:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Peningkatan jumlah penduduk dan perubahan kualitas lingkungan permukiman di kota depok (studi kasus kelurahan bhaktijaya, kecamatan sukmajaya dan kelurahan duren mekar, kecamatan Sawangan, Kota Depok)

Tantular, Rakyan; Bianpoen, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003)

 Abstrak

Pertambahan penduduk secara berlebihan di kota terutama yang berasal dari urbanisasi menyebabkan daya dukung dan daya tampung kota menjadi semakin menurun, salah satunya adalah berkurangnya lahan untuk permukiman. Akibat dari kurangnya lahan untuk permukiman maka dibutuhkan penambahan ruang dan lahan. Penambahan ruang dan lahan yang tidak memungkinkan lagi di dalam kota menyebabkan terjadinya pelebaran luas ke arah pinggir kota/belakang kota (hinterland). Hal seperti itu yang terjadi di DKI Jakarta, dan berkembang ke arah pinggiran termasuk daerah Depok. Akibat perluasan tersebut, maka daerah seperti kota Depok dapat dikatakan sebagai daerah suburban bagi kota Jakarta.
Kemudian dampak urbanisasi menimbulkan pelbagai bentuk penurunan kualitas lingkungan kota, terutama tata ruang yang tidak memenuhi syarat, terbentuk daerah kumuh, bertambahnya jumlah sampah, meningkatnya pencemaran perairan dan tanah oleh limbah domestik.
Urbanisasi juga mengakibatkan menurunnya estetika, menimbulkan ancaman terhadap peninggalan-peninggalan historis, menyempit/berkurangnya ruang terbuka, taman kota, lapangan olah raga, dan rekreasi.
Perkembangan yang berbeda di tiap-tiap kota membuat konsentrasi permukiman berbeda 'pula. Di satu sisi ada daerah dengan kepadatan tinggi dan disisi lain terdapat daerah dengan kepadatan rendah. Perbedaan konsentrasi tersebut secara otomatis akan menyebabkan perbedaan tingkat degradasi lingkungan secara khusus dan mempengauhi degradasi lingkungan perkotaan secara keseluruhan. (Sobirin dalam Koestoer, 2001:45)
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Peningkatan kepadatan penduduk menurunkan kualitas lingkungan pemukiman baik fisik maupun sosial.
Adapun tujuan umum penelitian adalah: Memberikan solusi bagi masalah lingkungan hidup di Kota Depok.
Waktu, tenaga dan biaya adalah faktor utama yang membatasi penelitian ini dan besarnya wilayah penelitian serta banyaknya unsur-unsur yang diteliti. Lokasi penelitian akan dibatasi pada dua daerah saja yaitu daerah dengan kepadatan tertinggi dan daerah dengan kepadatan terendah pada tingkat Kecamatan dan masing-masing akan diambil satu daerah terpadat pada tingkat kelurahan. Kemudian unsur-unsur yang diteliti dari masing-masing variabel pembentuk permukiman adalah: kualitas perumahan (rumah) dalam bentuk dan ukuran yang dibatasi pada kesesakan penghuni dan kepemilikan ruang terbuka, keberadaan sanitasi, luasan bangunan, serta perlindungan hak milik; penataan lahan dan ruang dibatasi pada penggambaran kesesuaian penataan lahan dan ruang yang berdasar pada rencana seperti pendidikan (TK dan SD), peribadatan (masjid), niaga, kesehatan, olahraga dan rekreasi, pelayanan pemerintah; dan masalah sosial.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode deskriptif (survei dan observasi lapangan). Untuk mempermudah pengambilan sampel populasi terutama dalam hubungannya dengan target responden, paneliti mengambil teknik purposive sampling dengan mengelompokkan populasi berdasarkan beberapa kriteria
Penilaian kualitas perumahan (tabel 35) secara umum di ketiga daerah penelitian adalah baik. Penilaian baik dan buruk didasarkan atas:
1. Kesesuaian dengan peraturan. Apabila sesuai maka penilaianya adalah baik
2. Kepemilikan dari faktor-faktor yang diteliti pada masing-masing sub variabel, seperti kepemilikan bak sampah, KM/WC sendiri, teras, halaman, surat-surat tanah dan bangunan. Apabila memiliki maka penilaianya adalah baik.
