Wacana-wacana untuk mewujudkan negara Islam dan krisis kepemimpinan yang terjadi di Indonesia memotivasi penelitian ini. Walaupun pemikiran politik al-Farabi ini dikemukakannya lebih dari 10 abad yang lalu, namun tentu bukan tanpa implikasi atau relevansi apapun terhadap perpolitikan di Indonesia saat ini. Beberapa hal yang dapat ditarik dari penelitian terhadap konsep al-Farabi tentang Negara Utama ini adalah: Pertama, motivasi atau dorongan alamiah manusia untuk berkelompok dan saling bekerjasama dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan dan kesempurnaan hidupnya, Kedua, kondisi dan proses pembentukan negara oleh manusia atau warga yang mempunyai rasionalitas, kesadaran, dan kemauan bulat untuk membentuk negara, di mana masyarakat sempurna yang terkecil (kamilah sugru) merupakan kesatuan dari masyarakat yang paling ideal untuk dijadikan negara. Ketiga, pentingnya seorang pemimpin Negara Utama dianalogikan seperti jantungnya tubuh manusia, dan kualitasnya mensyaratkan seorang yang paling unggul dan sempurna di antara- warganya, yaitu kualitas seorang filsuf yang mempunyai pengetahuan yang luas dan memiliki keutamaankeutamaan. Keempat, negara dibedakan berdasarkan prinsip-prinsip (mahadi') dari para warga negaranya, yaitu prinsip yang benar (Negara Utama) dan prinsip yang salah (negara jahiliah, fasik dan lain-lain). Kelima, pemimpin membimbing warga negaranya untuk mencapai kebahagiaan (al-Sa'adah) sebagai tujuan negara. Dari motivasi manusia berkelompok, proses pembentukan negara sampai tujuan negara tersebut dianalisa dengan metode analistis, komparatif dan refleksif, serta dengan pendekatan "hermeneutikfenomenologi" Paul Ricoeur. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pemikiran al-Farabi tentang Negara Utama merupakan hasil perpaduan antara filsafat dan agama, sesuai dengan keterpengaruhannya dari pemikiran-pemikiran politik Plato dan Aristoteles serta doktrin-doktrin agama Islam yang diyakininya. Dengan kata lain, al-Farabi dianggap dapat mengharmoniskan antara filsafat politik (Yunani kuno) dan agama Islam, di mana hidup manusia selalu berhubungan dengan penciptanya.Konsep kepemimpinan al-Farabi dalam Negara Utama yang menjunjung tinggi kebajikan dan keutamaan (khususnya keteladanan), yang terangkum dalam kriteria seorang "filsuf yang berkarakter nabi" kiranya dapat dijadikan pertimbangan dan acuan dalam kepemimpinan di Indonesia, yang saat ini membutuhkan seorang pemimpin yang diharapkan dapat membawa Indonesia "keluar" dari berbagai masalah atau yang popular dengan istilah krisis multi-dimensi. |