Harriet Beecher Stowe sebagai seorang anti perbudakan yang anti kekerasan seperti tercermin dalam karya Uncle Tom's Cabin
Marbun, Rismaya;
James Danandjaja, supervisor
(Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1986)
|
Walaupun para pendatang dari Inggris tidak pernah membayangkan akan mendirikan institusi perbudakan terhadap orang-orang Negro, tak sampai seabad setelah kedatangan mereka di koloni, dasar-dasar dari suatu institusi yang ganjil telah dibentuk (Jordan,1968: 44). Orang-orang Selatan menyebut institusi perbudakan sebagai suatu institusi yang ganjil dalam pengertian bahwa institusi itu unik dalam kehidupan orang-orang Selatan. Alam serta iklim selatan cocok untuk pertanian, sementara orang-orang Negro dapat memenuhi tenaga kerja yang diperlukan. Jadi seolah dijumpai keadaan yang saling mengisi, di mana kedua belah pihak sama-sama mendapat keuntungan. Keadaan alam serta iklim daerah selatan memungkinkan untuk diusahakannya perkebunan dalam skala besar dan pendatang-pendatang tersebut segera mengusahakan pertanian, seperti; tembakau, padi dan indigo. Segera setelah mereka mengusahakan pertanian yang lebih intensif, para petani itu dihadapkan pada suatu masalah serius, yaitu kurangnya tenaga kerja. Pengusahaan perkebunan ternyata memerlukan tenaga kerja yang banyak; mulai dari pembersihan hutan; pengurusan dan pemetikan memerlukan tenaga kerja yang tidak sedikit, sementara teknologi belum maju sehingga semua pekerjaan harus dikerjakan dengan tenaga manusia. Kedua keadaan ini, yaitu keadaan alam yang cocok untuk pertanian perkebunan dan tersedianya orang-orang Negro untuk di pekerjakan telah mengakibatkan semakin berkembangnya usaha pertanian besar yang telah menghasilkan cash crop di daerah selatan, dan telah mendorong orang-orang untuk melakukan usaha pertanian secara besar-besaran. Maka muncullah apa yang kemudian kita kenal dengan perkebunan. Dan akibatnya ialah orang-orang Negro harus didatangkan dalam jumlah yang lebih besar. Ketika jumlah orang-orang Negro di koloni semakin banyak, orang-orang putih mulai merasakan kecemasan kalau-kalau kehadiran orang-orang Negro ini akan mengaburkan kebudayaan mereka. Dengan masuknya suatu suku bangsa yang baru, biasanya cara hidup dan kebudayaan suku bangsa tersebut akan terbawa dan berbaur dengan cara hidup dan kebudayaan masyarakat yang didapatnya, sehingga seringkali akan mengaburkan keaslian budaya masyarakat terdahulu tersebut. Orang-orang putih di Selatan tidak menginginkan hal seperti itu terjadi. Mereka menginginkan agar daerah Selatan tetap sebagai daerah orang putih, baik dalam cara hidup maupun kebudayaannya. Hal ini telah menimbulkan niat dalam pikiran orang-orang putih untuk membuat undangundang khusus untuk mengatur kehidupan orang-orang Negro berbeda dari orang putih. Keinginan ini ditunjang pula oleh kenyataan bahwa orang-orang Negro adalah dari ras yang berbeda; bahwa mereka telah dibeli dengan status yang tidak bebas; dan bahwa mereka bukan orang orang kristen. Pada masa itu ada anggapan bahwa memperbudak orang-orang yang tidak beragama bukanlah suatu kejahatan atau dosa. |
T4135-Rismaya Marbun.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T-Pdf |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1986 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | computer |
Tipe Carrier : | online resource |
Deskripsi Fisik : | vii, 160 pages : illustration ; 28 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T-Pdf | 15-18-169909778 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 82884 |