Sampah merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh kota-kota metropolitan, besar, sedang, dan bahkan menjadi permasalahan nasional, sehingga pengelolaannya harus diberikan prioritas utama. Pencemaran paling utama di Indonesia adalah pencemaran oleh limbah domestik terutama yang berasal dari rumah tangga, oleh karena luasnya daerah pencemaran dan besarnya jumlah korban. Ditambah lagi pada beberapa dekade belakangan ini adanya kecenderungan pemakaian karakter barang konsumsi yang tidak akrab lingkungan, seperti plastik, styrofoam dan lain-lain. Berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Jakarta dapat mencapai 29.567 m3/hari atau kurang/lebih 2,92 liter/orang/hari, sedangkan yang sampai saat ini hanya mampu diatasi oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta baru sekitar 76,12% atau 22.507 m3/hari. Dari sisanya pun hanya sebagian kecil saja yang ditanggulangi oleh Dinas PU DKI Jakarta, Dinas Pertamanan DKI Jakarta dan PD Pasar Jaya serta lebih sedikit lagi yang dicoba dimanfaatkan oleh masyarakat dengan cara daur ulang. Penanganan sampah di wilayah DKI Jakarta sebenarnya telah diupayakan dari waktu ke waktu untuk mengurangi dampak negatifnya, mulai dari tahap pengumpulan, pengangkutan, pengolahan sampai dengan pembuangan akhir. Namun adanya keterbatasan sumber daya yang ada mengakibatkan hasil yang dicapai belum optimal. Dilain pihak, permasalahan sampah yang dihadapi oleh Dinas Kebersihan, bukan semata-mata permasalahan teknis dan manajemen semata, tetapi juga dituntut adanya peran serta masyarakat termasuk sektor swasta. Gambaran tentang tumpukan sampah atau pun pengotoran sungai/kali di Jakarta bukan hanya urusan Pemerintah Daerah saja, tetapi juga harus dilihat dengan keadaan yang lebih menyeluruh serta proporsional. Meskipun pengelolaan kebersihan lingkungan telah diatur melalui peraturan-peraturan dan penyelenggaraan kebersihan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, tetapi sehari-hari masih dengan mudah ditemui adanya tumpukan- tumpukan sampah bertebaran ditempat-tempat bukan tempat pengumpulan sampah. Berbagai upaya mengatasi hal tersebut di atas telah dilakukan, dimulai dengan lebih mengintensifkan cara pengumpulan dan pengangkutan sampah dengan mempertimbangkan kondisi dari masing-masing permukiman, pembuatan dan penyediaan Lokasi Pengumpulan Sampah (LPS) yang lebih banyak, maupun pemanfaatan sampah yang masih dapat dipergunakan seperti pembangunan Usaha Daur-ulang dan Produksi Kompos (UDPK), namun Cara-cara di atas masih belum mampu memecahkan masalah inti permasalahan sampah. Kenyataan di lapangan, di beberapa daerah pemukiman umumnya, partisipasi masyarakat sering disalahartikan dengan cenderung hanya menunggu keterlibatan pemerintah saja, dalam hal ini Dinas Kebersihan DKI Jakarta yang mempunyai tugas khusus mengelola masalah sampah. Padahal pengelolaan sampah sebaiknya sudah dimulai dari sektor rumah tangga sebagai struktur terbawah yang saling berinteraksi, baru meningkat pada sektor-sektor diatasnya. Untuk itu masih diperlukan upaya selain masalah teknis semata, yaitu dengan adanya upaya peran serta atau partisipasi masyarakat yang dimulai dengan melaksanakan pengumpulan dan pengangkutan sampah terpadu dari rumah-rumah ke tempat penampungan sementara, terutama di daerah-daerah yang kurang atau tidak terjangkau langsung oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sehingga untuk mengatasi permasalahan sampah tidak akan terselesaikan oleh upaya pemerintah saja, melainkan masyarakat juga perlu diajak berperanserta secara aktif. Bagi Kotamadya Jakarta Utara, permasalahan sampah layak dianggap sebagai prioritas cukup utama mengingat wilayah tersebut mempunyai tingkat heterogenitas penduduk yang sangat tinggi, dengan tingkat disiplin dan kurangnya kesadaran masyarakat, ditambah wilayah dengan kontribusi 13 sungai yang berhilir di sana dengan beberapa daerah yang mempunyai kontur lebih rendah dari permukaan bumi dan mempunyai 17 lokasi permukiman kumuh, sehingga semuanya dapat berakumulasi, dapat membentuk kultur masyarakat yang kurang mendukung upaya pengelolaan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mencari dan mengetahui hubungan faktor status sosial dan status ekonomi terhadap kenaikan tingkat peran serta masyarakat dalam kebersihan, yang terbagi atas beberapa parameter seperti: upaya melakukan pewadahan sampah, upaya melakukan pemilahan sampah, upaya membuang sampah pada tempatnya, upaya membayar retribusi sampah sesuai jumlah dan waktunya, keikutsertaan dalam setiap kegiatan kebersihan, dan kepatuhan dalam setiap peraturan kebersihan. Atas dasar hal tersebut disusun hipotesis sebagai berikut:1. Ada keterkaitan antara status sosial dan status ekonomi masyarakat dengan tingkat peran serta masyarakat di bidang kebersihan.2. Ada hubungan antara status sosial masyarakat dengan tingkat peran serta masyarakat di bidang kebersihan.3. Ada hubungan antara status ekonomi masyarakat dengan tingkat peran serta masyarakat di bidang kebersihan.4. Ada perbedaan yang berarti antara tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lama tinggal, status kependudukan, dan pendapatan terhadap besamya peran serta di bidang kebersihan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survei dan pendekatan korelasional. Analisis data diolah melalui program SPSS yang dipergunakan untuk mengetahui tingkat hubungan antara variabel status sosial dan status ekonomi terhadap peran serta masyarakat dalam kebersihan secara lebih mendalam. Pada pemilihan wilayah kecamatan dan kelurahan sebagai populasi survei dilakukan dengan metode Stratified Random Sampling, sedangkan pemilihan responden sebagai populasi target dilakukan dengan metode Proportional Random Sampling. Melalui metode di atas direncanakan diambil 160 responden, dengan harapan terdapat sejumlah perbandingan kondisi keluarga dengan status sosial dan status ekonomi yang diinginkan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1. Terdapat