PendahuluanDalam studi-studi yang berkaitan dengan kebijakan industri Jepang (Komiya, 1988; Toshimasa, 1988), tahun 1960-an disebut-sebut sebagai Era Pertumbuhan Cepat (kodo keizai seichb/High-Speed Growth Era). Meskipun demikian banyak yang berpendapat bahwa pertumbuhan yang sangat cepat atau lebih dikenal dengan "Japanese Miracle" (keajaiban Jepang) itu dimulai pada tahun 1962, yaitu ketika produksi mencapai sepertiga dari yang dicapai tahun 1975 (Johnson, 1982: 3).Kemampuan Jepang membangun ekonominya membuat banyak ilmuan yang tertarik ingin menjelaskan faktor-faktor kemajuan ekonomi Jepang. Antara lain seorang ilmuan berkebangsaan Amerika yang terkenal Ezra F. Vogel menulis buku yang berjudul Japan is Number One dan Robert N. Bellah yang menulis buku Tokugawa Religion, the values of Pre-industrial Japan.Chalmers Johnson dalam bukunya MITI (Tsosho Sangyo Sho) and Japanese Miracle memilah kajian-kajian tentang "keajaiban" ekonomi Jepang tersebut berdasarkan tujuan dan identifikasi, walaupun dalam kenyataannya hal itu sating tumpang tindih.Pertama, analisis yang berkaitan dengan karakter nasional yang berorientasi antropologis. Kelompok ini berpendapat bahwa "keajaiban" ekonomi terjadi karena orang Jepang memiliki keunikan dan kapasitas yang diperoleh secara kultural dalam hal bekerja sama. Sumbangan yang paling penting dari aspek budaya untuk kehidupan ekonomis adalah konsensus, yaitu persetujuan antar pemerintah, partai politik, pemimpin industri, dan masyarakat dalam mengutamakan tujuan ekonomi bagi seiuruh masyarakat. Beberapa istilah yang menunjuk pada kapabilitas orang Jepang adalah: rolling consensus, private collectivism, inbred collectivism, spiderless cobweb, dan Japan, Inc. (Johnson, 1982: 7-8).Kedua, analisis yang dinamakan "no miracle occurred". Ini terdapat pada karya-karya yang didasarkan pada kajian ilmu ekonomi. Analisis ini bukan berarti dipahami bahwa tidak ada yang terjadi pada ekonomi Jepang, tetapi para ekonom melihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang terjadi itu telah melebihi batas normal dari kekuatan pasar (Johnson, 1982: 9-10). Pertumbuhan ekonomi Jepang pada Era Pertumbuhan Cepat melebihi rata-rata 10% pertahun.Ketiga, analisis yang menekankan "unique stuctural features". Penjelasan ini didukung oleh ilmuan-ilmuan di bidang labor relation, the savings ratio, corporate management, the banking system, welfare system, general trading corporation, dan institusi modern lainnya. Keunikan itu terdapat pada apa yang biasa disebut dengan "three sacred treasure"- "life time" employment system (Shushin koyosei), the seniority wage system (nenkO joretsu), dan enterprise unionism. Menurut Amaya Naohiro ketiga hal tersebut merupakan esensi dari apa yang is istilahkan dengan sistem ekonomi uchiwa. Selain itu Yoshihisa mengatakan fenomena (tiga hal itu) orang Jepang yang beragam secara tipikal yang membantu Jepang dalam meningkatkan high-speed growth (qtd. in Johnson, 1982: 11).Keempat, analisis yang dinamakan free ride, yaitu pendekatan yang menekankan kenyataan Jepang dalam hal keuntungan-keuntungan sementara dalam memulai pertumbuhan yang tinggi setelah Perang Dunia II. Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan yang tinggi terjadi karena adanya kerjasama dengan Amerika. Ada tiga hal yang mendukung penjelasan ini, yaitu kurangnya pengeluaran anggaran untuk pertahanan, akses pada pasar ekspor utama telah ada, dan alih teknologi yang murah (Johnson, 1982: 15-17). |