ABSTRAKDengan menyadari bahwa pembangunan pendidikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan, maka sangat diperlukan upaya inovasi yanag terus menerus. Hal ini karena pada hakekatnya keberhasilan daripada pembangunan pendidikan tidak akan diperoleh dalam waktu singkat. Oleh karena itu di dalam pembangunan pendidikan perlu dilakukan evaluasi terhadap kebijaksanaan yang ditetapkan secara bertahap dan konsisten agar tetap sesuai dengan tujuan yang disepakati.Disadari pula bahwa sampai sekarang masih banyak komentar dan kritik, baik positif maupun negatif terhadap keberhasilan pembangunan pendidikan selama PJP I, khususnya kritik berkenaan dengan peran pendidikan tinggi yang dikaitkan dengan dunia kerja dan pembangunan.Berdasarkan kenyataan tersebut, pokok masalah penelitian ini di pusatkan untuk mencari sebab-sebab tiadanya kesejajaran/kesesuaian antara perumusan tujuan, sasaran pendidikan dengan pelaksanaannya. Dimana terjadinya distorsi tersebut? Apakah dalam interpretasi kebijaksanaan atau karena alasan praktis, sehingga terjadi penyesuaian-penyesuaian kebijaksanaan pendidikan yang ditetapkan pada pelaksanaannya?Tetapi agar dapat lebih menajamkan permasalahan dan pembahasan, pada penelitian ini memfokuskan pada kebijaksanaan pendidikan jenjang pendidikan tinggi dengan melihat pada pembabakan pembangunan pendidikan tiap-tiap Repelita selama masa tahun 1969 - 1995, dengan kajian analisis meliputi aspek sasaran, tugas dan wewenang pendidikan tinggi ; sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi ; dan aspek perencanaan pendidikan tinggi.Pemilihan objek penelitian yang menekankan pada jenjang pendidikan tinggi dengan alasan pokok bahwa pada dasarnya pendidikan tinggi memiliki fungsi strategis, terutama dalam upaya pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia Indonesia yang diperlukan bagi pembangunan. Oleh karena itu, secara khusus masalah yang diteliti terungkap dalam pertanyaan penelitian ; (1) Bagaimana kontinuitas dan konsistensi sasaran pembangunan pendidikan jenjang pendidikan tinggi sebagai bagian dari kebijaksanaan pendidikan nasional masa tahun 1969 - 1995 ? dan (2) Bagaimana perspektif Ketahanan Nasional dalam melihat pelaksanaan kebijaksanaan pembangunan pendidikan jenjang pendidikan tinggi dalam lingkup pembangunan pendidikan nasional dan pembangunan nasional selama masa tahun 1969 - 1995 ?Sehubungan dengan hal tersebut, data yang menjadi objek kajian analisis antara lain berupa dokumen dalam bentuk peraturan menteri, keputusan menteri, instruksi menteri, edaran menteri dan hasil-hasil Rapat Kerja Nasional dalam lingkup kebijaksanaan manajerial Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI sejak tahun 1969 -1995. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini termasuk ke dalam evaluasi kebijaksanaan dan mencoba mencari jawaban sejauh mana suatu kebijaksanaan pendidikan jenjang pendidikan tinggi pada tiap-tiap Repelita telah mencapai sasaran, peluang dan kendala apa yang mempengaruhi serta yang dipengaruhi kebijaksanaan pendidikan dimaksud.Dengan memperhatikan hal ini, teknik penelitian yang digunakan adalah teknik analisis ini (content analysis) dengan langkah-langkah sebagai berikut :(1) Pengumpulan data, yang terdiri dari unitisasi, sampling dan pencatatan. Dan sejumlah dokumen yang terkumpul diklasifikasikan menjadi beberapa jenis dokumen, antara lain sejumlah peraturan menteri, keputusan menteri, instruksi menteri, edaran menteri dan hasil Rapat Kerja Nasional. Kemudian dari klasifikasi data tersebut diambil sampling mengenai kebijaksanaan pendidikan tinggi yang menyangkut arah sasaran, tugas dan wewenang pendidikan tinggi, penyelenggaraan pendidikan tinggi dan perencanaan pendidikan