:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Keserasian sosial di daerah perkotaan: suatu studi pola hubungan sosial antara etnik Cina dengan etnik Bugis-Makassar di kotamadya Ujungpandang

Darwis; Paulus Wirutomo, supervisor; Otho Hernowo Hadi, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993)

 Abstrak

Studi ini mencoba mengungkap fenomena hubungan sosial antara etnik Cina dengan etnik Bugis-Makassar di kotamadya Ujungpandang, dengan fokus studi pada pola hubungan sosial, yang berlangsung di lingkungan pemukiman (tempat tinggal) dan di lingkungan tempat kerja; berupa pola perilaku etnik Cina dengan Bugis-Makassar di dalam bekerjasama, bersaing, berkompetisi, dan berasimilasi serta berakulturasi, hingga mencapai suatu hubungan sosial yang serasi. Konsep keserasian hubungan sosial yang dipergunakan dalam studi ini, secara teoritis diartikan sebagai suatu kualitas hubungan, antara dua kelompok yang berinteraksi, terlibat dalam suatu proses prilaku, bersifat dinamis dan keduanya berusaha mempertahankan kelangsungan hubungan yang dibina, serta menciptakan perubahan-perubahan dari hubungan mereka, serta interaksi yang terjadi mengandung makna relasi.
Penelitian dilakukan di Kotamadya Ujungpandang pada tahun 1992. Temuan penelitian berupa faktor potensial dan riel .yang mendorong dan menghambat keserasian hubungan sosial antara etnik Cina dengan Bugis-Makassar, dalam aktivitas komunal (berupa hubungan ketetanggaan, dan partisipasi. dalam berbagai kegiatan yang terselenggara, beserta konflik yang timbul), dan aktivitas di tempat kerja. Keserasian sosial melalui aktivitas komunal, menunjukkan bahwa kedua belah pihak memiliki tingkat keserasian hubungan sosial yang serasi. Dan pada hubungan yang berlangsung di tempat kerja, (tata cara merekrut tenaga kerja, serta penilaian kedua etnik dalam kapasitasnya sebagai majikan pekerja), menunjukkan tingkat keserasian hubungan sosial yang serasi namun bersyarat. Hal ini disebabkan oleh karena etnik Cina memandang etnik Bugis-Makassar, adalah sebagai suatu sosok manusia yang dapat diajak bekerjasama bahkan bersaing dalam kegiatan ekonomi. Akan tetapi sebaliknya, etnik Bugis-Makassar, memandang etnik Cina, tidak lebih, sebagai kelompok yang menguasai sumberdaya ekonomi, alat produksi (pemilik modal serta menguasai pasar perekonomian, khususnya di kota Ujungpandang).
Selain itu, kerap pula terjadi benturan-benturan (konflik), baik di lingkungan tempat tinggal maupun di tempat kerja yang merupakan warna lain dari hubungan sosial etnik Cina dengan Bugis-Makassar. Konflik-konflik yang muncul pada awalnya bersumber pada hal yang sifatnya sepele, hingga akhirnya menjadi konflik terbuka. Hal ini apabila dibiarkan begitu saja, tidak menutup kemungkinan akan mengancam stabilitas masyarakat. Konflik-konflik ini adalah merupakan suatu faktor potensial yang dapat menghambat keserasian hubungan sosial antara etnik Cina dengan Bugis-Makassar.
Tak kalah penting yang mendorong terciptanya hubungan sosial di lingkungan pemukiman, adalah tidak terlepas dari peran para pimpinan formal dan informal, dalam upaya mendorong interaksi etnik Cina dengan Bugis-Makassar di dalam kegiatan yang berlangsung di lingkungan pemukiman, agar tercapai suatu keserasian hubungan sosial di lingkungan pemukiman. Usaha tersebut adalah melibatkan etnik Cina dengan Bugis-Makassar secara bersamaan dalam kegiatan-kegiatan komunal. Usaha para pimpinan ini merupakan faktor yang bersifat nyata untuk mewujudkan suatu keadaan dimana etnik Cina dan Bugis-Makassar dapat hidup berdampingan, saling menghormati privacy masing-masing, sehingga nantinya teruwujud masyarakat yang tenteram, dan tidak lagi dibayangi oleh adanya perasaan "etnosentrisme" yang mendalam.
Selain yang disebutkan di atas, ada hal yang menarik dari hubungan sosial etnik Cina dengan Bugis-Makassar, yaitu rentang waktu hubungan, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, yang berperan serta bahkan mewarnai pola tindakan/prilaku kedua etnik, manakala terlibat dalam kegiatan-kegiatan komunal. Etnik Cina yang sudah lama hidup bertetangga, berkecenderungan untuk tidak sering mengunjungi tetangga. Sebaliknya etnik Bugis-Makassar, yang berpendidikan dan berpenghasilan rendah, berkecenderungan untuk selalu membuka diri untuk bergaul dengan etnik Cina. Namun, etnik Bugis-Makassar yang berpendidikan tinggi, berkecenderungan menutup diri terhadap etnik Cina. Hal lain dari etnik Cina, adalah bentuk partisipasi mereka pada kegiatan sekuler (kegiatan meronda/bekerja bakti/peringatan hari Nasional), cenderung berpartisipasi dalam bentuk materi atau barang.
Meskipun tampak bahwa hubungan sosial etnik Cina dengan Bugis-Makassar di lingkungan tempat tinggal menunjukkan intensitas pertemuan fisik lebih rendah dibanding di lingkungan tempat kerja, namun potensi (latent) konflik menunjukkan kecenderungan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh masih terdapat perasaan "ketidakpuasan" akan keterlibatan etnik Cina dalam kegiatan komunal yang berupa materi. Harapan etnik Bugis-Makassar adalah selain keterlibatan materi, juga hendaknya sesekali berpartisipasi terlibat langsung, sehingga dapat tercipta dialog (komunikasi) antara etnik Cina dengan Bugis-Makassar.
Dengan demikian studi tentang telaah terhadap hubungan antar kelompok etnik (Cina-Pribumi), merupakan suatu studi yang menantang pada saat ini, khususnya dalam suasana kekhawatiran orang untuk meneliti soal SARA.

 File Digital: 1

Shelf
 T2070-Darwis.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xv, 268 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-17-699534075 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 81655