3. Apabila lebih dari 50% responden masuk dalam kriteria baik diatas maka dapat dikatakan bahwa secara umum kualitas perumahan di lokasi penelitian adalah baik.
Bobot nilai tertinggi yang diambil oleh peneliti adalah koefisien dasar bangunan. Kemudian masalah perlindungan hak milik berbobot terendah dengan alasan tidak terlalu berdampak langsung kepada kualitas permukiman. Pembobotan nilai dari kualitas perumahan itu sendiri adalah 20 (skala 100) dari keempat variabel yang diteliti, seperti yang telah disinggung pada bab sebelumnya.
Salah satu acuan pengelolaan lahan dan ruang adalah dengan melihat kesesuaian peruntukan daerah berdasarkan aturan koefisien dasar bangunan, disamping kesesuaian lainnya berdasarkan aturan pemerintah setempat (mengacu kepada RT/RW kota Depok). Hampir semua daerah permukiman tidak menempati daerah bahaya seperti keadaan tanah yang miring (curam), tidak berada di daerah cekungan dan tidak dilewati tegangan tinggi. Hal ini berarti secara umum, ketiga daerah penelitian memiliki nilai baik pada pengelolaan lahan dan ruang.
Secara umum hasil penggalian dari responder didapat semua sarana dari sisi jumlah adalah cukup kecuali taman bermain, penerangan jalan dan depo sampah dianggap kurang, kondisi dan sarana yang adapun dianggap kurang. Semua pelayanan sarana adalah baik, kecuali masalah depo/angkutan sampah. Rata-rata kondisi sarana adalah baik kecuali taman bermain, penerangan jalan dan depo/angkutan sampah adalah kurang. Lapangan olah raga dan saluran air dianggap cukup.
Pembobotan nilai: jumlah (50), kondisi (30), dan pelayanan (20). Pembobotan nilai pada jumlah lebih besar karena prasarana dan sarana ukurannya adalah jangkauan masyarakat, artinya sejauh mana prasarana dan sarana dapat melayani masyarakat. Kemudian kondisi prasarana dan sarana dimana hal ini lebih mengacu kapada fisik atau perawatan fisik, dan pelayanan lebih kepada interaksi/hubungan manusia dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Interaksi/hubungan sosial antar masyarakat secara umum berdasar dari penggalian dari responden tentang keharmonisan hubungan antar tetangga adalah baik. Faktor keamanan dan kenyamanan yang turut mempengaruhi masalah sosial pada penelitian ini secara umum juga dinilai masih cukup baik, artinya dari ketiga daerah penelitian dua diantaranya masih dianggap relatif aman oleh responden.
Kesimpulan:
1. Hasil pengumpulan data di lapangan menunjukan sebagian besar responden, bekerja atau beraktivitas sehari-hari di Jakarta dan alasan pindah sebagian besar responden adalah harga tanah/rumah yang murah dan mencari suasana baru yang lebih baik, dengan demikian dapat dikatakan Kota Depok merupakan daerah penyangga (suburban) permukiman bagi DKI Jakarta
2. Masalah pada variabel Kualitas Perumahan adalah terlanggarnya peraturan tentang pemenuhan koefisien dasar bangunan (OS). Hal tersebut terjadi karena hampir semua responden mengembangkan rumahnya dengan cara penambahan ruangan ke arah horisontal (memanfaatkan lahan (persil) yang mereka miliki.
3. Gambaran pengelolaan lahan dan ruang di dalam masalah perubahan kualitas lingkungan permukiman dari hasil penelitian masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku (RTRW Depok 2000)
4. Masalah kurangnya sarana pendidikan dan kesehatan berdasarkan pada perbandingan antara jumlah penduduk dan minimal sarana yang dibutuhkan dan masalah kurangnya sarana dan prasarana dari sisi jumlah dan kondisi hasil penggalian masyarakat seperti taman, penerangan jalan, dan depo/angkutan sampah. Hal tersebut diduga penyebaran sarana yang kurang merata dan penyediaan sarana yang belum dapat dipenuhi oleh pemerintah kota setempat.
