:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Pengenaan PPh pasal 26 atas premi asuransi

Raden Agus Suparman; Saroyo Atmosudarmo, supervisor (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003)

 Abstrak

Dalam rangka menyongsong perdagangan bebas baik di tingkat ASEAN pada tahun 2003 maupun Asia Pasifik pada tahun 2020, maka Indonesia perlu mempersiapkan diri agar tidak ketinggalan dengan luar negeri, termasuk dalam peraturan perpajakan yang sesuai dengan kaidah perpajakan internasional khususnya prinsip netralitas. Pemajakan atas premi asuransi oleh negara sumber merupakan salah satu isu yang sering diperdebatkan dalam perpajakan internasioanal. Untuk meningkatkan kepastian hukum bagi wajib pajak dan pihak pelaksana di lapangan maka perlu adanya ketegasan dari Direktorat Jenderal Pajak selaku lembaga yang berwenang.
Sebagai pelaksana di lapangan, penulis sering menemukan kesulitan untuk mengenakan pajak atas premi asuransi yang dikirim ke luar negeri. Padahal penghasilan premi asuransi yang dikirim ke luar negeri sangat besar. Karena itu, penelitian penulis lebih ditujukan untuk menjawab permasalah sebagai berikut :
1. Apakah setiap pembayaran premi asuransi ke luar negeri dapat dikenakan PPh Pasal 26?
2. Apakah pembebasan pengenaan PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi ke luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Surat Dirjen telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku?
Karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya ketentuan tax treaty yang membebaskan pengenaan PPh Pasal 26 atas pembayaran premi asuransi ke luar negeri dan mengetahui peraturan yang berlaku tentang perantara asuransi yaitu pialang asuransi dan agen asuransi.
Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memiliki kewenangan memungut pajak dari penghasilan yang berasal dari Indonesia (asas sumber). Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar negeri wajib dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. Besarnya perkiraan penghasilan neto diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 6241KMK.0411994 tanggal 27 Desember 1994. Aplikasi ketentuan ini dapat dibatasi dengan tax treaty antara Indonesia dengan negara mitra perjanjian (treaty partner). Pembebasan pemotongan PPh Pasai 26 sebagaimana dimaksud dalam Surat Dirjen seharusnya hanya dapat dilakukan jika diatur dalam tax treaty.
Metode penelitian yang diiakukan oleh penulis adalah deskriptif analisis. Metode penelitian ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam membahas tesis ini pertama-tama penulis akan menguraikan mengenai siapa dan apa yang dikenakan pajak, perlunya suatu tax treaty dan peraturan perantara asuransi di Indonesia. Sesudah memberikan deskripsi atas berbagai hal yang relevan, penulis melakukan analisis data-data tersebut guna memecahkan permasalahan pokok yang diperoleh dalam penelitian. Data-data yang diperoleh penulis berasal dari studi kepustakaan dan studi lapangan.
Berdasarkan penelitian terhadap literatur dan wawancara dengan berbagai pihak, penulis berkesimpulan bahwa pembayaran premi asuransi ke luar negeri wajib dipotong oleh pembayar premi asuransi jika negara tujuan premi asuransi tersebut tidak memiliki tax treaty dengan Indonesia. Hal ini berdasarkan Pasal 26 ayat (2) UU PPh. Jika negara tujuan merupakan treaty partner maka tidak ada kewajiban pemotongan berdasarkan tax treaty dan memori penjelasan Pasal 26 ayat (2) UU PPh. Selanjutnya pemajakan terhadap perusahaan asuransi di luar negeri diperlakukan sama dengan Bentuk Usaha Tetap perusahaan jasa lain dan mengacu kepada Pasal 5 UU PPh.
