ABSTRAKSejumlah bukti menunjukkan tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap cerita pendek (cerpen). Pertama, sejumlah besar majalah dan koran mingguan memuat cerpen sebagai bagian yang penting pada setiap terbitannya. Suratkabar nasional seperti Kompas, Media Indonesia, Suara Karya Minggu, Pelita, Suara Pembaruan, Republika, Bisnis Indonesia dan sejumlah majalah seperti Ulumul Quran, Amanah, Pandji Masyarakat, Matra, Kartini, Pertiwi, Femina, serta koran-koran daerah seperti Bali Post (Bali), Jawa Post, Surabaya Post, (Surabaya), Berita Nasional, Minggu Pagi (Yogyakarta), Suara Merdeka (Semarang), Pikiran Rakyat (Bandung), Aceh Post (Aceh), Waspada (Medan), Sriwijaya Post (Palembang), Riau Post (Riau) menyediakan ruangan khusus untuk cerpen. Kedua, lomba penulisan cerpen sudah beberapa kali diselenggarakan oleh badan penerbitan atau lembaga. Lomba tersebut selalu mendapatkan tanggapan yang antusias dengan banyaknya karya yang ikut serta dalam lomba tersebut. Akhir-akhir ini banyak bermunculan kumpulan-kumpulan cerpen yang diterbitkan oleh beberapa penerbit, seperti Gramedia dan Pustaka Grafiti. Hal tersebut menepis anggapan bahwa kumpulan cerpen bukan barang dagangan.Salah satu daya tarik cerita pendek adalah bentuknya yang ringkas. Hal ini memungkinkan pembaca untuk membaca seluruh cerita sekali duduk. Sifatnya yang ringkas itu juga merupakan daya tarik tersendiri bagi pencipta cerpen karena waktu yang dibutuhkan untuk menulis cerpen relatif lebih pendek dibandingkan waktu yang dibutuhkan untuk menulis novel. Walaupun menulis cerpen tidak berarti lebih mudah daripada menulis novel, kenyataan menunjukkan bahwa jumlah penulis cerpen lebih besar daripada jumlah penulis novel. Sapardi Djoko Damono mengemukakan, bahwa banyak penulis novel yang pada mulanya memulai karier kepengarangannya sebagai penulis cerita pendek.Sebagai pencipta karya fiksi yang diproduksi secara massal dan dipasarkan dalam suatu jaringan bisnis, penulis cerpen pun tidak dapat lepas dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Demikian juga para redaktur sangat mempertimbangkan nilai-nilai tersebut dalam hubungannya dengan cerpen yang dimuat. Ini berarti bahwa nilai-nilai yang ada dalam masyarakat boleti jadi ikut menjadi bahan pertimbangan yang menentukan dimuat tidaknya sebuah cerpen dalam media massa tertentu. Hal ini berbeda dengan para pujangga istana (poet Laurette) yang menulis atas pesanan raja karena mereka hidup dari belas kasih raja yang menjadi patron mereka. Karya-karya pujangga tersebut dapat digunakan sebagai legitimasi kekuasaan raja. |