Institusi pesantren mempunyai sejarah yang sangat panjang dalam sejarah bangsa Indonesian mulai dari masa kolonialisasi Belanda sampai sekarang. Pesantren menjadi bagian yang tidak tepisahkan dengan budaya lokal masyarakat Indonesian terutama masyarakat jawa, malah pesantren sudah dianggap sebagai sebuah subkultur tersendiri dalam masyarakat. Perjalanan panjang sejarah pesantren dari masa ke masa telah memberikan bentuk tersendiri dalam perkembangan pesantren. Sebagai sebuah institusi yang hadir dalam sebuah ruang yang `tidak hampa udara', mau tidak mau pesantren harus mampu menyesuaikan dan mengembangkan diri seiring dengan perkembanagan zaman dan masyarakat sekitar, namun demikian di sisi lain tidak bisa dipungkiri bahwa pesantren tetap teguh dengan tradisi yang tetap dipertahankan dan dipeliharan dari masa ke masa, dan menjadi sebuah kebanggaan bagi masyarakat pesantren. Kemampuan pesantren untuk tetap exist dan survive di tengah-tengah memang sudah terbukti; dari sejak awal berdirinya di akhir abad sembilan belas sampai sekarang, kondisi pesantren semakin berkembang baik secara kuantitaif maupun kualitatif Banyak faktor yang menyebabkan kenapa pesantren masih tetap bertahan dari dulu sampai sekarang dan tetap menjadi institusi yang berarti dalam masyarakat tertentu baik lewat output dari pesantren itu sendiri maupun dari kharisma pempimpin pesantren tersebut.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang membuat pesantren tetap bertahan (survive) dari dulu sampai sekarang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini akan dilihat dari organisasi penyelenggar pesantren, sisi kepemimpinan serta nilai-nilai tradisi yang dimilki oleh pesantren .Penelitian ini menggunakan metode qualitatif dan dilakukan di pesantren Tebuireng yang berlokasi di desa Cukir, kecamatan Diwek, Jombang Jawa Timur. Pesantren ini mempunyai sejarah panjang mulai dari akhir abad kesembilan belas sampai sekarang tetap survive di tengah-tengah masayarakat. Dari hasil penelitian di pesantren tersebut terlihat bahwa pesantren Tebuireng, ada beberapa hal yang berubah dan dikembangkan di pesantren Tebuireng, misalnya membentuk organisasi penyelengara pesantren dengan suatu badan yaitu Yayasan juga perubahan orientasi kepemimpinan dari tradisional ke arah manajemen modern yang tidak lagi memunculkan figur sentral.Namum uniknya walapun telah menerapkan manajemen modern, figure pemimpin tetap harus berada di Langan keturunan langsung darah biru kiyai. Begitu juga dalam hal kurikulum, sistem dan bangunan fisik yang terus disesuaikan dengan zaman. Namum demikian nilai-nilai spiritual yang mengarah kepada kesucian batin tetap dipertahankan, nilai-nilai akal budi dan moral seperti nilai keikhlasan, kesederhanaan, mandiri dalam hidup, rasa penghormatan yang kuat terhadap guru atau kiyai serta metode sorogan dan bendongan dalam penyelenggaraan belajar mengajar kitab Islam klasik dengan cara lesehan dalam mesjid tetap dipertahankan walaupun pada saat yang sama, pesantren juga mengadopsi sistem pengajaran modern di ruangan kelas yang menggunakan meja dan kursi.Dewasa ini,pesantren yang mengklaim dirinya sebagai pesantren salaf (tradisionai) murni sudah sulit dijumpai. Walaupun mereka bangga dengan nama salaf yang senantiasa dilabeikan di belakang nama pesantren, namum pada kenyataan nilai-nilai di luar nilai-nilai salaf tetap diadopsi dalam rangka menyesuaikan diri dengan perkembanagn zaman. Ha! ini pula barangkali yang menyebabkan pesantren dengan segala tradisinya tetap eksist, survive dan tetap bisa diterima di tengah-tengah masyarakat.Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pesantren Tebuireng yang didirikan oleh seorang ulama besar, KH. Hasyim Asy'ary dan sekarang dipimpin oleh putranya yaitu KH Yusuf Hasyim dimana telah menghasilkan beberapa tokoh lokal dan nasional terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman tanpa meninggalkan tradistradisi tertentu yang mereka anggap masih relevan untuk dipertahankan. Eksistensi pesantren tersebut masih tetap diperhitungkan oleh masyarakat; pesantren ini tetap menjadi `kiblat' persoalan-persoalan keagamaan bagi masyarakat sekitar, anima masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di pesantren tersebut jugs masih cukup tinggi walapun berbagai institusi pendidikan modern sebuah berjaritur dalam masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kemampuan pesantren untuk memodifikasi diri dan mempertahankan tradisi yang masih tetap dikehendaki oleh masyarakat, baik dalam hal kepemimpinan, organisai penyelenggaraan pendidikan. |