Secara teoritis, kemiskinan merupakan akibat dari praktek kebijakan ekonomi yang tak sesuai dengan azas keseimbangan. Islam menganggap disiplin ekonomi (pemanfaatan sumber daya produktif dengan pertimbangan efisiensi biaya dan optimalisasi manfaat sosial) sebagai bagian atau salah satu aspek keseimbangan dalam tanggungjawab sosial yang harus dijaga. Fungsi ekonomi sebagai bagian dari tanggungjawab sosial sangat diutamakan dalam Islam demi tercapainya keharmonisan dalam hubungan aghniya-masakin (kaya-miskin). Dalam Islam, banyak mekanisme tanggungjawab sosial bisa dilaksanakan, antara lain melalui zakat, infak sedekah, wakaf, jizyah, kharaj, rikaz, ghanimah, dan sebagainya. Tesis ini menaruh perhatian pada masalah pengelolaan dana zakat.Sesuai dengan persoalan yang diangkat dalam penelitian tesis ini yang berkaitan dengan paradigma sosial, yaitu pendayagunaan dana zakat bagi pemberdayagunaan umat, penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif, menelusuri hubungan sebab-akibat sebagaimana berlaku dalam penelitian "fakta sosial' dan juga pemahaman mendalam (verstehen dalam istilah Weber). Metodologi ini lebih bersifat mementingkan aspek kedalaman, bukan hanya berorientasi pada keluasan cakupannya.Persoalan zakat yang menyimpan potensi ekonomi sangat besar dipandang panting melihat cara memanfaatkannya didasarkan pada fungsi sosialnya bagi kepentingan masyarakat yang menyentuh kalangan miskin maupun kaya. Kendali Islam mendorong setiap pribadi untuk bekerja secara cerdas, berkompetisi dan berprestasi, Islam juga menentang kerakusan, keserakahan, dan kepemilikan kekayaan secara berlebihan. Apabila seluruh mekanisme tanggungjawab sosial yang Islami itu benar-benar dilaksanakan, masyarakat Islam bisa menjadi masyarakat dengan tingkat kesejahteraan tinggi, dan terbebas dari segala bentuk ketimpangan sosial. Dalam penelitian ini ditemukan, bahwa ternyata terdapat empat model organisasi pengelola zakat, yaitu model birokrasi (pemerintah), model organisasi bisnis, model organisasi sosial kemasyarakatan (ormas) dan model tradisional.Dalam hal penghimpunan dana zakat, sejumlah badan dan lembaga amil zakat yang menganut model birokrasi, model organisasi bisnis, dan model organisasi kemasyarakatan, telah mampu mengerahkan dana zakat dalam jumlah besar, dari ratusan juta rupiah hingga belasan miliar rupiah pertahun. Mereka mampu berbuat begitu karena mereka menerapkan prinsip dan proses manajemen pengelolaan zakat secara profesional. Pengelolaan zakat ditangani dengan perencanaan matang serta didukung suprastruktur dan infrastruktur yang memadai. Sementara itu, lembaga amil dengan model tradisional hanya mampu membuat kinerja konstan, dari tahun ke tahun tidak mengalami perkembangan berarti. Dalam hal pendayagunaan dana zakat, lembaga amil model organisasi bisnis dan model birokrasi sudah siap dengan rencana pendistribusian dan program pemberdayaan sehingga pemanfaatan dana zakat bisa dilakukan secara terarah. Hal ini antara lain disebabkan keunggulan manajemen mereka yang ditandai dengan penyusunan skala prioritas dalam pendayagunaan zakat yang dibuat atas dasar urgensi kebutuhan fakir-miskin dan Para asnaf lainnya. Selain itu, mereka juga menerapkan nilai-nilai akuntabilitas dan transparansi dalam manajemen keuangan, dan terbuka bagi auditing oleh akuntan publik. Semua itu dituangkan dalam sistem dan prosedur kerja yang rapi.Yang masih menjadi kelemahan umum organisasi amil zakat adalah lemahnya upaya pengembangan jaringan antar-lembaga (aliansi strategis), serta kegiatan koordinasi, integrasi dan sinergi. Apabila aspek manajemen ini diperbaiki, perolehan dana zakat diperkirakan akan dapat ditingkatkan dan program pemberdayaan umat pun dapat dilaksanakan secara lebih luas dan lebih terarah. Analysis on the Model of Zakah Fund Management in Indonesia: A Study on Zakah Fund Raising Agents and Institutions Theoretically, poverty is a phenomenon brought about by practices of economic policy that deviates the principle of equilibrium. Islam regards the economic discipline (the use of productive resources by taking into accounts of cost efficiency and most advantages of social utility) as part of equilibrium in the social responsibility. Economic function as part of social responsibility is urgently demanded by Islam in order to achieve a harmonious equilibrium in the relation-ship between the haves and the haves-not. In Islam, many social responsibility mechanisms can be performed among others through zakah, infak, sedekah, wakaf jizyah, kharaj, rikaz, ghanimah, and so forth. This thesis pays attention to the problems of zakah fund management. In accordance with the problem brought up in the research of this thesis that relates to the social paradigm (the utility of zakah fund for ummah empowerment), this research used qualitative methodology, tracing the cause-effect relationship as validated in the research on "social fact" and deep comprehension (versetehen as Weber saying). This methodology puts heavier stresses on the depth aspect, in addition to the breadth aspect.The zakah problem hides a huge economic potential, so it is considered import-ant to view how it is utilized, based on its social function for the community interest that affects the haves and the haves-not communities. As we know that not only does Islam motivate every individual to work, compete and achieve smartly, but it also aggresses greediness, covetousness and exaggerate ownership of asset. If all the mechanisms of social responsibility is really carried out, the Islamic community can be the one with high level of prosperity, and free from any kinds of social deviation.In this research, it was found that there are four models of zakah fund raising agents or institutions, namely the bureaucracy model, the business organization model, the non-government organization model and the traditional model.In the case of zakah fund collection, a number of zakah fund raising agents or institutions with the bureaucracy model, the business organization model, the non-government organization model can mobilize zakah fund in a huge account, from hundreds million rupiah up to teens billions rupiah. They are able to do so now that they apply the principles and the processes of professional management. The zakah is tackled in Islamic shariah, with fine planning and supported further by sufficient infrastructures and supra-structures. Meanwhile, the zakah fund raising institutions with the traditional model can only make a constant performance, year after year they do not undertake a significant development. In the case of zakah fund utility, the zakah fund raising agents or institutions with the bureaucracy model and the business organization model, usually prepare with planned distribution and empowerment programs so that the utility of the zakah fund can be performed in a directed manner. This is partly caused by their management excellence that is marked by the arrangement of priority scale in the use of the fund on the basis of the haves-not needs. Besides, they also apply the values of accountability and transparency in the finance management, and be open to audit by the public accountants. All it is detailed in the neat procedure and system.That what is still a general weakness in the zakah fund raising organizations is the weak effort in inter-institutional network development (strategic alliance), as well as coordination, integration and synergism. If these aspects of management are mended, the mobilization of zakah fund will presumably be able to be increased and the empowerment programs for the community (ummah) can be performed in a broader scale. |