tinggi, (2) Reduksi data, yang dilakukan sepanjang penelitian berlangsung, (3) Penarikan inferensi, (4) Analisis, dengan menggunakan pendekatan Ketahanan Nasional meliputi aspek Geografi, Sumber Daya Alam, Demografi, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan aspek Pertahanan Keamanan. Proses analisis ini dilakukan dalam tiga tahap "cross matrix" sebagai berikut : (a) tahap pertama, analisis perspektif Ketahanan Nasional terhadap kebijaksanaan pembangunan pendidikan tinggi pada Repelita I sampai Repelita V, (b) tahap kedua, analisis perspektif Ketahanan Nasional terhadap kebijaksanaan pembangunan pendidikan tinggi pada tiap Repelita dengan fokus masalah tentang sasaran, tugas dan wewenang pendidikan tinggi, penyelenggaraan pendidikan tinggi dan perencanaan pendidikan tinggi, (c) tahap ketiga, analisis perspektif pendidikan meliputi aspek kualitas, kuantitas, relevansi dan efektivitas/efisiensi terhadap kebijaksanaan penyelenggaraan pendidikan tinggi yang ditetapkan.Berdasarkan analisis dan interpretasi data yang dilakukan, maka diperoleh kesimpulan :1. Program dan langkah kebijaksanaaan pembangunan pendidikan tinggi yang telah dilaksanakan selama masa 1969 - 1995, dapat dikategorikan tahap kebijaksanaan sebagai berikut :a. Kebijaksanaan pembangunan pendidikan tinggi pada masa Pelita I (1969/70 - 1973/74) lebih banyak menekankan pada masalah sasaran, tugas dan wewenang pendidikan tinggi sebagai lembaga pendidikan yang mempersiapkan sumber daya manusia untuk dapat mengembangkan kepribadian individu yang terpelajar, memiliki intelektualitas sehingga pada gilirannya dapat berperan dengan mengamalkan pengetahuan yang dimiliki bagi lingkungannnya.b. Kebijaksanaan pembangunan pendidikan tinggi pada masa Pelita II (1974/75 - 1978/79) lebih menekankan pada penataan bentuk pendidikan tinggi, terutama dalam penyelenggaraan kegiatan akademik dan organisasi pendidikan tinggi.c. Kebijaksanaan pembangunan tinggi pada masa Pelita III (1979180 - 1983183) lebih banyak menekankan pada upaya konsolidasi kelembagaan pendidikan tinggi dalam rangka pemantapan sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi.d. Kebijaksanaan pembangunan pendidikan tinggi pada masa Pelita IV ( 1984/85 ? 1988/89) lebih banyak menekankan pada upaya pemantapan sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan mendasarkan pada perencanaan pendidikan tinggi, yang meliputi faktor akademik, kelembagaan/administrasi, kemahasiswaan dan anggaran.e. Kebijaksaanaan pembangunan pendidikan tinggi pada masa Pelita V (1989/90 ? 1993/94) lebih banyak menekankan pada pemantapan sistem pendidikan tinggi sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dan sistem pembangunan nasional secara keseluruhan.2. Kebijaksanaan berupa penetapan sasaran program pada kebijaksanaan pendidikan tinggi selama masa tahun 1969 - 1995 telah secara kontinu dan bertahap dilaksanakan. Namun demikian, antara program yang ditetapkan dengan kebijaksanaan yang dilaksanakan dalam bentuk keputusan dan Instruksi Menteri kurang menunjukkan konsistensi dan berkelanjutan. Lebih banyak kebijaksanaan yang dilaksanakan merupakan langkah-langkah yang bersifat reaktif terhadap permasalahan dan peristiwa yang terjadi pada waktu yang bersangkutan.3. Pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan jenjang pendidikan tinggi selama masa tahun 1969 - 1995 dalam bentuk keputusan dan instruksi menteri terlihat kurang berinterrelasi ataupun interdependensi dengan jenis dan jenjang pendidikan lainnya sebagai satu sistem pendidikan nasional. Pendidikan tinggi lebih banyak diorientasikan sebagai sistem tersendiri dan senantiasa dikaitkan dengan sistem pembangunan nasional.4. Dalam perspektif Ketahanan