ABSTRAK Tesis ini membahas isu sehubungan akan berakhirnya masa kontrak bagi hasil Coastal Plains/Pekanbaru pada tanggal 09 Agustus 2001. Metode yang digunakan adalah analisa NPV dan IRR serta SWOT berdasarkan data produksi CPP PSC sejak tahun 1977 sampai dengan tahun 1997. Agar memudahkan pembahasan, dibuat dua macam skenario dalam pengelolaan blok CPP setelah tahun 2001. Skenario pertama adalah melakukan sedikit investasi untuk menjaga produksi secara primary recovery sedangkan skenario kedua adalah melakukan investasi relatif besar untuk proyek waterflood. Hasil analisa tersebut digunakan sebagai acuan untuk menentukan keputusan terbaik bagi Pertamina dan pemerintah. Ditinjau dari sudut pandang Pertamina, sesuai skenario 1, nilai komersial blok CPP pada status 01 januari 2001 adalah antara US$ 147,75 juta dan US$106,44 juta jika dihitung berdasarkan harga minyak flat US$14,50 per barrel dan discount rate bervariasi antara 6% sampai dengan 15%. Dengan tambahan investasi sebesar US$1,03 milyar sesuai skenario 2 untuk melakukan proyek waterflood, nilai komersial blok CPP berkhisar antara US282,69 juta dan US$101,70 juta serta IRR=31%. Ditinjau dari sudut pandang kontraktor, sesuai skenario 1, nilai komersial blok CPP pada status 01 Januari 2001 adalah antara US$144,09 juta dan US$104,58 juta jika dihitung berdasarkan harga minyak flat US$14,50 per barrel dan discount rate bervariasi antara 6% sampai dengan 15%. Dengan tambahan investasi sebesar US$1,03 milyar sesuai skenario 2 untuk melakukan proyek waterflood, nilai komersial blok CPP berkhisar antara US$238,53 juta dan US$76,31 juta serta IRR=27%. Walaupun secara ekonomis blok CPP lebih menguntungkan jika dikelola oleh Pertamina sendiri setelah tahun 2001, namun dari analisa SWOT sederhana tampak bahwa Pertamina akan kesulitan dana investasi pada kondisi krisis ekonomi saat ini sehingga keputusan terbaik adalah tetap memberikan perpanjangan kontrak kepada kontraktor. |