Tanimbar dalam kajian ini adalah suatu wilayah kepulauan yang terletak di bagian tenggara kepulauan Maluku. Kepulauan ini pada awalnya tidak berpenghuni, oleh sebab itu penyebutan Tanimbar didasarkan pada pertimbangan yang berkaitan dengan asal-usul masyarakat yang mendiami pulau tersebut. Kata Tanimbar berasal dari kata Tanempar (bahasa nistimur) Tanebar (bahasa weslyeta) dan Tnebar (bahasa fordata) yang memiliki arti sama yaitu 'terdampar'. Kata terdampar ini ditujukan kepada masyarakat yang datang dari berbagai pulau atau wilayah Indonesia khususnya Indonesia Timur, seperti ada yang datang dari Halmahera, Ambon, Seram, Banda, Kai, Aru, Sulawesi (Bugis Makassar dan Buton), bahkan ada yang datang dari pulau Timor. Atas dasar inilah, maka suku asli di kepulauan Tanimbar sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Jadi kata Tanimbar bisa digunakan untuk menunjukkan orang (orang Tanimbar), juga digunakan untuk menunjukkan wilayah (kepulauan Tanimbar).Tanimbar yang merupakan wilayah kepulauan. Hal ini memungkinkan kebanyakan masyarakatnya mendiami daerah-daerah pesisir pantai. Berdasarkan tempat pemukiman ini, maka aktivitas rnereka-pun lebih cenderung ke laut, sehingga peralatan yang digunakan berkaitan dengan aktivitas mereka, sampai-sampai dijadikan simbol dalam setiap masyarakat di Tanimbar. Misalnya; sebuah bangunan perahu di Tanimbar, dianalogikan dengan struktur masyarakat setiap kampung di Tanimbar. Atas dasar inilah maka 'pamaru muka pamaru belakang yang merupakan dua bagian dari sebuah bangunan perahu digunakan sebagai judul tesis ini.Sejauh ini 'Tanimbar hanya dilihat dari perspektif sejarah Maluku, khususnya Maluku Tenggara. Oleh sebab itu, jika perpegang pada pandangan tersebut, maka sejarah Tanimbar sangat terabaikan dari peter penyelidikan sejarah Indonesia. Memang diakui bahwa secara garis politik Tanimbar merupakan salah satu wilayah yang sangat terpencil dan tidak menarik perhatian para peneliti sejarah untuk meneliti daerah tersebut. Akan tetapi dimanakah sejarah dari bagian-bagian atau pulau-pulau yang juga memiliki riwayatnya sendiri-sendiri ? Apakah Tanimbar merupakan embel-embel dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ?Oleh sebab itu, kajian ini bertujuan; pertama, mengisi celah yang terjadi dalam penulisan sejarah Maluku, terutama mengenai pembukaan jaringan pelayaran antar-pulau di Maluku; kedua, mengungkapkan problematik interaksi masyarakat Tanimbar dalam menerima para pedagang asing (dalam hal ini Bugis Makassar dan Belanda); ketiga, mengukapkan posisi masyarakat Tanimbar dalam jaringan pelayaran di Indonesia Timur abad XIX.Berkaitan dengan itu, ruang lingkup kajian ini terdiri atas beberapa hal yaitu; (1) tentang kondisi ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat Tanimbar sebelum adanya kontak dengan daerah lain di Indonesia Timur melalui jaringan pelayaran dan perdagangan abad XIX; (2) Tujuan jaringan pelayaran tersebut, yang ternyata tidak semata-mata adalah kegiatan perdagangan, tetapi juga ada kegiatan lain; seperti upaya penyebaran agama, (Islam oleh para pedagang Bugis Makassar, Kristen Protestan dan Katolik oleh para pedagang Belanda); (3) Reaksi masyarakat Tanimbar terhadap berbagai macam hal baru yang dihadapinya dan (4) beberapa faktor yang menyebabkan Belanda meninggalkan. Tanimbar akhir abad XVIII dan kembali menguasai serta menempatkan Tanimbar dalam daerah kekuasaan Belanda secara tetap pada abad XIX.Keterlibatan Masyarakat Tanimbar dalam jaringan pelayaran di Indonesia Timur abad XIX tidak terlepas dari suatu kategori utama dalam mengkaji Asia Tenggara, yaitu port polity. Pemusatan pelabhuan dan pintu gerbang (entrepot) serta penyelenggaraan negara (polity) merupakan gejala yang hampir menyeluruh di Asia Tenggara kepulauan. Di dalam kerangka itu pula kajian Tanimbar dapat dilakukan.Kajian ini menggunakan pendekatan kelautan yang melihat wilayah perairan laut sebagai satu kesatuan dari berbagai macam satuan bahari yang pada perkembangannya menjadi satuan yang lebih besar. Dalam kerangka itu, wilayah perairan Tanimbar terbentuk yang dapat mengintegrasikan bagian-bagiannya menjadi satu kesatuan laut. Dalam proses lebih jauh, satuan laut tersebut juga berintegrasi ke dalam jaringan pelayaran di Indonesia Timur.Dalam konstalasi tersebut, posisi Tanimbar memainkan peranan dalam lalu lintas perdagangan di Indonesia Timur, di mana dari Tanimbar para pedagang asing (Bugis Makassar, Belanda dan Cina) memperoleh komiditi dagang seperti; tripang, mutiara, kerang mutiara, kulit penyu, sirip ikan hiu, agar-agar (rumput laut) dan sebagainya untuk dikirim ke Makassar, Batavia, Banten, Malaka, untuk dijual atau ditukarkan dengan bahan pakaian (tekstil) dan barang kebutuhan lainnnya untuk dibawa kembali ke Tanimbar. Dalam kegiatan tersebut, masyarakat Tanimbar bertintak sebagai pihak yang khusus menyediakan barang-barang dagang yang dijual kepada para pedagang asing.Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa melalui jaringan pelayaran tersebut, masyarakat Tanimbar bisa mengenal dan menerima hal-hal baru yang pada awalnya belum dikenal atau sudah dikenal tetapi lain daripada yang baru masuk. Misalnya, salah satu hal nyata yang sampai sekarang masih ada di Tanimbar, yakni model dan cara pembuatan perahu, yang ternyata model dan ketrampilan pembuatan perahu diperoleh dari para pelaut dan pedagang Butun. |