Sesuai rekomendasi dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) tahun 1994 di Kairo dan Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), saat ini Indonesia telah mulai melaksanakan program keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi (KR) yang berorientasi pada hak-hak asasi manusia, keadilan dan kesetaraan gender. Sejalan dengan kondisi yang ditempuh, maka upaya peningkatan partisipasi priallakilaid dalam program ini diharapkan tidak hanya memberikan kontribusi terhadap pengendalian pertumbuhan penduduk dan penanganan masalah kesehatan reproduksi yang berdampak pada penurunan angka kematian ibu dan bayi, tapi juga dapat mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.Pemberian kesempatan kepada kaum perempuan untuk berperan di dalam pembangunan, seperti tergambar dalam arah program pembangunan dari women in development (1970-1980), women and development (1980-1990), sampai pada gender and development (pertengahan 1990-an sampai dengan sekarang). Dukungan terhadap keadilan dan kesetaraan gender yang diperjuangkan ferninisme, dikenal dengan istilah 'profeminisme'. Bukan pekerjaan mudah untuk merepresentasikan profeminisme dalam masyarakat patriarkal, sehingga menjadi hal menarik untuk meneliti apakah ada gambaran profeminisme dalam iklan layanan masyarakat program KB dan KR yang diproduksi oleh BKKBN tahun 1970 - 2000.Penelitian terhadap isi teks iklan layanan masyarakat yang melukiskan gambaran profeminisme di media, merupakan inti dan kajian yang dilakukan. Berdasarkan konsep analisis antarteks (intertextuality analysis) yang dilandasi oleh teori realitas sosial Berger & Luckmann, serta teori hegemoni Gramsci yang dijadikan sebagai kerangka teoritis (theoritical framework), keduanya digunakan untuk mengintegrasikan tiga level kerangka analisis (analytical framework) model Fairclough. Oleh karenanya jenis kajian ini termasuk dalam metode penelitian "kasus tunggal dengan analisis bertingkat (singlecase multilevel analysis). Pendekatan framing analysis dan Pan & Kosicki, pada level teks dipilih mengingat penulis yakin bahwa representasi makna dan nilai profeminis dalam ildan layanan masyarakat program KB dan KR, dapat menimbulkan diskursus yang cukup menarik apabila dikaji dari sudut komunikasi dan konstruksi realitas sosial di media.Pada setiap dekadenya, dan sembilan ildan layanan masyarakat yang terpilih, realitas sosial yang dimunculkan bukanlah bersifat tunggal. Akan tetapi realitas sosial yang dimunculkan cenderung sebagai "realitas yang beragam" (multiple reality). Kuatnya hegemoni ideologi dari pemerintah terkesan dorninan dalam penciptaan ragam realitas simbolik di media. Ideologi pemerintah dilihat sebagai seperangkan nilai-nilai yang diterapkan untuk kepentingan pengendalian pertumbuhan penduduk Hal ini juga ternyata belum berakibat pada munculnya "hegemoni tandingan" (counter hegemony) yang dapat memberikan ruang publik bagi kelompok yang dirugikan dan dipinggirkan untuk menyampaikan konsep tandingan sebagai alternatif ideologi.Temuan data penelitian berisikan antara lain: Pertama, secara fisik, laki-laki masih digambarkan sebagai sosok yang kuat, gagah, berkumis, dengan asumsi mampu memimpin dan melindungi keluarganya. Kedua, relasi gender masih bias, laki-laki mendominasi peran di ruang publik, sementara perempuan mendominasi peran di ruang privat. Ketiga, perempuan tetap menjadi sasaran utama program KB dan KR, ini terlihat dari lima slat kontrasepsi yang diperkenalkan yang empat di antaranya untuk perempuan. Keempat, gambaran partisipasi laki-laki, lebih pada dukungan moril dan tidak ditampilkan dukungan materi. Bahkan bare muncul himbauan agar laid-laid turut ber-KB atau menggunakan alat kontrasepsi pada dekade 2000-an.Dengan demikian, realitas simbolik mengenai profeminisme yang dikonstruksi dalam iklan layanan masyarakat KB dan KR hanya bersifat artifisial Realitas simbolik yang ada ternyata malah memperkuat dan melanggengkan bias gender dalam masyarakat patriarkal. Ideologi feminisme yang diperjuangkan oleh kaum feminis tidak terwakilkan. Justru yang tampak yaitu hegemoni dari pemerintah, melalui komunikasi persuasif agar warganya mau dan tetap ber-KB. Maka dapat dikatakan bahwa ada distorsi makna dan nilai profeminisme dalam iklan layanan masyarakat program KB dan KR. Hal ini berarti cita-cita untuk mewujudkan profeminisme dan androgynous society masih hams menempuh jalan panjang.Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan rekomendasi untuk menindak lanjuti penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kritis untuk melihat dominasi dan resistensi pada konstruksi realitas sosial di media. Sebaiknya juga dilakukan wawancara mendalam dengan khalayak .luas, untuk menggali dan memperoleh data mengenai praktek-praktek sosial budaya khususnya tentang gambaran profeminisme di masyarakat. Sehingga akan memperkaya temuan data dan juga akan memperkecil kemungkinan kesalahan dalam menarik kesimpulan. |