Peran ganda kota Jakarta, yaitu sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai kota metropolis serta sebagai kota Propinsi Daerah Tingkat I, telah mengakibatkan masalah kebersihan menjadi suatu masalah urgen bagi kota Jakarta. Pada sisi lain, karena masalah kebersihan merupakan suatu jenis pelayanan perkotaan, maka pelayanan kebersihan merupakan suatu sumber retribusi yang potensial bagi PAD DKI Jakarta.Berbagai faktor yang diteliti pada organisasi Dinas Kebersihan DKI Jakarta, yaitu; structure, strategy, system, staff skill, style dan shared values dengan pendekatan model "seven s" sebagaimana dikemukakan oleh Mc. Kinsey, temyata tidak terlaksana dengan balk. Dan ketujuh "s" dalam model seven s tersebut, strategi fungsional yang ditetapkan oleh Suku Dinas Kebersihan (functional level strategy), gaya kepemimpinan, serta tingkat kesejahteraan staf, dapat dikatakan signifikan terhadap efektivitas pengelolaan sampah. Namun hal ini tidak banyak berpengaruh dilihat dari model seven s, karena menurut model tersebut ketujuh s merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan saling terpengaruh.Nampak pula bahwa penarikan retribusi sampah belum efektif sebagai akibat dari sistem yang belum tertata dengan baik dan kewenangan Suku Dinas Kebersihan yang sangat terbatas. Kondisi seperti itu, mengakibatkan perolehan retribusi sampah relatif kecil dibanding potensi dan konstribusinya terhadap PAD DKI Jakarta sangat kecil.Berkaitan dengan itu, maka pemerintah DKI Jakarta seyogyanya membenahi organisasi Dinas Kebersihan yang secara fungsional bertanggung jawab dalam pengelolaan kebersihan. Organisasi Dinas Kebersihan yang tertata dengan baik, disamping meningkatkan efektivitas pengelolaan sampan, juga meningkatkan perolehan retribusi kebersihan sebagai imbalan langsung atas jasa pelayanan yang diberikan. |