mudah. Banyak hambatan-hambatan yang dialami, terutama dari segi keputusan hakim itu sendiri dan dari segi keengganan pihak pemerintah untuk mematuhinya. Putusan Penundaan yang sudah jauh memasuki areal kegiatan-kegiatan physik (factual), cenderung untuk tidak dipatuhi. Pihak developper lebih baik memilih resiko berperkara perdata (ganti rugi) di pengadilan negeri nanti, dari pada menderita kerugian karena menghentikan proyek pembangunannya. Sifat arogansi dari pihak pemerintah, selalu berusaha untuk menghindari atau mengabaikan Putusan Penundaan. Tidak ada ketentuan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang pelaksanaan Putusan Penundaan itu. Untuk itu, PTUN mengambil ketentuan-ketentuan tentang eksekusi di dalam Undang-undang No. 5 tahun 1986 sebagai pedoman. |