Sebagian besar tax treaty Indonesia dengan treaty partner memiliki aturan khusus tentang Bentuk Usaha Tetap bagi perusahaan asuransi yang menerima penghasilan premi dari negara sumber. Ketentuan ini mengadopsi Pasal 5 ayat (6) UN model. Pasal tersebut mengatur bahwa perusahaan asuransi di negara domisili dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di negara sumber asal perusahaan asuransi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan premi asuransi dari negara sumber atau menanggung resiko di negara sumber. Sebagian lain, tax treaty Indonesia dengan treaty partner tidak memiliki aturan khusus tentang Bentuk Usaha Tetap bagi perusahaan asuransi. Tax treaty ini mengadopsi ketentuan dalam OECD model. Menurut OECD model, perusahaan asuransi di suatu negera yang menerima penghasilan premi asuransi dari negara lain dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di negara lain tersebut jika perusahaan asuransi tersebut memiliki a fixed place of business sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) OECD model atau perusahaan asuransi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan asuransi dari negara lain melalui agen tidak babas sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (5) OECD model.
Pengiriman premi asuransi ke luar negeri dibawah ini dapat menimbulkan Bentuk Usaha Tetap :
1. Tertanggung langsung mengadakan pertanggungan dengan penanggung di luar negeri. Jika luar negeri tempat domisili perusahaan asuransi merupakan treaty partner yang memiliki ketentuan khusus tentang asuransi (UN model), maka perusahaan asuransi di luar negeri tersebut dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dan Indonesia memiliki hak pemajakan penuh atas Bentuk Usaha Tetap tersebut.
2. Perusahaan asuransi di luar negeri menerima penghasilan premi asuransi melalui agen asuransi di Indonesia. Jika dalam praktek ditemukan cara ini maka perusahaan asuransi di luar negeri tersebut dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap baik berdasarkan tax treaty yang mengacu Ice OECD model maupun tax treaty yang mengacu ke UN model.
Terakhir, untuk meningkatkan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan kemudahan pelaksanaan di lapangan, penulis mengajukan tiga saran, yaitu :
1) Direktur jenderal pajak hendaknya mengeluarkan keputusan yang mengatur tentang depedensi agen asuransi. Berdasarkan ketentuan UU Perasuransian dan kebiasaan yang lazim di dunia asuransi bahwa jika perusahaan asuransi di luar negeri menerima premi asuransi atau premi reasuransi melalui agen asuransi yang berada di Indonesia maka perusahaan asuransi tersebut dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia karena telah memenuhi Pasal 5 ayat (5) OECD model. Keputusan tersebut dimaksudkan untuk : (i) menghilangkan silang pendapat antara Wajib Pajak dengan pelaksana di lapangan; (ii) memberikan panduan bagi petugas pelaksana di lapangan.
2) Hendaknya menteri keuangan menetapkan penghasilan neto bagi Bentuk Usaha Tetap khusus perusahaan asuransi luar negeri berdasarkan Pasal 15 UU PPh. Pertimbangan ketetapan ini adalah pertimbangan praktis untuk memudahkan pelaksanaan dilapangan. Pertimbangan ini dibolehkan dijadikan dasar keputusan menteri keuangan oleh undang-undang selain kelaziman. Pertimbangan lain adalah sulitnya menentukan penghasilan neto berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UU PPh. Dengan norma penghasilan neto maka setiap pembayaran premi ke luar negeri langsung yang dapat dideem memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dapat dipotong oleh pembayar premi asuransi.
3) Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-4281PJ.43211995 tanggal 05 Desember 1995 merupakan jawaban direktur jenderal pajak yang dilayangkan kepadanya. Surat ini merupakan surat biasa dan bukan surat yang bersifat mengatur. Karena itu tidak dapat dijadikan pegangan bagi pelaksana dilapangan. Berdasarkan pengalaman penulis, Surat Dirjen tersebut banyak dijadikan dasar pemeriksaan aparat Direktorat Jenderal Pajak ditingkat pelaksana. Begitu juga dengan konsultan pajak. Seharusnya, acuan atau dasar hukum yang dipakai adalah tax treaty, undang-undang dan keputusan menteri keuangan atau keputusan direktur jenderal pajak.

 File Digital: 1

Shelf
 Pengenaan PPh-TOC (T7483).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T7483
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T7483 15-19-477754895 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 72312