Dalam rentang waktu yang cukup panjang, sejak zaman Balai Pustaka sampai sekarang, telah banyak karya sastra modern yang dihasilkan, seperti puisi, drama, dan novel. Novel adalah salah satu ragam sastra yang banyak diminati masyarakat karena dalam novel orang dapat menemukan banyak informasi tentang kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Pencipta, dengan alam, dengan masyarakat, dan dengan dirinya sendiri. Orang dapat membaca apa yang menjadi city-cites, harapan, keinginan, atau gagasan para tokoh di dalam novel itu. Dari novel-novel yang banyak itu ada dua buah, yaitu yang berjudul Layar Terkembang (1936) karya Sutan Takdir Alisyahbana dan Pada Sebuah Kapal (1985) karya penulis wanita N.H. Dini, yang menarik perhatian penulis untuk menelitinya.Menariknya kedua novel itu karena kedua-duanya memperlihatkan adanya gagasan tentang wanita yang berbeda dari novel-novel lainnya. Dalam novel Siti Nurbaya wanita masih diperlakukan seenaknya. Wanita diletakkan pada posisi yang lemah, tidak bebas menentukan sikap sendiri. Novel-novel tahun 20-an yang memperlihatkan wanita yang lemah adalah Azab dan Sengsara, Salah Asuhan. Salah Pilih, Kasih tak Terlarai (Rustapa, 1992:30-33). Pada novel tahun 30-an tampak ada gambaran yang memperlihatkan sikap orang tua yang memberi kesempatan memutuskan kepada anak perempuannya. Kaum pria tidak memandang rendah lagi karena wanita-wanita itu sudah bebas berpendidikan. Hal seperti itu dapat dilihat dalam novel Darah Muda, Narumalina, Kalau Tak Untung, Kehilangan Mestika, dan Layar Terkembang. Dalam Layar Terkembang gagasan tentang wanita diwakili oleh tokoh Tuti. Tuti mempunyai kedudukan yang sangat berbeda dari tokoh wanita dalam novel-novel yang telah disebutkan di atas. la berjuang bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk kaumnya. Pendidikan yang dituntutnya digunakan sebagai bekal untuk perjuangan itu. Dalam novel ini ada perubahan sikap wanita yang sangat berbeda dengan sikap wanita dalam novel-novel sebelumnya, yaitu sikap Tuti yang pada awalnya memperjuangkan kedudukan kaum wanita dengan prinsip yang keras karena hanya berdasarkan pikirannya, tanpa menghiraukan perasaannya sebagai wanita, akhirnya juga rasa kewanitaannya muncul ke permukaan. |