Gelombang globalisasi yang dipicu oleh liberalisasi perdagangan, pada gilirannya melahirkan persaingan yang kian ketat, serta diberlakukannya harmonisasi standar pada berbagai bidang kehidupan. Liberalisasi ditempuh dengan diturunkan hingga ditiadakannya bea masuk produk ke negara lain, sedangkan harmonisasi standar menjadi keniscayaan, akibat dibutuhkannya pedoman universal yang meniadakan beda tafsir antar produsen maupun konsumen global.Dalam hal harmonisasi standar, penggunaan standar intemasional untuk kualitas produk maupun manajemen kualitas mengemuka sebagai wacana di dunia usaha, ini terjadi karena tekanan penggunaannya menentukan dapat tidaknya produk diterima oleh pasar global. Salah satu standar yang kuat tuntutan penggunaannya adalah Standar Manajemen Mutu ISO-9000.Saat ini, ISO-9000 yang merupakan standar manajemen bagi jaminan konsistensi kualitas, menjadi alternatif utama dan paling lazim di dunia usaha. Di Indonesia masalah terjadi dalam hal, terdapatnya kesenjangan berupa kecilnya jumlah perusahaan yang telah mengadopsi dibanding jumlah perusahaan yang membutuhkan penerapan standar, sebagai slat legitimasi persaingan perdagangan lokal maupun internasional.Dari penelitian yang dilakukan, mengangkat kasus penerapan standar ISO-9000 di PT Master Steel MFG. CO., menggunakan pendekatan adopsi inovasi, terungkap motivasi perusahaan memutuskan adopsi standar intemasional ISO-9000, akibat tekanan eksternal yang menimbulkan dorongan pada pimpinan perusahaan untuk melakukan perubahan, juga dipengaruhi oleh kompleksitas organisasi perusahaan, ukuran organisasi, kemudahan organisasi memperoleh sumberdaya, kebiasaan lama yang telah berkembang di perusahaan, komposisi masa kerja personal dan keterbukaan sistem.Hal-hal yang diduga menjadi penghambat dalam implementasi standar lebih lanjut adalah kecenderungan perusahaan dalam memilih perangkat komunikasi yang bersifat formal struktural : personal formal sebagai pelaksana sosialisasi, saluran komunikasi formal, pola komunikasi, arah aliran komunikasi ke bawah (top down), dan pengembangan program komunikasi yang tidak mempertimbangkan perbandingan tingkat perubahan dengan tingkat keterlibatan personal yang diharapkan. Sehingga, untuk mencapai implementasi jangka panjang perusahaan mengalami hambatan.Ini terjadi karena adopsi inovasi yang merupakan proses perubahan berkelanjutan, membutuhkan dukungan kelompok informal dalam organisasi, saluran komunikasi tepat, pengembangan setting arah aliran komunikasi ke bawah, ke atas maupun horizontal, kemasan komunikasi antar personal dan program-program komunikasi yang memperhitungkan tingkat perubahan dengan tingkat keterlibatan personal yang diharapkan.Sedangkan bagi pihak eksternal, yang berperan menjadi agen perubahan, dapat mempercepat difusi inovasi standar ISO-9000, melalui manajemen komunikasi yang memperhitungkan tingkat perubahan yang diharapkan dengan tingkat keterlibatan perusahaan dalam konteks makro. |