5. Hubungan antar masyarakat secara umum cukup serasi, kegiatan bersama antar warga masih ada seperti olah raga.
Saran
1. Perencanaan dan pembangunan desa atau kota-Kota kecil disekitar Jabodetabek harus merata agar perpindahan penduduk ke kota (DKI Jakarta maupun Kota Depok itu sendiri) dapat dikurangi.
2. Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan huniannya (memperluas bagunan) tanpa harus melanggar ketentuan yang ada. Hal ini berarti perencana kota (Pemkot Depok) harus dapat mengadopsi keadaan yang terjadi di masyarakat dalam mengembangkan bangunannya dengan mengevaluasi kelayakan peraturan atau ketentuan tentang masalah KDB secara berkala, dan ketentuan yang dibuat harus dijalankan dan diawasi secara ketat.
3. Pembangunan kota dan pembagian peruntukan lahan harus merata dan disesuaikan dengan perencanaan serta kebutuhan dari setiap daerah sehingga kepadatan penduduk dapat tersebar merata, tidak terkonsentrasi di satu atau dua daerah saja.
4. Sebaran beberapa fasilitas (sarana) tidak merata, karena itu pemerintah daerah setempat perlu meninjau kembali perencanaan pengembangan daerahnya. Hal yang perlu diperhatikan bahwa perencanaan pengembangan daerah harus mengadopsi kebutuhan masyarakat yang digali langsung dari masyarakat dan Pemerintah kota Depok harus dapat memprioritaskan pemenuhan kebutuhan akan sarana lingkungan bagi masyarakatnya.
5. Ruang terbuka dan balai pertemuan lingkungan diadakan dan dibangun baik oleh pemerintah atau warga itu sendiri. Kegiatan di ruang terbuka dan balai pertemuan diadakan/diaktifkan seperti pertemuan bulanan antar warga, kegiatan olah raga dan rekreasi.

Population Growth and the Changes of Settlement Environment Quality in Depok City (Case Studies in Bhaktijaya Neighborhood, Sukmajaya District and Duren Mekar Neighborhood, Sawangan District, Depok City)The overincreasad city population especially from the urbanization causes the descending of its bearing and carrying capacity, one of which is the shortage of land for housing. From that reason comes the needs to grow space and land. Since such needs can not be achieved in cities, it causes spreading towards the outskirts, which known as the hinterland. These kind of things happened in Jakarta, and to its suburban i.e. Depok. As a result of the so called spreading, area such as Depok could in a way be known as the suburbs of Jakarta.
Moreover the impact of the urbanization causes numerous forms of degradation of the city's environmental quality, especially the unqualified zoning, the forming of shanty-towns, the increment number of waste, and the escalation of contaminated water and land by domestic waste. Urbanization also causes the declining of city's esthetics, threaten the historical heritage, narrowing/lacking the open space, the city parks, the sports fields, and the recreational parks.
The diverse development on each city causes the diversity of housing density. There are low density neighborhoods on this side and high density neighborhoods on others. Such diversity automatically brings about the different level of specific environmental degradation and affects the whole deity's environmental degradation (Sobirin in Koestoer, 2001:46).
Based on the things mentioned above, the problems can be formulated as follows: The growth of population density decreases the environmental quality of settlement, physically as well as socially.
Furthermore, the main purpose of this research is to give solution for the environmental problem in Depok City.
Time, energy and cost were the main factors which limited the extent of the research area and the numbers of feature that had been observed. The research area was limited on two zones, that were the highest density zone and the lowest density zone on one district (kecamatan). From that, each would cover the densest population in the neighborhood (kelurahan). Furthermore the observed features from each variable forming the neighborhood were: the housing quality in shape and size limited on the overcrowded inhabitants and the ownership of the open space, the sanitation existence, the building coverage, and the property protection; the land use and space utilization limited on the consistency of the land use and space utilization based by urban planning, i.e. educational (SD and Tit), spiritual (mosque), commercial, health, sport and recreation facilities, also public services; The social issue was limited on the social interaction of the communities.
