:: UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Tuangguru, anrongguru dan daengguru: gerakan Islam di Sulawesi Selatan 1914 - 1942

Mustari Bosra; Taufik Abdullah, promotor; Mukhlis PaEni, co-promotor; Ayatrohaedi, 1939-2006, examiner; Leirissa, Richard Zakarias, examiner; Lapian, Adrian Bernard, examiner; Hasan Muarif Ambary, examiner; Anhar Gonggong, examiner (Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003)

 Abstrak

Kebijakan pemerintah Belanda memperkenalkan unsur-unsur budaya Barat di Sulawesi Selatan segera setelah keberhasilannya menaklukkan semua kerajaan Islam di sana pada awal abad ke-20 menyebabkan terjadinya disekuilibrium sosial di kalangan umat Islam Bugis-Makassar. Pranata Sosial pangadereng (Bugis)/pangadakkang (Makassar), warisan budaya pra-Islam yang telah dilengkapi dengan sara' (syariat) pasca-Islam tidak lagi berfungsi secara penuh. Akibatnya, banyak ulama, baik yang modernis (tuangguru) maupun yang tradisionalis (anrongguru) yang melepaskan diri dari dan/atau tidak terakomodasi lagi dalam struktur birokrasi kerajaan sebagai parewa sara' (daengguru). Mereka memilih menjalankan tugas keulamaan di. luar ikatan struktural, sebagai "ulama bebas."
Bertolak dari keprihatinan mereka terhadap kondisi umat Islam yang terjajah dan terkebelakang dalam hampir segala hal, para "ulama bebas" (tuangguru dan anrongguru) bangkit melakukan gerakan sesuai dengan visi dan misi masing-masing. Tuangguru memulai gerakannya dengan mendirikan organisasi modern dan menyelenggarakan sekolah model Barat yang berdasarkan Islam. Sedangkan, anrongguru memulai gerakannya dengan memodernisasi lembaga pendidikan tradisional mangaji kitta mejandi madrasah dengan sistem klasikal. Merasa terdesak oleh gerakan yang dilancarkan tuangguru dan anrongguru, daengguru tampil pula melakukan gerakan dengan meniru pola gerakan yang dilancarkan lawan-lawannya.
Sebagai cultural broker dan Social agency yang terdorong oleh rasa tanggung jawab sebagai waratsatul anbiya yang berkewajiban melakukan amar tna'ruf nabi munkar dan sebagai Bugis-Makassar yang terikat oleh siri' dan pesse (bugis)/pacce (Makassar), tuangguru, anrongguru, dan daengguru, sama-sama berusaha mengendalikan proses transformasi sosial umat Islam Sulawesi Selatan sepanjang tahun 1914-1942 sehingga konflik dan persaingan di antara mereka tak terhindarkan.
Meskipun secara eksternal, mereka mendapatkan rintangan dan saingan dari cultural broker dan sosial agency yang lain, seperti tuangpeforo (pemerintah Belanda), tuangpandeta (pendeta), dan tuangpastoro (pastor), ketiga kelompok ulama itu tetap saja beristigamah melancarkan "gerakan Islam" dalam rangka mencapai tujuan masing-masing. Resonansi dan pengaruh gerakan mereka masih terasa hingga kini.

 File Digital: 1

Shelf
 Tuan guru-Full text (D 471).pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : D471
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xiv, 436 pages : 30 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D471 07-17-955050702 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 83104