ABSTRAKDalam keadaan hubungan pemerintah dengan umat Islam yang masih kurang harmonis, muncullah ICMI dengan mendapat restu pemerintah dan sambutan hangat masyarakat (Umat Islam). Gaung kemunculan ini berbeda dengan organisasi-organisasi cendekiawan sebelumnya. Hal inilah mendorong penulis untuk melihat apakah dalam kelahiran ICMI ini ada unsur rekayasa pemerintah ataukah murni dari bawah.Selain itu, kemunculan ICMI banyak diisukan dengan masalah "penghijauan" lembaga DPR, berdirinya Bank Muamalat, dan penempatan orang-orang ICMI dalam jabatan-jabatan politik. Kenyataan tersebut, menyebabkan bahwa menarik pula untuk meneliti ICMI sebagai sebuah kelompok kepentingan.Untuk itulah dalam rangka penelitian tersebut, penulis menggunakan teori "bureaucratic polity dan kelompok kepentingan". Teori "kelompok kepentingan" untuk melihat bagaimana keterkaitan ICMI dengan masalah politik. Sedangkan bureaucratic polity untuk melihat keterkaitan ICMI dengan birokrasi di Indonesia.Tipe penelitian ini adalah "diskriptif analitis" dengan menggunakan data primer dan sekunder. Pengambilan sampel, menggunakan teknik "snow ball" dan "purposive sampling". Sampel sebagian besar berasal dari pengurus pusat ICMI periode I tahun 1990-1995 dan beberapa orang bukan dari pengurus ICMI pusat, tetapi yang masih relevan dengan masalah yang akan diteliti.Mengingat bahwa kemunculan ICMI mempakan proses kesinambungan perjuangan politik umat Islam di Indonesia, maka pada bab II, penulis paparkan tentang peta kekuatan politik Islam di Indonesia Hal ini untuk mendapatkan gambaran rill posisi umat Islam pada masa kolonial Belanda hingga Orde Baru yang kemudian memunculkan ICMI ke permukaan.Pembahasan ini meliputi: Pertama, Islam pada masa kolonial Belanda, yang posisinya didiskriminasikan dan dianaktirikan dengan berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda untuk menghancurkan Islam. Kedua, Islam pada masa penjajahan Jepang, yang keadaannya berbeda dengan kolonial Belanda. Pada masa ini justru Islam yang ditampilkan dan pihak Jepang mengadakan kerjasarna dengan umat Islam (Ulama), sehingga umat Islam mendapat keuntungan dengan mendapatkan latihan ketentaraan dari pihak Jepang yang pada akhirnya digunakan untuk mengusir Jepang sendiri dari Tanah Air. Ketiga, awal kemerdekaan, merupakan tonggak berdirinya negara Republik Indonesia dengan pembuatan Piagam Jakarta. Pembuatan Piagam Jakarta ini semula diwarnai aspirasi umat Islam, tetapi ketika sampai pada puncaknya, ada beberapa kalimat yang harus dirubah dan ini merupakan pengorbanan umat Islam dalam menjaga persatuan. Keempat, masa Demokrasi Parlementer.Pada masa ini Islam sangat berperan yang ditandai dengan peranan partai Masyumi dalam memimpin beberapa [cabinet yang terbentuk, meskipun kabinet-kabinet tersebut tidak bertahan lama. Kelima, masa Demokrasi Terpimpin. Pada rnasa ini umat Islam yang semula diwakili Masyumi, tidak lagi memegang posisi kunci, sehingga tampak bahwa Islam kurang berperan, meskipun partai Islam seperti NU, PSII dan Perti masih ikut terlibat. Keenam masa Orde Baru. Pada masa ini, hubungan Islam dengan pemerintah Orde Baru dapat dikategorikan dalam tiga bentuk hubungan, yaitu hubungan yang bersifat antagonistik, resiprokal kritis dan akomodatif Pada saat hubungan Islam dengan pemerintah bersifat akomodatif inilah, ICMI muncul, sehingga, dapat dikatakan bahwa kemunculan ICMI ini merupakan puncak beraichirnya hubungan ketidakharmonisan umat Islam dengan pemerintah Orde Baru.Pada bab III penulis paparkan tentang sejarah dan detik-detik kelahiran ICMI untuk mengetahui secara pasti apakah kemunculan ICMI direkayasa atau murni dari bawah. Temyata dari basil penelitian, penulis temukan bahwa kelahiran ICMI merupakan kelahiran murni dari bawah dan bukan rekayasa pemerintah. Sedangkan masalah duduknya para birokrat di dalam kepengurusan ICMI, hanya untuk memperlancarkan program-program ICMI, mengingat birokrasi di Indonesia sangat berperan di dalam pengambilan keputusan politik.Pada bab IV, untuk meWiat keterkaitan ICMI dan politik yang dengan mengaitkan ICMI sebagai kelompok kepentingan dan kelas menengah. Sebagai kelompok kepentingan ICMI memberikan masukan ide-ide atau gagasan-gagasan kepada pemerintah melalui perwakilan elit, Dalam hal ini Habibie merupakan sumber daya ICMI yang paling dorninan, mengingat is memiliki reputasi di tingkat nasional dan intemasional. Sebagai kelas menengah, ICMI dapat dikatakan memilild potensi sebagai pembawa perubahan social palitik, tetapi secara rill, ICMI belum dapat membawa ke arah itu, mengingat kemandirian ICMI yang belum tampak. Dan pada bab V merupakan kesimpulan akhir dari seluruh bab yang ada. |