hubungan yang sangat erat antara faktor status sosial dengan status ekonomi dari masyarakat.2. Terdapat korelasi antara faktor status sosial dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam kebersihan.3. Terdapat korelasi antara faktor status ekonorni terhadap peningkatan peran serta masyarakat dalam kebersihan.4. Terdapat korelasi bermakna, meskipun kecil antara faktor status sosial dan status ekonomi dengan peningkatan peran serta masyarakat dalam kebersihan. Garbage is one of the problems up against by metropolitan cities, small and big cases and even as national matters, so its management has to put in the first priority. The main pollution in Indonesia is pollution due to domestic waste mainly originated from household, therefore spreading polluted area and amount of who are suffering of its impact. In addition the latest period tend to miscellaneous consumption product harmful to environment such as plastics, Styrofoam etc. According to the data from Dinas Kebersihan DKI Jakarta, every day public in Jakarta could produce garbage of 29,567 m3/day or + 2, 92 liter/person/ day, whereas this office could handle it only 86,12% or 22,507 m3/day. The others were overcome by Dinas PU (Public Work Office) Dinas Pertamanan (Gardening Office) and Pasar Jaya and at least waste recycled by people. Actually, the handling of garbage in DKI Jakarta have been done from time by time to minimize its negative impacts, started from its collection, transportation, processing and to the final disposal But due to the less of the human resources, the results achieved still not optimum. On the other hand, the waste problem faced by Dinas Kebersihan was not only caused by technical and management problems, but also the public participation including private sectors is very required to overcome this problem together. Description of garbage stack or dirty rivers are not problems of local government only, but it should be viewed in a more comprehensive and proportional circumstances. Although the environmental sanitation management has been by regulations and its implementation was done the by government institutions, but in daily life it's easily to be found the garbage everywhere that is not in its collection place. Many efforts has been done to overcome these problems, started by doing more intensive ways of collection and transportation of garbage by either considering the condition of each settlement, the making and providing more of garbage collection place (LPS), nor the use of garbage which can be used such as the development of recycling business and compos production (UDPK), but those ways still can not overcome the main of waste problem. In fact, generally in some urban areas public participation often being misunderstood and tends to wait the government's involvement only, in this case Dinas Kebersihan DKI Jakarta is the one who has a special duty to manage the waste problem. Whereas waste management is better started from household sector as the lowest structure is which interacted, and then increase to the upper sector. Therefore it's still required the other efforts beside a technical problem that is doing an integrated from houses to the temporary places of garbage collection, especially for the areas that can not be achieved directly by Dinas Kebersihan DKI Jakarta, so to overcome garbage problems will not only be solved by government's efforts but also by active participation of the community. For the Municipality of North Jakarta, the waste problems are deserved to be put as the first priority considering to the area that has high heterogenity of population with less dicipline and awareness, in addition the area contributed by 13 rivers that empty into lower land sea surface, and 17 slum areas, so Those could be accumulated to community culture who are less supporting the waste management. This study was aimed to search and find out socio-economic relationship factors towards the increasing of community participation level in sanitation, which is divided into some parameters such as : effort in providing grange place, effort in identifying of garbage, effort in throwing garbage in its proper place, effort to pay retribution (tax) of garbage accordance with the volume and removal schedule, public participation in every sanitary activities and obedience in every sanitary regulations. Based on the explanation above, the hypothesis has been arranged as follows: 1. There is a relationship between social and economic status with the public participation level.2. There is a relationship between social statuses with the public participation level.3. There is a relationship between economic statuses to the public participation level.4. There is a difference among education level, kind of job, long of stay, citizenship status and income level to toward participation in sanitation.This research uses survey research method and correlative approaches. Data analysis used SPSS program to know the relationship level among social status to the participation of public in sanitation. In choosing of sub districts and villages as survey population, stratified random sampling method was used, whereas the choosing of respondents as target population, proportional random sampling method was used. By this method, 160 respondents were taken with assumption there is s number of comparisons of family with the souse-economic status desired. The result of this research showed that :1. There is a tight relationship between social status factor and economic status factor.2. There is a correlation between social status factor and the increasing of public participation in sanitation.3. There is a correlation between economic status factor and the increasing of public participation in sanitation.4. There is a significant correlation, although a little between socio-economic status factor and the public participation in sanitation. |