The method used in this study was the descriptive research design (survey and field observation). To make the sampling easy particularly in connection with the target; the researcher chose the purposive sampling technique with population grouping based an certain criteria
The general assessment of the housing quality (Table 35) in three research areas was fine. The assessment was based upon:
1. The consistency to the regulations. The assessment was fine if each (sub variable) accommodated to the regulations required.
2. The ownership of the observed factors on each sub variable, i.e. trash cans, bathroom/WC, porch, garden, land and building documents. If available the assessment was fine.
3. If more than 50% respondent fell into the criteria mentioned above, it could be said that the housing quality at the research location was generally fine.
The highest point taken by the researcher was the building coverage coefficient Moreover the property protection issue was at the lowest point with reason not having the direct impact to the housing quality. The point assessment of the housing quality itself was 20 (on the scale of 100) amongst four variables observed, as mentioned on the previous chapter.
One of the land and space management standard was to look at the consistency of the land use based on the building coverage coefficient regulation, beside the other consistency based on the local administrative regulation (referring to the Depok Urban Land Planning). Almost all neighborhoods did not occupy the dangerous area such as the precipitous ground (steep), the hollow ground and were not pass through by the high voltage wiring. This generally means, the three research area had a fine assessment in the land and space management.
Generally the in-depth interview came up with: all structures quantity was moderate except play grounds, street lamps and waste depots were found poor. All structure services were fine, except waste depots/removal. On the average the strictures condition were tine except play grounds, street lanes and waste depots/removal were poor. Sport fields and water plumbing were considered moderate.
The point assessment the number (50), the condition (30), and the services (20). The point assessment of the number was higher because the measurement of the structure and the infrastructure was the range of the public services, which mean how well these factors sewed the community. Then the condition of the structure and the infrastructure, which referred to the material or physical maintenance, and the public services referred to the human interaction relationship in providing the public services.
The social interaction/relationship, generally based on the respondents' interview about the harmony of the neighborhoods, was fine. The security and amenity factors which could affect the social issue in this research was generally graded fine enough, meaning that respondents of the two amongst three research area dill considered them relatively fine.
Conclusions:
1. The primary data collection showed that most of the respondents go to work or have their activities in Jakarta, and the reasons for their migration were the low-cost land/houses and the better new conditions. Hence the Depok City was the suburbs of DKI Jakarta.
2 The problem on the housing quality variables was the infringement of the building coverage coefficient regulations. This happened because most of the respondents extended their houses by adding rooms horizontally utilizing their land.
3. The portrayal of the land and space management in the issue of settlement environment quality change dug out from this research was still parallel to the recent land use planning (Depok Urban Land Planning Year 2000).
4. The lacking of educational and health facilities based on the ratio of population number and minimum facilities required and the problems of those based on the quantity and the condition came up at the in-depth interviews, e.g. playgrounds, street lamps, and waste removal. These were presumed as a result of uneven distribution of the public facilities and the unavailability of structure by the local government.
5. The interaction of the community was generally in harmony, the joint activity between people still existed such as sports.
Suggestions:
1. The planning and development of villages or small towns in the region of Jabodetabek should be even in order that the city migration (DKI Jakarta or Depok City itself) could be lessen.
2. People should be given the opportunity to extend their houses (extend the building) without violating the existing regulations. This meant that City planner (Depok City Administration) should adopt the condition happened in the community on building development by evaluating the proper regulations or rules about such problems concerning the building coverage coefficient continually, and the rules made should be operated and observed strictly.
3. City development and land use distribution should be even and accommodated with the plan and the needs in each area in order to achieve the even population density, not only concentrated on one or several areas.
4. The distribution of the facilities was uneven; hence the local administrator should review its development planning. Considering that local development planning should accommodate the community needs dug out directly from people and Depok City administrator should make priorities about the needs fulfillment of public environment facilities.
5. Open space and local community hall should be provided and built by the administrator or the community it selves. The activities in such place should be established, e.g. monthly neighborhood meeting, sports and recreations.

 File Digital: 1

Shelf
 T 11169-Peningkatan jumlah.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T 11169
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T 11169 15-17-867666916 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 73491