Guna mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan berikut resiko lingkungan yang diakibatkannya, terhitung sejak tahun 1995 Pemerintah Indonesia mulai memasyarakatkan kebijakan pembukaan lahan tanba bakar (zero burning policy). Kemudian kebijakan tersebut dipertegas melalui Peraturan Pemerintah No.4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan atau Lahan.Namun pada kenyataannya kebijakan tersebut sulit diterima oleh masyarakat. Biaya pembukaan lahan dengan cara-cara lain tersebut dirasakan sangat tinggi, sehingga memberatkan ekonomi masyarakat. Selain dari pada itu, pembakaran sudah merupakan bagian dari budaya masyarakat sejak turun temurun, sehingga sulit dipisahkan dari kehidupan mereka sehari-hari. Akibatnya, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut justru menimbulkan masalah baru berupa benturan dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang ada.Salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah mencoba menerapkan suatu kebijakan pembakaran terkendali (control burning) melalui tehnik pembakaran dengan sedikit asap (less smoke burning methode). Teknik tersebut pada dasarnya diangkat dari kebiasaan masyarakat penduduk asli (indigenous people) di Kalimantan yang dikombinasikan dengan pengalaman negara Jepang dalam penyiapan lahan menggunakan api (Saharjo, 1999).Namun teknik tersebut baru pernah diujicobakan pada lahan tanah mineral (belum pernah di lahan gambut). Padahal kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatera selama ini sebagian besar berlokasi di kawasan gambut. Ciri khas kebakaran di kawasan gambut adalah kebakaran bawah (ground .fire) dengan pembakaran yang tidak menyala (smoldering .fire) dan merupakan tipe kebakaran yang paling berbahaya (Syaufina, 2002). Sehingga banyak hal yang masih menjadi pertanyaan dan keraguan bagi para peneliti, khususnya menyangkut efektivitas berikut besarnya dampak yang terjadi akibat pembakaran yang dilakukan dengan menerapkan teknik pembakaran dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Methode) pada lahan tersebut.Tujuan utama penelitian ini adalah: mengetahui data emisi gas rumah kaca (GRK) akibat pembakaran hutan dan lahan gambut yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method). Sedangkan tujuan antaranya adalah: a) mengetahui faktor-faktor di lapangan yang berpengaruh pada emisi gas rumah kaca (GRK) akibat pembakaran hutan dan lahan gambut yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method): dan b) mempelajari dan mengkaji dampak pembakaran hutan dan lahan gambut yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method) pada komposisi dan strukrur vegetasi setelah pembakaran.Data dan informasi hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan masukan dan wacana dalam upaya penyusunan alternatif kebijakan (policy) di bidang pertanian dan kehutanan, khususnya kebijakan dalam kegiatan pembukaan lahan (land clearing) yang selama ini banyak mengalami hambatan dan benturan kepentingan dalam pelaksanaannya di lapangan.Penelitian bersifat eksperimen dan dilakukan pada lahan hutan Gambut Sekunder milik masyarakat setempat di Desa Pelalawan - Kecamatan Bunut - Kabupaten Pelalawan - Propinsi Riau. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2001 dan dilanjutkan pada bulan April 2002.Melalui penelitian ini disimpulkan: pertama, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara beban emisi gas rumah kaca (GRK) hasil pembakaran lahan di areal gambut hemik dengan beban emisi di gambut saprik, baik gas N2O, CH4, CO maupun C02, yang menerapkan Teknik Pembakaran Derngan sedikil Asap (Less Smoke BurningMethod); kedua, variabel karakteristik bahan bakar (bahan bakar tersedia, tebal bahan bakar dan kadar air bahan bakar), kondisi lingkungan (kelembaban udara relatif, kecepatan angin dan suhu udara) serta dalam muka air tanah berpengaruh pada beban emisi gas rumah kaca (GRK) N20, CH4, CO maupun CO2 hasil pembakaran lahan yang menerapkan Teknik Pembakaran Dengan Sedikit Asap (Less Smoke Burning Method),- dan ketiga, terjadi perubahan struktur dan komposisi vegetasi akibat diterapkannya teknik pembakaran dengan sedikil asap (less smoke burning method) dalam penyiapan lahan gambut. The Influence of Fire Usage in Land Preparation on Green House Gasses Emission (The Implementation of Less Smoke Burning Method on Peat Land Areas at Pelalawan Regency - Riau Province)Since 1995, The Government of Indonesia began to socialize The Zero Burning Policy. The purposes of this policy are to prevent the forest and land fire as well as environmental risk that follow it. The policy was strengthening with The Government Law No.4 12001 about The Environmental Damage and Pollution Control with Reference to Forest and Land Fire.The policy is hardly accepted by the community, on the contrary. Land clearing expenses using different methods are too expensive for the local people. Burning method has become a custom of Dayak Tribe. More over, burning is a central of the hole series on farming activity that really important influence the successful of farm yield (Dove, 1988), made it difficult to separate it from their daily life. Instead of its purposes, the policy released by tithe government has caused conflict with the community's culture, social and economy.One alternative solution that could be tried is applying a Controlled Burning Policy through Less Smoke Burning Method. Basically, the technique come from the custom of indigenous people in Kalimantan combined with Japanese experience in fire usage of land clearing (Saharjo, 1999).However, the technique were have only been applied on land of mineral soil (haven't been applied on land of peat land). Actually, the forest and land fire happened in Sumatera and Kalimantan mostly located on a peat land. The characteristics of peat land fire are ground fire with smoldering fire and it is the most dangerous type of fire (Syaufina, 2000). That's why many things is still questioned and doubtful for the researcher especially in effectivity and impact size from burning with Less Smoke Burning Method on that kind of land.The main goal of this research is to achieve green house gasses emission data from burning of forest and land that applied Less Smoke Burning Method. Another aim are: a. To identify influenced factors on the green house gasses from burning of forest and land that applied Less Smoke Burning Method, and b. To study the burning impact of forest and land that applied Less Smoke Burning Method on the structure and composition of vegetation.The result of the research's information and data will be expected to be made for input and discourse in case to effort to make the alternative policy in agriculture and forestry sectors, especially for the land clearing activities policy that experienced more obstacles and conflict of interest in the practice.The character of this research was experiment and performed on the land of secondary peat forest owned by local people at Pelalawan Village - Bunut Sub-District - Pelalawan Regency - Riau Province. The implementation of this research carried out on August until October 2001 and continued on April 2002.Through of this research, the conclusion are: first, there was no significant differences between load of green house gasses emission that resulted by burning on hemic peat land and sapric peat land, neither N20, CH4, CO nor CO2 that applied Less Smoke Burning Method; second, The fuel characteristic's variables (available fuel, fuel bed depth and water content of fuel), environmental condition's variables (relative humidity, speed of wind and ambient temperature) and soil water level influenced on load of green house gasses emission, either N20, CH4, CO or CO2 that applied Less Smoke Burning Method; third, There was structural and composition changes caused by burning applied Less Smoke Burning Method in peat land preparation.Burning that applied Less Smoke Burning Method caused the changes of vegetation's composition and structure. |