Wilayah segitiga pertumbuhan dalam perspektif ketahanan nasional: studi kasus SIJORI
Silmiyanti Zurlen;
Lepi Tanadjaja Tarmidi, supervisor; Parapat, Farel M., supervisor; Wan Usman, examiner; Edi Sugardo, examiner; Burhan Djabir Magenda, examiner
(Universitas Indonesia, 1998)
|
Era globalisasi melanda dunia yang telah dimulai pada tahun 1973 dengan adanya embargo minyak oleh Timur tengah terhadap negara-negara Barat, telah memaksa dunia untuk mencari wilayah di belahan dunia lain untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (Sunardi, 1997). Mulailah kerjasama antar negara makin mengglobal, batas-batas negara mulai samar, kepentingan ekonomi menjadi motor penggerak di tiap penjuru dunia. Ciri dari globalisasi ini makin menguat ketika secara perlahan perang dingin berakhir dengan pecahnya negara Uni Sovyet akibat Glasnost dan Perestroika yang memberikan indikasi, bahwa dunia akan berubah secara global dan drastis. Kecenderungan duniapun berubah kepada bentuk kerjasama regional berdasarkan kedekatan geografi (memiliki wilayah strategis). Kecenderungan beberapa dekade terakhir memperlihatkan semakin banyaknya terbentuk blok-blok kerjasama ekonomi regional sebagai bentuk adanya interdependensi antar negaranegara di dunia. Hal ini tak luput melanda kawasan Asia Tenggara, dalam hal ini adalah negara-negara ASEAN yang dibentuk karena adanya kedekatan geografis dalam satu kawasan (Ibid).Pembentukan regionalisasi ini umumnya didorong kondisi ekonomi negara di kawasan tersebut yang semakin berhubungan erat, satu sama lainnya. Melalui pembentukan kerjasama regional tersebut diharapkan akan dapat meningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi diantara sesama negara anggota (Hendra Esmara, 1994: 67).Gagasan wilayah segitiga pertumbuhan (growth triangle) telah dipromosikan sebagai suatu model kerjasama ekonomi di lingkungan ASEAN, yang melibatkan baik sektor swasta maupun pemerintah dari beberapa negara ASEAN. Seperti gagasan kerjasama ekonomi ASEAN, dasar manfaat segitiga pertumbuhan perlu didapatkan pada komplementaris masing-masing pihak, yang karenanya dalam proses akan diperoleh manfaat dari spesialisasi dan produksi dengan skala ekonomis.Salah satu konsep segitiga pertumbuhan yang dianggap sukses hingga kini adalah kerjasama wilayah SIJORI. Konsep segitiga pertumbuhan yang dilontarkan pada bulan Desember 1989 oleh wakil I PM Singapura Goh Chok Tong, yang meliputi tiga wilayah di tiga negara ASEAN, yaitu Singapura, Johor (Malaysia) dan Riau (Indonesia) telah menimbulkan sambutan dari berbagai kalangan. Adapun pemikiran tersebut terlihat dari adanya hubungan ekonomi antara Pulau Batam dan Singapura yang secara geografi saling berdekatan. Pembangunan Pulau Batam yang telah dilakukan sejak tahun 1970 yang pada prinsipnya merupakan upaya untuk mengembangkan wawasan strategis dalam rangka?. |
T10461-Silmiyanti Zurlen.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Universitas Indonesia, 1998 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resources |
Deskripsi Fisik : | vii, 130 pages : illustration ; 30 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-Pdf | 15-18-442929697 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 77447 |