ABSTRAKTesis ini mengkaji masalah perilaku homoseksual dalam tradisi gemblakan di Ponorogo, khususnya masalah resiko perilaku hubungan seksual warok, warokan, sinoman, dengan gemblak sebagai konsekuensi logis orang yang sering bertukar-tukar pasangan seksual. Objek penelitian ini adalah masyarakat Desa Somoroto, Kecamatan Kauman, Kabupaten Ponorogo. Kajian tesis ini menunjukkan bahwa homoseksualitas di kalangan warok, warokan, sinoman, gemblak pada dasarnya dalam dua wujud, yaitu: (1) suami-istri, dan (2) anak-asuh. Pola hubungan itu tercermin dalam seni reog Ponorogo. Ada warok sebagai pembina atau sesepuh dan donatur, dan ada warokan sebagai pemberi semangat pergelaran. Di pihak lain ada sinoman sebagai pengiring, dan ada pula gemblak sebagai penari jathilan. Pelaku tradisi gemblakan melakukan hubungan seksual dengan teknik diloco [alat kelamin pasangan seksual gemblak diremas-remas tangan] dan dikempit [alat kelamin pasangan seksual gemblak dijepit di celah-celah paha]. Homoseksualitas warok, warokan, sinoman, dengan gemblak dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang [deviant behavior]. Perilaku menyimpang dalam suatu komunitas tertentu menarik untuk diteliti dari disiplin ilmu antropologi psikologi dengan memanfaatkan metode life history [pengalaman hidup]. Penelitian ini mengacu pada modifikasi teori Ruth Benedict mengenai pola kebudayaan, teori Kinsey dkk mengenai kontinum homoseksual, Wainwright Churchill yang dikemukakan, teori J. Patrick Gray dan Jane E. Ellington mengenai peran yang dijalankan oleh seorang yang mengenakan kostum jenis kelamin yang berbeda, teori Don Kulick mengenai tingkatan perilaku homoseksual, dan teori A.J. Biao mengenai peran seni tari sebagai ekspresi perilaku homoseksual antara realita dan imajinasi. Dari penelitian ini telah diperoleh hasil yang mencakup 3 pokok, yaitu: Pertama, faktor penyebab utama tradisi gemblakan berhubungan dengan legitirnasi kekuasaan. Selain itu ada faktor penyebab lainnya yang menunjang, di antaranya: kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan kelonggaran ketaatan aturan agama. Kedua, warok, warokan, sinoman, dan gemblak berpotensi tertular penyakit kelamin, penyakit kulit, dan gangguan jiwa sebab mereka sering bertukar-tukar pasangan seksual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warok, warokan, sinoman, gemblak hanya tertular penyakit kulit karena mereka dalam melakukan hubungan seksual terbatas pada diloco [alat kelamin pasangan seksual gemblak diremas-remas tangan] dan dikempit [alat kelamin pasangan seksual gemblak dijepit di celah-celah paha]. Berbeda dengan kaum gay di negara-negara maju (masyarakat modern) yang melakukan hubungan seksual dengan teknik oral seks dan anal seks yang memungkinkan pelaku tertular penyakit kencing nanah [gonorrhoea], gejala penyakit pada mulut dan saluran pencernaan, mencret-mencret, dan gejala penyakit pada lubang dubur. Ketiga, laporan tentang warok, warokan, sinoman, gemblak yang tertular penyakit kelamin dan gangguan jiwa sebagai akibat dari perilaku homoseksual tidak ada. Dari.penelitian ini ditemukan ada warok, warokan, sinoman, dan gemblak yang menderita penyakit kulit, namun terbatas lecet-lecet pada alat kelamin. Pengobatan terhadap penyakit kulit itu menggunakan ramuan tradisional. Ramuan obat tradisional dapat diperoleh dari warok (yang telah tinggi ilmu kesaktian dan kekebalan tubuh) dan seorang dukun. Warok, warokan, sinoman, dan gemblak dalam beradaptasi dengan masyarakat heteroseksual memiliki dua cara, yaitu: (1) cara terbuka, dan (2) cara tertutup. |