Akhir-akhir ini angka kejahatan cenderung menunjukan kenaikan yang cukup tinggi di seluruh wiiayah Indonesia. Jika tahun 1988 jumlah seluruh kejahatan sebesar 198.803, tahun 1989 tercatat sebanyak 215.659, maka tahun 1990 angka kejahatan berjumlah 262.665 Ini berarti terjadi kenaikan angka kejahatan yang cukup tinggi, dari 8,47 % pada periode 1988-1989, melonjak menjadi 22 % pada tahun 1989-1990 (MABES POLRI DISPULAHTA, 1990). Umumnya pelaku kejahatan di atas adalah pria. Berbagai laporan mendukung kenyataan tersebut Statistik kriminal di Inggris tahun 1987 misalnya, menunjukkan bahwa dari 3.825.000 kasus kejahatan, 86,9 % pelakunya pria (Abbot dan Wallace, 1990 : 154). Hal yang sama juga terjadi di Amerika. Dikatakan oleh Lundberg didalam Crime and Criminology (Reid, 1982 : 60) serta Sourcebook of Criminal Justice Statistics 1991 bahwa secara umum angka kejahatan yang dilakukan oleh pria Iebih tinggi daripada kejahatan yang dilakukan wanita. Meskipun demikian tidak berarti bahwa jumlah kejahatan yang dilakukan oleh wanita tidak ada, hanya relatif Iebih rendah dari pria. Bahkan secara kuantitas, jumlah kejahatan yang dilakukan oleh wanita meningkat pesat. Di Amerika dalam kurun waktu tahun 1967-1973 jumlah kejahatan yang dilakukan wanita meningkat sebesar 64,3 %, sementara dalam periode yang sama jumlah kejahatan yang dilakukan pria hanya naik 14,8 %. Di Indonesiapun, data yang ada di MABES POLRI tahun 1990, menunjukkan situasi yang sama, dari sejumlah 2.631 kasus kejahatan yang dilakukan wanita pada tahun 1988, angkanya naik menjadi sejumlah 5.289 di tahun 1989 (naik duakali lipat) dan dalam tahun 1990 naik menjadi 5.767 kasus kejahatan (9 %). Berdasarkan tulisan-tuiisan terdahulu, wanita pada masa-masa yang laiu jarang atau sedikit yang melakukan kejahatan, apalagi melakukan pembunuhan. Hal ini tampaknya berhubungan juga dengan adanya stereotype di dalam masyarakat yang menggambarkan wanita antara lain mempunyai ciri-ciri lemah lembut, penuh kasih sayang, penurut dan lain sebagainya (Radar, 1989, 50; Miller, 1991, 4) yakni citra baku wanita didalam masyarakat (yang memang disosialisasikan oleh masyarakat secara terus menerus) sehingga menciptakan "image" bahwa wanita tidak mungkin melakukan kekerasan ataupun membunuh. Namun pada saat ini seperti yang tercatat dalam statistik MABES POLRI tersebut di atas, kejahatan yang dilakukan wanita cenderung meningkat dan beragam jenisnya. Dilihat dari sudut kualitas, pola kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan wanita cenderung bergeser dari pola "sex-specific offences" seperti: abortus illegal, shoplifting (pengutilan), infanticide (pembunuhan bayi) dan prostitusi (dalam KUHP Indonesia prostitusi bukanlah kejahatan) ke kejahatan yang umum dilakukan oleh pria, seperti perampokan bersenjata, lintah darat, bisnis ilega! narkotika, sampai pada pembunuhan dalam keluarga dan bahkan menjadi anggota salah satu organisasi kejahatan (Morris, 1987:65; Kusumah, 1982:35; Abbot,1990:153). |