:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Movement Patterns Of The Sulawesi Red-Knobbed Hornbill, Aceros Cassidix In Tangkoko-Dua Sudara Nature Reserve, North Sulawesi

Suer Suryadi; Soekarja Somadikarta, supervisor; Timothy G. O`Brien, supervisor; Adi Basukriadi, examiner; Abinawanto, examiner (Universitas Indonesia, 1997)

 Abstrak

Di Indonesia terdapat 13 jenis rangkong, tiga di antaranya berstatus endemik yaitu rangkong Sulawesi (Aceros cassidix), kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), dan rangkong Sumba (Aceros everetti). Seluruh jenis rangkong tersebut sudah dilindungi oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1931, namun keberadaanya masih sangat mengkhawatirkan karena perburuan, dan perubahan habitat.
Penelitian mengenai ekologi dan biologi rangkong Sulawesi sudah banyak dilakukan namun informasi mengenai pola pergerakan belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daerah jelajah, pergerakan harian, site fidelity (kesetiaan pada tempat) dan penyebarannya berdasarkan ketinggian dari permukaan laut. Informasi yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi usaha konservasi rangkong Sulawesi pada khususnya, dan Cagar Alam Tangkoko-Dua Sudara (TDS) pada umumnya.
Penelitian dilakukan di Cagar Alam Tangkoko-Dua Sudara, Sulawesi Utara sejak bulan Oktober 1994 hingga Juni 1995, dengan menggunakan teknik radiotelemetri. Sembilan ekor jantan rangkong Sulawesi berhasil ditangkap dengan menggunakan jaring penangkap (mist net). Pada bagian punggung burung-burung tersebut dipasang radio pemancar (transmitter) dengan frekuensi yang berbeda-beda, antara 164-165 MHz. Burung-burung tersebut dipantau (track) dengan meggunakan alat penerima (receiver) dari beberapa stasiunpemantau permanen di puncak bukit atau menara (tinggi 20 m dari permukaan tanah) di sekitar tepi kawasan TDS.
Pemantauan dilakukan selama 3 hari dalam seminggu; pagi hari (06.00-12.00), siang hari (12.00-18.00) clan satu hari penuh (06.00-18.00) dengan total waktu 24 jam seminggu. Dua pengamat dari stasiun yang berbeda pada waktu yang sama memantau arah burung selama tiga menit dengan interval waktu satu jam..
Peta TDS berskala (1:50.000) di "digitizing" dengan menggunakan program CAMRIS, sebuah perangkat keras komputer untuk sistem informasi geografi. Hasil tersebut digunakan untuk menganalisa lokasi burung pada setiap elevasi. Irisan dari rata-rata lokasi mingguan dihitung untuk menduga tingkat kesetiaan pada tempat (site fidelity) dari rangkong terhadap lokasi pergerakannya.
Analisa data hanya dilakukan pada enam ekor rangkong karena 3 buah radio pemancar jatuh pada awal penelitian. Penentuan luas daerah jelajah rangkong dihitung berdasarkan minimun convex polygons dari 600 jam data. Daerah jelajah rangkong bervariasi dari 39,8 hingga 55,8 km2. Rata-rata jarak jelajah harian adalah 10,49 km, tetapi beberapa individu mampu terbang sejauh 30 kin dalam sehari.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa rangkong cenderung untuk tinggal di wilayah Tangkoko, khususnya dari ketinggian 0 hingga 400 m dari permukaan lout. Namun demikian, tiga ekor rangkong terdeteksi di sekitar wilayah Dua Sudara, 13atuangus, dan Hutan Lindung Wiau.
Rangkong yang diteliti menu njukkan pergerakan harian yang cukup jauh tetapi tetap kembali ke lokasi asalnya. Rangkong bergerak dari wilayah Tangkoko (daerah sarang) ke wilayah Batuangus atau Dua Sudara yang diduga sebagai wilayah pergerakannya dan tidak menunjukkan pola nomadis.
Ketersediaan pakan, terutama buah beringin (Ficus sp.) diduga berperan penting untuk mempengaruhi pola pergerakannya, termasuk sifat kesetiaan pada tempat, daerah jelajah, dan distribusi berdasarkan ketinggian. Namun, data fenologi (ketersediaan buah) pada masa tidak berbiak ternyata tidak mendukung hipotesis tersebut. Hal itu mungkin disebabkan oleh luas areal studi ketersediaan buah terlalu kecil dibandingkan pergerakan rangkong Sulawesi.
Terisolasinya kawasan cagar alam TDS oleh pedesaan, perkotaan, Laut Sulawesi, dan adanya penebangan di sekitar kawasan dapat membahayakan kelaitgsungan hidup satwa langka yang ada di dalamnya. Dalam penelitian ini terbukti bahwa rangkong Sulawesi hingga saat ini masih bergantung pada sumber pakan yang ada di dalam kompleks cagar alam itu. Namun dengan adanya tekanan akibat pengembangan wilayah dan ancaman lainnya, maka ruang gerak, kualitas habitat, dan sumber pakan di kawasan itu akan berkurang. Oleh karena itu, upaya pengembangan wilayah di kawasan TDS perlu dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan aspek kehidupan satwa liar yang hidup di dalam kawasan.

 File Digital: 1

Shelf
 T8206-Suer Suryadi.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 1997
Program Studi :
Bahasa : eng
Sumber Pengatalogan : LibUI eng rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resources
Deskripsi Fisik : xii, 37 pages : illustration ; 29 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-18-023411690 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 78900