:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

DI-TII di kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya mari batalyon X07 KGSS hingga resimen II Hasanuddin

Ali Hadara; Leirissa, Richard Zakarias, supervisor (Universitas Indonesia, 1998)

 Abstrak

Informasi tentang DI-TII Kahar Muzakkar yang beroperasi dan bergerilya di kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya, secara inplisit dan singkat, terdapat dalam tulisan SEM DAM XIV/HN (1964), Dinas Sejarah Militer TNI-AD (1979), Cornelis van Dijk (1983), Barbara Sillars Harvey (19B9), Anhar Gonggong (1992), dan M. Bahar Mattalioe (1994). Bagian terbesar dan utama dari tulisan mereka, secara spatial, masih terbatas di Sulawesi Selatan, atau memposisikan gerilyawan yang beroperasi di Sulawesi Tenggara dalam kerangka pemberontakan DI-TlI Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Mengapa pemberontakan merembet ke Sulawesi Tenggara dan terkonsentrasi di kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya serta bagaimana aktivitasnya di sana, belum dijelaskan secara tuntas dan memadai. Selain itu, tulisan mereka masih terfokus pada aspek latar belakang pemberontakan dengan tekanan utama diarahkan pada figur pemimpinnya, Kahar Muzakkar, serta fenomena gerilya darat. Bagaimana dampaknya, terutama perubahan mendadak dalam struktur sosial pemukiman dan struktur sosial ekonomi, dan gerilya laut yang dijalankan kaum pemberontak, masih terabaikan.
Selain mencoba mengatasi masalah tersebut, penelitian ini dilakukan pula sebagai bagian dari upaya untuk memenuhi keinginan penulisan sejarah tanah air Indonesia yang sesungguhnya, yang mencoba menjelaskan peristiwa di darat dan di laut secara seimbang dan proporsional, sebagai konsekwensi logis dari kondisi geografis Indonesia sebagai negara laut atau negara bahari terbesar di dunia.
Ketersediaan sumber-sumber dalam bentuk arsip yang memadai dan dalam jumlah yang cukup besar, memungkinkan penggunaan metodologi (pendekatan) sejarah empiris dan individualis (Lloyd, 1993) dalam penelitian ini. Beberapa pendekatan dan teori yang menjadi rujukan untuk membantu menjelaskan masalah yang diteliti, adalah pendekatan sea systems (Braudel, 1971) dan heartsea (Lapian, 1996) saduran dari heartland yang dikembangkan oleh Mackinder, pendekatan sosial budaya pesse (Gonggong, 1992) dan teori solidaritas mekanik Durkheim (Johnson, 1988), teori hubungan otoritas dan konflik sosial Dahrendorf (Johnson, 19B6), serta teori collective action yang dikembangkan Tilly (1978).
Disimpulkan bahwa sejak mula hingga berakhirnya pemberontakan, Sulawesi Tenggara dijadikan sebagai basis alternatif sesudah Sulawesi Selatan. Faktor-faktor internal dan eksternal yang mengakibatkan timbulnya insolidaritas dan desintegrasi pihak pemberontak di Sulawesi Selatan serta daya tarik geografi, ekonomi, sosial budaya, agama, sejarah, dan politik menjadi penyebab utama merembetnya pemberontakan ke Sulawesi Tenggara yang kemudian memperkuat posisinya di kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya. Dari aspek geografi, Sulawesi Tenggara memiliki hutan tropis yang sangat luas, morfologi bergunung dan berbukit-bukit dengan tingtingkat kepadatan penduduk yang relatif sangat kecil. Kondisi demikian sangat menguntungkan bagi perang gerilya. Sementara perairan Tiworo dan sekitarnya merupakan "laut inti" (heartsea) dalam "sistem laut" (sea systems) dan selat serta penghubung antara wilayah daratan dan wilayah kepulauan di Sulawesi Tenggara. Penguasaan kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya menjadi batu loncatan untuk menguasai seluruh daratan dan kepulauan Sulawesi Tenggara.
Dari segi ekonomi, daratan Sulawesi Tenggara dan kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya memiliki sumber daya alam yang sangat penting, umpamanya kopra, ratan, kayo, tambang nikel dan aspal yang didukung oleh tradisi pelayaran dan perdagangan di wilayah pesisir dan kepulauan. Dari aspek sosial budaya, lebih dari separuh kawasan (barat dan utara) perairan Tiworo didominasi oleh etnis Bugis-Makassar. Kehadiran gerilyawan dianggap sebagai "sekampung" (pesse) oleh mereka. Sementara dari aspek sejarah dan politik, terutama Kolaka, adalah pusat pergerakan pemuda pro kemerdekaan yang terhimpun dalam berbagai organisasi kelasykaran dan sebelum terintegrasi ke dalam wilayah Daerah (Swatantra) Sulawesi Tenggara, adalah bagian dari pemerintahan Afdeling Luwu dan basis Muhammadiyah dan PSII dua organisasi Islam yang mempunyai ikatan historis-kultural dengan pihak pemberontak.
Selama pergolakan, berlangsung secara efektif permintaan uang dari rakyat, yang mereka namakan "sumbangan atau sokongan perjuangan" serta jenis pungutan lain, penguasaan sumber-sumber ekonomi terpenting, merekrut sumber daya manusia, berlangsung apa yang disebut "perdagangan gelap" (smokkel) dan berbagai fenomena gerilya laut misalnya penghadangan dan perampokan perahu, mobilitas antar pulau dan antar pelabuhan. Kehadiran gerilyawan berdampak terhadap perubahan mendadak struktur sosial pemukiman dan struktur sosial ekonomi yang kemudian bermuara pada kemiskinan struktural dan kelaparan di desa-desa terpencil, seraya -- kendatipun tidak secara langsung -- menimbulkan gerilyawan liar anggota Pasukan Djihad Konawe (PDK), akan tetapi pasukan tersebut kemudian "dikoordinasi secara imperatif" (imperatively coordinated) oleh pihak pemerintah dan TNI untuk sama-sama menghadapi pemberontakan DI-TII atau sama-sama bertanggung jawab untuk ikut mengatasi masalah keamanan Sulawesi Tenggara. Tampaknya gerilyawan yang beroperasi di kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya termasuk dalam kategori "gerakan kolektif" (collective action), kendatipun terdapat individu tertentu yang mempunyai perhatian dan kepentingan yang berbeda.
Kehancuran total yang disebabkan oleh aktivitas gerilyawan selama lebih kurang 15 tahun, mendorong Pemerintah Daerah Sulawesi Tenggara mengajukan proposal rehabilitasi besar-besaran kepada Pemerintah Pusat pada tahun 1965, terutama ditujukan kepada wilayah-wilayah yang selama sepuluh tahun terakhir dilanda kekacauan. Akan tetapi gagasan rehabilitasi baru mulai terwujud melalui program resettlement desa dan transmigrasi sebagai main program lima tahun mendatang (1967-1971). Sejak itu mulailah dilakukan eksodus dan restrukturisasi besar-besaran ke daerah-daerah yang dilanda kekacauan, terutama kawasan perairan Tiworo dan sekitarnya.

 File Digital: 1

Shelf
 T2328-Ali Hadara.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T2328
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 1998
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 169 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T2328 15-18-235356579 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 76904