Pertumbuhan penduduk di perkotaan berkembang dengan sangat pesat. Tahun 1989 jumlah seluruh penduduk di Indonesia 176 juta jiwa, dengan angka pertumbuhan rata-rata 2,1 pertahun akan menjadi 216 juta jiwa pada tahun 2000. Dari jumlah tersebut pada saat ini 27 persen adalah penduduk perkotaan, pada tahun 2000 diprediksikan menjadi 38 persen yang tinggal di perkotaan.Tekanan jumlah penduduk juga dirasakan oleh kota Semarang. Menurut analisis data sekunder hasil sensus penduduk pada tahun 1980 adalah 1.024.940 jiwa, sedangkan pada tahun 1971 masih berjumlah 641.795 jiwa, ini berarti ada peningkatan 59,7 persen selama 9 tahun atau rata-rata 5,3 persen per tahun. Meskipun pada dasawarsa terakhir (1980-1989) pertumbuhan penduduk bisa ditekan, namun kepadatan masih sangat dirasakan untuk daerah-daerah tertentu. Misalnya di wilayah penelitian kepadatan sudah di atas 500 jiwa/ha. Tekanan penduduk yang melebihi daya dukung ini menyebabkan munculnya pemukiman dengan tatanan yang serba tidak teratur. Pemukiman seperti ini tumbuh dengan pesat dan tidak terkendali sehingga menjadi daerah yang kumuh dengan penduduk rendah pendidikan dan penghasilan. Jumlah penduduk miskin itu sendiri di perkotaan pada dasawarsa terakhir ini tidak menunjukkan adanya penurunan yang berarti, bahkan cenderung untuk meningkat.Dalam upaya mengentaskan masalah kemiskinan di perkotaan, Pemerintah melaksanakan suatu program yang disebut Program Perbaikan Kampung. Dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tersebut. Program Perbaikan Kampung mempunyai fasilitas bantuan kepada masyarakat yang terdiri dari penyediaan air bersih, perbaikan jalan, perbaikan selokan dan bantuan jamban keluarga.Sedangkan kualitas hidup dalam penelitian ini meliputi lima aspek kualitas, yaitu aspek fisik dilihat dari kelayakan rumah, aspek ekonomi dilihat dari kemiskinan dan persen pengeluaran untuk makan, aspek kesehatan, aspek psikologis dilihat dari kebetahan bertempat tinggal, aspek sosial kemasyarakatan.Yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kelima aspek kualitas hidup tersebut di atas dan apakah program perbaikan kampung mempengaruhi kelima aspek kualitas tersebut.Adapun penelitian ini mempunyai tujuan:1. Mengetahui pengaruh Perbaikan Kampung terhadap Kualitas Hidup.2. Mengetahui pengaruh Kondisi Lingkungan Sosial terhadap Kualitas Hidup.3. Mengetahui keberhasilan Program Perbaikan Kampung dalam meningkatkan Kualitas Hidup.Lokasi penelitian adalah tiga Kelurahan di Kecamatan Semarang Tengah, ditentukan berdasarkan cara purposive sampling. Masing-masing kelurahan diambil satu RW yang merupakan wilayah paling padat penduduknya. Selanjutnya untuk menentukan banyaknya sampel di tiap-tiap RW digunakan cara proporsional random sampling, yang keseluruhannya berjumlah 105 responden.Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara berdasarkan kuesioner, wawancara mendalam dengan masyarakat dan petugas KIP serta observasi lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bahan literatur dan dari instansi terkait. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan memakai statistik non parametrik, yaitu menggunakan rumus Chi-Square yang diteruskan dengan uji Coefficient Contingency, disertai pula dengan analisis kualitatif.Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel-variabel Perbaikan Kampung mempunyai korelasi yang signifikan terhadap Kualitas Hidup dilihat dari faktor layak rumah dengan derajat hubungan yang cukup kuat, berpengaruh pula terhadap faktor Kesehatan dengan derajat hubungan yang cukup kuat, akan tetapi kurang berpengaruh terhadap Kualitas Hidup dilihat dari faktor Kemiskinan, Peranserta dalam Pembangunan dan faktor Kebetahan Bertempat Tinggal.Variabel-variabel Lingkungan Sosial mempunyai korelasi yang signifikan terhadap Kualitas Hidup balk dilihat dari layak rumah, kemiskinan, kesehatan maupun peranserta dalam pembangunan, akan tetapi kurang berpengaruh terhadap kebetahan bertempat tinggal.Jadi dari hasil korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa Program Perbaikan Kampung lebih berhasil dalam meningkatkan kualitas fisik pemukiman akan tetapi kurang berhasil dalam meningkatkan kualitas ekonomi dan kualitas sosial kemasyarakatan. The population of the city tends to grow very fast. With a 2.1% average annual growth rate, the population of the city, which had been estimated as 176 million in 1989, is predicted to count for 216 millions in the next 2000. At present, 27% of the total city population is found in the urban areas, which means that in the next 2000, the percentage will count for 38%.Population pressure is one of the Semarang city problems. According to the 1980 census, the number of the city population in the same year is 1 024 940, compared to the city population in 1971, i.e. 641 795. That means that within nine years, the city population has undergone an increment of 57.7% or annual average of 5.3%.Even though during the last decade various efforts had been conducted to control the population growth, in some parts of the city areas, population density is significantly increasing. This is particularly true with regard to the observed areas, where population density is more than 500/sqm. Such population pressure rendered the areas overpopulated and thus exceeding the physical carrying capacity. Such condition has been made severe with the emergence of various disordered population settlements. The uncontrolled settlements have grown very fast, creating slums areas with low-educated and low-income inhabitants adding to the increasing numbers of the urban poor.In the frame of urban poverty eradication, the government has launched a program named as the Kampung Improvement Program (KIP), aiming to improve the quality of life of the urban poor. This program has been continuously providing social facilities to the urban poor in the form clean water provisions, street improvements, latrines and wastewater infrastructure/ facilities.In light of its parameters, the quality of life is viewed from five aspect, i.e. (1) physical aspect, represented by housing condition, (2) economic aspect, represented by rate of poverty and percentage of consumption for food, (3) health aspect, (4) psychological aspect, viewed from residential adjustment, and (5) societal aspect.The study tried to investigate what kind of factors influencing the five aspects of quality of life and whether the Kampung Improvement Program has significant influences on the said aspects.The objectives of the study are:1. To study the influence of KIP on the quality of life of the community studied;2. To study the influence of the social environment on their quality of life;3. To study the results of the KIP Program in promoting their quality of lifeThe areas studied covered three villages in the Sub-district of Central Semarang, base on purposive sampling. One RW community association, the population of which is the densest, represents each village. Samples were proportionally and randomly taken, with 105 inhabitants as respondents.Primary data were collected through interviews using questionnaires, depth interviews with informal leaders and KIP personnel?s, supported by field observation. Secondary data were obtained through literature studies and some connected agencies.Results of data analysis indicate that KIP variables proved to be having significant correlation with the quality of life in terms of residential adjustment factor, showing a strong degree of relationship. The same variables have also influence on the health factor, showing a strong degree of relationship, even though their influence on the quality of life viewed from the poverty, participation, and residential adjustment are less significant.Social environment variables have significant correlation with the quality of life of the community in terms of residential adjustment, poverty, health and participation in the program; even though their influence on the residential adjustment are less significant. From the correlation analysis we can assume that the KIP has succeeded in the improvement of the settlement physical quality, yet less succeeded in improving the social and economic quality of the community. |