Pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diikuti pula dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, yaitu penyerahan berbagai sumber penerimaan daerah bagi penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan pembangunan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.Selanjutnya keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, harus didukung dengan ketersediaan dan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari penerimaan Pendapatan Asti Daerah (PAD). Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting dan strategis untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Kemampuan keuangan suatu daerah diukur melalui seberapa besar peranan atau kontribusi PAD dalam membiayai seluruh pengeluaranpengeluaran daerah, termasuk belanja rutin daerah. Semakin besar kontribusi PAD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maka semakin besar tingkat kemandirian suatu daerah sehingga semakin kecil ketergantungan daerah untuk menaapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin kecil kontribusi PAD dalam APBD maka semakin besar tingkat ketergantungan daerah untuk menerima bantuan dana dar! pemerintah pusat. Oleh karena itu, pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan penerimaan daerah dengan menggali dan rnengembangkan seluruh sumber-sumber keuangan daerah sendiri berdasarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.Tujuan penelitian dalam tests ini adalah menganalisa kondisi atau kemampuan keuangan daerah Kota Palembang secara umum dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah, serta merumuskan alternatif kebijakan yang mungkin dapat dilaksanakan dalam upaya meningkatkan kemampuan keuangan daerah, khususnya peningkatan PAD. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendapatan Daerah sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemungutan dan pengelolaan penerimaan daerah di masa yang akan datang.Kemampuan keuangan daerah Kota Palembang diukur melalui indikator-indikator penerimaan keuangan daerah, yang meliputi antara lain rasio kecukupan penerimaan (Revenue Adequacy Ratio), rasio efisiensi, rasio effektivitas, dan rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB. Kenludian perumusan dan pemilihan alternatif kebijakan peningkatan PAD Kota Palembang dilakukan dengan pendekatan The Analytic Hierarchi Process (AH P).Berdasarkan hasil analisa diketahui bahwa rasio kecukupan penerimaan daerah Kota Palembang TA 1998/1999-2002, baik terhadap belanja rutin maupun terhadap total pengeluaran daerah belum memadai, yakni kurang dari 20 % dari pengeluaran daerah. Rata-rata rasio kecukupan penerimaan PAD terhadap belanja rutin dan terhadap total pengeluaran daerah pada periode tersebut masing-masing sebesar 17,43 % dan 13,32 %. Sementara itu, rasio elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB TA 1993/1994-2001 sangat berfluktuasi, namun secara keseluruhan rata-rata elastisitas PAD terhadap perubahan PDRB bersifat elastis sebesar 1,14 %.Pemilihan kebijakan peningkatan PAD yang diprioritaskan untuk dilaksanakan menurut penilaian 5 responden berdasarkan hasil sintesa akhir global dengan menggunakan rata-rata ukur adalah kebijakan memperluas jenis pajak daerah dan retribusi daerah, dengan bobot prioritas mencapai 0,255. Prioritas kebijakan selanjutnya berturut-turut adalah memperbaiki sistem manajemen PAD dan pelaksanaan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan motivasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, dengan Bobot prioritas sebesar 0.250 dan 0.249. Kebijakan pelaksanaan mekanisme pengawasan dan sanksi terhadap subjek pajak berada pada urutan terakhir dengan bobot prioritas sebesar 0,246. |