Pendahuluan Enuresis ( ngampol ) merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak. Keadaan ini dapat menimbulkan masalah, baik bagi anak, orangtua, keluarga, maupun dokter anak yang menanganinya. Terhadap anak, enuresis dapat mempengaruhi kehidupan seperti misalnya timbul rasa kurang percaya diri, merusak pergaulan, yang semuanya dapat berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Bagi orangtua dan keluarganya, gejala ini dapat menimbulkan frustrasi dan kecemasan. Enuresis telah dikenal sejak tahun 1550 sebelum Masehi, sebagai suatu keadaan yang mengganggu anak dan memerlukan pengobatan. Hal ini dikemukakan pertama kalinya oleh Ebers (Bakwin dan Bakwin, 1972; HcKendry dan Stewart, 1974). Di kalangan masyarakat primitif, kekuatan supernatural dianggap sebagai penyebabnya, sehingga pengobatan yang diberikan kepada anak dengan enuresis jugs bersifat magis. Berbagai penelitian mengenai enuresis menunjukkan variasi pada angka kejadian dan penatalaksanaannya. Adapun penyebabnya ialah karena definisi, kriteria dan konsep etiologis untuk masing-masing peneliti berlainan (deJonge, 1973). Definisi enuresis adalah pengeluaran urin yang tidak disadari oleh seorang anak yang dianggap telah dapat mengendalikan isi kandung kemihnya. Dari berbagai kepustakaan, umur saat anak dianggap mampu mengendalikan pengeluaran isi kandung kemihnya ini bervariasi, namun sebagian besar peneliti menyebutkan umur di atas 5 tahun (HcKendry dan Stewart, 1974; Cohen, 1975; Gauthier dkk.1982). Prevalensi enuresis pada anak sangat bervariasi, dari beberapa kepustakaan prevalensi enuresis pada anak berumur 5 - 14 tahun berkisar antara 10-25% ( Dodge dkk., 1970 ; Haque dkk., 1981; Foxman dkk., 1986 ). Etiologi enuresis sering bersifat multifaktorial dan kadang-kadang tidak jelas. Pada awal tahun 1950-an penelitian terhadap enuresis lebih berorientasi pada aspek organik. Salah satu penyebab yang sering diteliti ialah kelainan organourologik, sebagai dugaan pertama seorang dokter bila berhadapan dengan pasien enuresis. Infeksi saluran kemih sering dihubungkan dengan enuresis, seperti yang diteliti oleh Dodge dkk.( 1970 ); Cutler dkk. ( 1978 ) dan Mahony dkk.( 1971 ), meskipun hubungan sebab akibat kedua keadaan tersebut masih merupakan kontroversi. Sebagian ahli menyebutkan bahwa enuresis menyebabkan infeksi saluran kemih, sebagian lainnya berpendapat justru infeksi saluran kemihlah yang menyebabkan enuresis. Pada tahun-tahun berikutnya para ahli psikiatri dan psikologi ikut mengemukakan pendapatnya, dan menekankan bahwa baik faktor psikiatrik maupun psikologik dapat menyebabkan terjadinya enuresis. Mereka menghubungkan enuresis dengan gangguan emosional dan perkembangan social anak, yang juga melibatkan peran sikap orangtua, keluarga serta lingkungan anak (Prewitt,1984). Pengobatan yang diberikan bergantung kepada penyebabnya. Bila penyebabnya organik, seperti infeksi saluran kemih atau obstruksi saluran kemih, seyogyanya pengobatan diberikan langsung terhadap penyebabnya. Sedangkan pengobatan enuresis dengan penyebab non-organik, meliputi motivasi dan nasehat, latihan pengendalian kandung kemih, penggunaan bel pembangun dan obat-obatan (McKendry dan Stewart, 1974; Schmitt, 1982 a). Meskipun hampir semua orangtua berpendapat bahwa enuresis merupakan hal yang tidak normal, namun pelbagai penelitian menunjukkan bahwa hanya sedikit saja orangtua yang membawa anaknya yang enuresis mencari pertolongan medic. |