Tesis ini menggambarkan tentang pengaruh opini publik terhadap pengambilan keputusan DPRD DKI Jakarta yang dikaitkan dengan ketahanan politik wilayah DKI Jakarta. Dpini publik yang dimaksud adalah opini publik di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya yang banyak diterima DPRD DKI Jakarta melalui pengaduan, demonstrasi, surat atau pemyataan lain dari masyarakat. Dalam bidang politik, permasalahan yang diangkat adalah saat pemilihan gubernur DKI Jakarta yang berlangsung bulan September 2002, bidang ekonomi permasalahannya ada empat yaitu pertanahan, perpasaran, angkutan dan tenaga kerja. Sedang bidang sosial budaya diangkat pula empat permasalahan yaitu perjudian, prostitusi, narkoba dan banjir.Temuan penting yang didapat dalam penelitian ini adalah bahwa pengaruh opini publik dalam ketiga bidang di atas, ternyata kurang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan keputusan di DPRD DKI Jakarta. Dari hasil uji statistik dengan mempergunakan model regresi berganda diperoleh Y = 3.366 - 0.123701 -- 0.041X2 0.05 DO. Demonstrasi yang kerap dilakukan oleh masyarakat ternyata kurang mempunyai pengaruh yang berarti. Anggola DPRD DKI Jakarta beranggapan bahwa demonstrasi itu baik, namun tidak mempercayainya sebagai aspirasi masyarakat Jakarta. Selain itu, untuk bidang politik, yang paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah partai politik dari masing-masing fraksi. Ditemukan pula bahwa hubungan antara pemilih dan wakilnya cenderung terputus. Artinya, anggota DPRD DKI Jakarta lebih cenderung untuk menjadi wakit parpol dibandingkan wakil rakyat. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini tiap-tiap fraksi di DPRD DKI Jakarta belum memiliki sistem untuk mengangkat aspirasi masyarakat yang layak diterima dan dipercaya oleh lembaga legislatif tersebut. Ditemukan pula bahwa sekalipun kedudukan legisiatif sejajar dengan eksekutif menurut Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, namun pada praktiknya, eksekutif tetap sebagai lembaga yang lebih kuat posisinya. Kondisi seperti ini memberikan kontribusi yang kurang mendukung dalam pembinaan ketahanan politik di wilayah DKI Jakarta. Masyarakat Jakarta cenderung kurang puas dengan hasil kerja DPRD DKI Jakarta dan akan kerap unjuk rasa sebagai bentuk ketidakpuasan tersebut. This thesis describes the influence of public opinion to the decision making of DPRD DKI Jakarta dealing with the political endurance of capital territory. The opinion intended is the public opinion in politics, economics and socio-cultural which DPRD DKI Jakarta received by means of complaints, demonstrations, correspondence or statement by the community. In politics, for instance the problem of election of capital governor which was conducted in September 2002, the problem of economic envolving land affairs, trading, transportation, and employment. Meanwhile, the problems in socio-cultural are namely gambling, prostitution, drugs and flood.The most important thing in this research is the influence of public opinion in those which are mentioned above is less effective to the decision making in DPRD DKI Jakarta. It can see in the result of statistic research with tinier multiple regression as = 3.366 - 0.123XI - 0.04IX2 + 0.051X3. The demonstration which has been frequently conducted by the citizens is not really influencing. The members of DPRD DKI Jakarta argue that demonstration is fairly acceptable, howener they are not convinced that it is Jakarta's aspiration. Besides, in politics, political party from each fraction absolutely influences in decision making.We can find that the correlation between the representatives and their followers is prone to disconnect. This means that DPRD DKI Jakarta members tend to represent their political party rather than citizens. This is just because every fraction in DPRD DKI Jakarta doesn't have the system for bringing the citizen's aspirations which can be fairly accepted and convinced by this legislative institution. We also find that although legislative position in equal to executive based on costitution no. 22, 1999 about region autonomy, but in fact, executive has more power. This condition conveys the unconstructive contribution in training the political defence in DKI Jakarta territory. Jakartans are prone to be unsatisfied with the result of DPRD DK1 Jakarta's work and still keep todo demonstratings as the reflection of dissatisfaction. |