Problema Pengobatan Kanker Larings Dibagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rs Dr Ciptomangunkusumo
R. Sigit Koesma;
(UI-Press, 1980)
|
Tumor larings telah dikenal sejak zaman kuno. Soerhave dan Morgagni pada abad ke 17, setelah melakukan otopsi, mengumumkan bahwa tumor larings merupakan penyebab kematian penderita itu. Tetapi karena kesukaran melakukan pemeriksaan larings pada penderita, para ahli pada waktu itu tidak berhasil menegakkan diagnosis tumor larings yang menyebabkan sumbatan larings sehingga mengakibatkan kematian. Seteiah Chevalier Jackson menciptakan laringoskop, barulah pemeriksaan dan diagnostik kelainan di larings, terutama karsinoma larings, berkembang dengan pesat. Dengan laringoskopi langsung kelainan di daerah glotis dan supraglotis, tempat yang sering ditemukan karsinoma, dapat dilihat dengan jelas. Apalagi setelah Gustav Killian memperkenalkan laringoskop suspensi, dan pada zaman modern ini, dengan pemakaian mikroskop operasi, tiap bagian dari larings dapat diperiksa dengan lebih jelas dan intensif sekali. Dengan cara ini dapat diambil biopsi jaringan dengan tepat untuk pemeriksaan histologik. Jackson membuat ketentuan, bahwa pada seorang penderita yang berumur sekitar 50 tahun, bila suaranya parau lebih lama dan pada parau yang disebabkan oleh influenza, maka penyebabnya dapat diperkirakan oleh suatu tumor larings, kecuali bila dapat dibuktikan_ bahwa tidak ditemukan adanya tumor di larings. Ternyata ketentuan dari Jackson ini terbukti benar, sehingga dengan dcmikian pada tiap penderita dengan suara parau lebih lama dari 2 minggu, haruslah diperiksa dengan teliti, dengan laringoskopi tak langsung, maupun dengan laringoskopi langsung. Pemeriksaan laringoskopi langsung perlu sekali dilakukan, bila pada laringoskopi tak langsung, komisura anterior tidak dapat dilihat dengan jelas, oleh karena tempat ini merupakan tempat predileksi untuk kanker primer di pita suara, dan dengan cara ini pula diambil biopsi dari tumor untuk pemeriksaan histologik. untuk mendiagnosis jenis tumor. Cara pemeriksaan radiologik. dengan melakukan tomografi. besar tumor dapat dilihat, sehingga dapat dilihat pula sampai kemana meluasnya tumor itu di larings. Pada tahun terakhir ini para ahli mencoba mengetahui adanya karsinoma "in situ" di daerah yang dicurigai, dengan melakukan pewarnaan "in vivo" memakai biru toluidin. Tetapi pewarnaan ini masih belum dapat dipercaya, karena selain dari pada sel kanker, juga sel radang mengambil warna biru sehingga bukan saja pada karsinoma "in situ" yang menjadi biru, tetapi juga suatu erosi dilarings akan berwarna biru. Pada karsinoma larings, jika pada pewarnaan dengan biru toluidin pada pemeriksaan laringoskopi langsung, selain dari pada tumor yang secara makroskopik kelihatan juga ada bagian lain yang berwarna biru oleh zat warna itu, maka sebaiknya selain dari pada biopsi dari jaringan tumor yang tampak itu, dilakukan juga biopsi di tempat yang berwarna biru itu. Apabila pada pemeriksaan histologik bagian itu ternyata suatu karsinoma, maka berarti tumor lebih luas dari pada jaringan tumor yang tampak makroskopik, atau ada sarang primer lain. Pengobatan kanker larings masih tetap merupakan problems yang sukar diatasi, oleh karena yang harus dikeluarkan ialah pita suara dan sekitarnya, sedangkan organ ini diperlukan untuk berbicara, untuk berkomunikasi. Disfoni sampai afoni pada stadium dini sudah sangat mengganggu penderita dalam pergaulan sehari-hari. Dan makin lanjut penyakitnya, makin gawat gejalanya, selain dari pada afani, juga pernapasan terganggu, dengan stridor, sesak napas dan asfiksia. Sebelum tahun 1967, pengobatan karsinoma larings yang dapat diberikan di sini hanyalah radioterapi, kuratif maupun paliatif untuk semua stadium. Jika setelah radioterapi ternyata terjadi residif, maka pada waktu itu kita tidak dapat berbuat apa-apa. Sehingga dengan terusnya meluas tumor itu saluran napas makin sempit, dan akhirnya tersumbat sama sekali Paling-paling hanya dapat dibuatkan trakeostoma untuk menjamin jalan napas, tetapi penjalaran serta membesarnya tumor itu tidak dapat dicegah. Larings menjadi besar, keras dan terfiksasi. Seluruh kulit leher menjadi tebal dan kaku oleh karena infiltrasi kanker menjalar ke kulit. Ke posterior, tumor akan menyumbat esofagus, sehingga terjadi disfagia, dan dengan demikian perlu dibuatkan gastrostomi. Akhirnya penderita ,meninggal, selain oleh karena asfiksia, juga olah karena kurang makan dan perdarahan masif karena pecahnya pembuluh darah di mediastinum. |
PGB 0069-R Sigit Koesma-FK-1980.pdf :: Unduh
|
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
PGB 0069 | 0069 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 77457 |