Ihwal tema-rema telah diteliti oleh banyak ahli bahasa, baik untuk bahasa Jerman maupun untuk sejumlah bahasa lain. Struktur tema-rema menarik perhatian para ahli ilmu bahasa karena analisis struktur kalimat secara tradisional kurang memuaskan. Yang dimaksud dengan analisis kalimat secara tradisional ialah pembagian kalimat dalam subjek dan predikat, atau subjek, predikat, dan objek. Istilah subjek, predikat, objek adalah istilah formal atau gramatikal. Bila masih ada keraguan di antara ahli bahasa akan tepatnya menerapkan kategori gramatikal tersebut pada bahasa secara universal, ujaran dalam semua bahasa dapat dipandang secara universal dari segi fungsional atau komunikatifnya, yaitu pengujar memberi keterangan (rema) tentang sesuatu (tema). Ujaran atau secara formal kalimat di bawah ini memiliki persamaan. Pengujar membubuhi keterangan kepada Ani (1.1) dan kepada mobil (1.2). (1.1) Ani Mama sayang! (1.2) Mobil itu menabrak sebuah pohon. Dalam (1.1) seorang anak (2-3 thn) sebagai pengujar yang bernama Ani memberi keterangan tentang dirinya sendiri, yaitu bahwa ibunya harus menyayanginya. Dalam (1.2) pengujar berceritera tentang mobil yang menabrak pohon. Pada hakikatnya bahasa adalah ciri khas manusia yang digunakan untuk berkomunikasi. Desco dan Szepe (1974:81) berpendapat bahwa topik-komen termasuk sistem semiotis yang universal. la menulis: 'topic-comment' is a substantive universal of semiotical order, i.e. covers an area where language falls into the same class with zoo-semiotical systems ... Mirip dengan pendapat Desco dan Szepe, Lutz (1981:8) menulis: Jeder Aeusserung - in anscheinend jeder Sprache der Welt - liegt eine Thema-Rhema-Struktur zugrunde. Istilah topic-comment digunakan sebagai padanan kata untuk tema-rema, tetapi ada juga ahli bahasa yang membedakan kedua dikotomi tersebut. Dengan meneliti struktur tema-rema yang ada dalam tiap ujaran kita meneliti bahasa dalam fungsi dasarnya, yaitu sebagai alat komunikasi. Meskipun secara umum diakui bahwa semua bahasa memiliki struktur tema-rema, realisasinya dalam ujaran berbeda. Untuk mengetahui seluk beluk struktur tema-rema suatu bahasa, perlu diteliti mekanisme apa yang terkandung dalam struktur tema-rema. Dua ujaran berikut ini mengandung kata-kata dengan bentuk dan makna yang sama, namun maksud komunikatif pengujarnya dalam kedua ujaran di bawah ini berbeda. (1.3) Amir ialah anak terpintar di kelas V. (1.4) Anak terpintar di kelas V ialah Amir. Dengan (1.3) pengujar membicarakan Amir dan dengan demikian Amir menjadi titik tolak ujarannya atau tema, dan ialah anak terpintar di kelas V ialah informasi yang diberikan pengujar tentang Amir. Dengan (1.4) pengujar membicarakan anak terpintar di kelas V. Bagian ujaran itu menjadi titik tolak ujaran atau tema, dan Amir merupakan penjelasan yang diberikan pengujarnya tentang tema. Jadi, bergantung pada sudut pandangan pengujar apakah Amir atau anak terpintar di kelas V yang menjadi titik tolak ujarannya. Pengujar cenderung memilih sebagai tema sesuatu yang diketahui atau dikenal pendengar. Dikenal tidaknya tema bergantung pada konteks bahasa dan situasi. Ujaran tidak bersifat mekanis, artinya tiap ujaran harus dilihat dalam konteks bahasa dan situasi. Bila Amir telah disebut sebelumnya pengujar lebih cenderung memilih Amir daripada anak terpintar di kelas V sebagai tema. Situasi juga penting. Misalnya, bila pada upacara tertentu kepala sekolah memberi hadiah kepada anak terpintar dari tiap kelas, maka pengujar mengambil tema anak terpintar di kelas V. |