Nasional, melalui pendekatan Astagatra di dalam kebijaksanaan pendidikan jenjang pendidikan tinggi yang ditetapkan menunjukkan adanya hubungan dan kaitan pengaruh baik sebagai pertimbangan kebijaksanaan maupun sebagai faktor yang dipengaruhi oleh kebijaksanaan dimaksud.5. Kabijaksanaan pendidikan jenjang pendidikan tinggi dalam konteks kebijaksanaan pembangunan nasional menunjukkan fungsi dan peran strategis, terutama dalam pemenuhan dan penetapan tenaga-tenaga pelaksana pembangunan. Adanya tiga fungsi pendidikan tinggi yang disebut Tridharma perguruan tinggi, yakni : pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat merupakan bukti eratnya kaitan pendidikan tinggi dengan pembangunan nasional.6. Dilihat dari tahap pembangunan (Pembangunan Lima Tahunan) dari tahun 1969 - 1995, menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan jenjang pendidikan tinggi pada tiap-tiap Pelita telah memenuhi sasaran yang ditetapkan. Namun kebijaksanaan yang dilaksanakan berupa keputusan maupun instruksi menteri kurang bersifat mendasar konsepsional dan berjangka panjang, lebih banyak kebijaksanaan yang ditetapkan bersifat teknis operasional dan berjangka pendek sebatas masa pembangunan lima tahunan. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor antara lain : tuntutan keputusan pembangunan yang mendesak untuk diselesaikan, intensitas keterlibatan para pemikir pendidikan masih kurang dalam perencanaan pembangunan nasional, "style" pejabat menteri, dan pembangunan pendidikan belum menjadi prioritas utama pada masa PJP I.Selanjutnya berdasarkan pelaksanaan, pembahasan dan hasil penelitian terhadap sasaran dan pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan jenjang pendidikan tinggi masa tahun 1969 - 1995, maka perlu dikemukakan beberapa hal yang yang kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan di dalam penetapan kebijaksanaan pendidikan tinggi pada masa depan. Dalam kaitan ini yang dimaksud adalah kebijaksanaan pendidikan tinggi sebagai bagian tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional dan pembangunan nasional.1. Agar sasaran, tugas dan wewenang pendidikan tinggi dapat sesuai dan sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka hendaknya kebijaksanaan yang ditetapkan dalam bentuk keputusan menteri dan kebijaksanaan dibawahnya perlu mendasarkan pada pertimbangan sifat prinsipal konsepsional. Langkah ini perlu dijadikan bahan pertimbangan agar sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang cukup mapan sekarang ini tidak mudah goyah, dalam arti tidak mudah terpengaruh oleh gejolak situasional dan kondisional temporer.2. Diharapkan kebijaksanaan pendidikan tinggi untuk masa lima tahun atau sepuluh tahun kedepan, tetap konsisten mengacu pada UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi dalam Kerangka Pemantapan Sistem Pendidikan Tinggi. Sehubungan dengan hendaknya semakin menjadi penting setiap kebijaksanaan berkenaan dengan pendidikan tinggi dalam bentuk keputusan menteri dan kebijaksanaan dibawahnya lebih memperhatikan aspek kualitas perencanaan pendidikan tinggi yang meliputi akademik, kelembagaan/administrasi, kemahasiswaan dan kualitas pendayagunaan anggaran.3. Dalam kaitan mengenai fungsi penyelenggaraan pendidikan tinggi, yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, hendaknya menjadi dasar orientasi di dalam penetapan setiap kebijaksanaan menteri dan kebijaksanaan dibawahnya secara tidak terpisah-pisah, Terutama apabila dikaitkan dengan kondisi dinamis masyarakat yang terus berkembang, pendidikan tinggi memiliki peran strategis. Alangkah lebih baik ketiga fungsi tersebut disinergikan dengan potensi Astagatra menjadi landasan operasional kebijaksanaan pendidikan tinggi. |