:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Transformasi sastra: analisis atas Cerita Rakyat "Lutung Kasarung"

Pudentia Maria Purenti Sri Suniarti Karnadi; Achadiati Ikram, 1930-, supervisor; Partini Sardjono Pradotokusumo, supervisor; Yus Rusyana, 1938-, supervisor; Hutagalung, Gomgom Basa, supervisor (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990)

 Abstrak

Untuk memperkaya khasanah kesusastraan Indonesia, beberapa cara dilakukan, antara lain dengan menerjemahkan atau menampilkan kembali karya dari khasanah kesusastraan daerah. Di antara sekian banyak sastrawan yang menulis dan memperkenalkan karya sastra daerah dalam bahasa Indonesia, nama Ajip Rosidi pantas dicatat kehadirannya. H.B. Jassin memasukkannya ke dalam Angkatan 66 (Jassin, 1985:95) dan Teeuw menyebutnya sebagai salah seorang pengarang Indonesia terpenting pada abad ini (Teeuw, 1979;.105). Ajip Rosidi tidak hanya terkenal sebagai seorang sastrawan, tetapi juga sebagai seorang penelaah sastra yang banyak memberi perhatian pada bidang sejarah dan kritik sastra. Selain menulis dalam bahasa Indonesia, ia pun banyak menulis dalam bahasa Sunda. Perhatiannya terhadap sastra daerah ini amat besar seperti yang tampak dalam usahanya menghidupkan kembali pemberian hadiah karya sastra Sunda "Rancage". Selain itu, ia pun aktif menampilkan karya sastra daerah Jawa, seperti Candra Kirana (1962) dan Roro Mendut (1961,1977)serta dari khasanah sastra Sunda, antara lain Mundinglaya Ai Kusumah {1961), Ciung Wanara (1961, 1985), Sangkuriang Kesiangan {1961), dan Jalan Ke Surga (1964).
Karyanya yang paling menarik untuk diteliti adalah yang berjudul Lutung Kasarung (untuk selanjutnya disingkat LKA). Cerita ini memiliki banyak kemungkinan terjadinya transformasi kesastraan yang belum pernah diteliti orang sampai sekarang. LKA terbit pertama kali pada tahun 1958 dan kemudian pada tahun 1962 dan 1986 diterbitkan kembali dengan judul Purba Sari Ayu Wangi (untuk selanjutnya disingkat PSAW).
Pada bagian awal LKA dan PSAW, Ajip Rosidi menyebutkan bahwa cerita yang digubahnya itu berasal dari versi lisan juru pantun yang kemudian diciptakannya kembali sesuai dengan pemahaman dan penafsirannya sendiri (Rosidi, 1958:7-18; 1986:5-18). Salah satu versi lisan yang tertua yang sempat direkam dalam bentuk tulisan dapat dilihat pada naskah bernomor SD 113 yang ditulis oleh Argasasmita, mantri gudang kopi di Kawunglarang, Cirebon atas perintah K.F. Halle. Naskah ini pernah tersimpan di ruang naskah Museum Pusat Jakarta, tetapi sekarang dinyatakan hilang. Edisi teks yang pertama atas cerita "Lutung Kasarung" dan yang mendasarkan diri pada naskah tersebut adalah edisi yang dibuat oleh C.M. Pleyte pada tahun 1911 (Kern, 1940: 473).
Di samping Pleyte yang menerbitkan Cerita Pantun (batasan mengenai Cerita Pantun ada pada bab 2) dari teks "Lutung Kasarung", ada dua orang lain yang juga melakukan hal yang sama, yaitu Eringa (1949) dan Achmad Sakti (1976). Selain itu, masih ada penulis lain yang menerbitkan cerita "Lutung Kasarung" dalam bentuk Wawacan (yaitu narasi panjang yang digubah menjadi puisi yang dinyanyikan) dan dalam bentuk Tembang Cianjuran (yaitu sejenis drama yang dinyanyikan dengan iringan musik khas daerah Cianjur). Engka Widjaja, misalnya, memilih bentuk Wawacan; Saleh Danasasmita dan Ade Kosmaya memilih bentuk Tembang Cianjuran. Dari kesemua penulis di atas, hanya Ade Kosmaya yang memakai bahasa Indonesia sebagai media penyampaian cerita. Yang lainnya memakai bahasa Sunda. Selain dalam bahasa Sunda, Pleyte dan Eringa memberikan juga ringkasan dan terjemahan cerita dalam bahasa Belanda.
Cerita "Lutung Kasarung" di antara cerita rakyat yang ada di Indonesia memang menarik untuk diteliti. Cerita ini bermula dari versi lisan dan mempunyai kedudukan yang khusus dalam kesusastraan Sunda. Dari sejarah resepsi teksnya tampak bahwa "Lutung Kasarung" mempunyai banyak kemungkinan terjadinya transformasi yang tidak hanya berupa lintas budaya {Sunda ke Belanda, Indonesia, dan Jawa), tetapi juga yang berupa lintas bentuk (dari bentuk Cerita Pantun lisan ke bentuk tertulisnya dan dari bentuk Cerita Pantun tertulis ke bentuk prosa, puisi, drama, opera, novel, dongeng, dan film). Kenyataan ini menimbulkan pertanyaan apa keistimewaan cerita "Lutung Kasarung" sehingga dari zaman ke zaman orang menaruh perhatian pada cerita ini. Seakan-akan cerita ini muncul kembali dalam bentuk-bentuk yang baru dengan penampilan yang baru. Dari masa ke masa orang memberikan perhatian kepada cerita tersebut baik dalam bentuk penciptaan kembali seperti yang telah disebutkan di atas maupun dalam bentuk pembicaraan kritis.

 File Digital: 1

Shelf
 T6892- Pudentia Maria Purenti Sri Suniarti.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T6892
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resources
Deskripsi Fisik : xii, 151 pages : illustration ; 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T6892 15-18-987363451 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82713