Tata cara penyampaian keluhan oleh narapidana sebagai salah satu sarana peningkatan kinerja Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka menanggulangi keluhan narapidana
Vidya Mira Sari;
Indriyanto Seno Adji, supervisor
(Universitas Indonesia, 2005)
|
Perlakuan narapidana sejak tahun 1964 telah mengalami perubahan dari Sistem Kepenjaraan berdasarkan Reglemen Penjara 1917 No.708 kepada Sistem Pemasyarakatan. Untuk mengimplementasikan Sistem Pemasyarakatan tersebut, maka pemerintah pada tanggal 30 Desember 1995 mengesahkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan serta Peraturan Pelaksananya. Sejak berlakunya Sistem Pemasyarakatan, Narapidana sebagai warga negara yang telah melakukan suatu perbuatan tercela (dalam hal ini tindak pidana), namun hak-haknya sebagai warga negara tidaklah hapus atau hilang. Di dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan secara tegas disebutkan sejumlah hak yang dimiliki oleh narapidana, salah satunya hak untuk menyampaikan keluhan. Mengenai hak menyampaikan keluhan ini, merupakan salah satu wujud dari asas Good Governance yang bertujuan untuk memenuhi rasa keadilan dari tindakan sewenang-wenang dan juga sebagai sarana peningkatan kinerja bagi aparat penegak hukum (khususnya Lembaga Pemasyarakatan) apabila hak-haknya sebagai narapidana ada yang tidak terpenuhi.Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaturan Tata Cara Penyampaian Keluhan oleh Narapidana dalam Peraturan Perundang-Undangan; Mengetahui peranan Tim Pengamat Pemasyarakatan dan Kepala Lembaga Pemasyarakatan dalam tata cara penyampaian keluhan oleh narapidana; Mengetahui penyampaian keluhan oleh narapidana baik secara intern maupun ekstern; Untuk mengetahui kontribusi Hakim Pengawas dan Pengamat dan Jaksa sebagai eksekutor dalam hal menanggulangi keluhan narapidana; Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka menangani keluhan narapidana.Berdasarkan hasil penelitian sampai saat ini belum ada Keputusan Menteri yang mengatur mengenai tata cara penyampaian dan penyelesaian keluhan tersebut. Akan tetapi tata cara penyampaian keluhan oleh narapidana ini diatur secara implisit dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E.22.PR.08.03 tahun 2001 tentang Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan. Dalam prakteknya narapidana dapat menyampaikan keluhannya pada pihak Lembaga Pemasyarakatan maupun pihak luar Lembaga Pemasyarakatan seperti Keluarga, Kerabat, Pengacara maupun Hakim Pengawas dan Pengamat.Belum adanya peningkatan terhadap kinerja Lembaga Pemasyarakatan yang mampu menanggulangi keluhan-keluhan narapidana secara menyeluruh. Hal ini disebabkan karena adanya kendala-kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan dalam penyampaian maupun penanggulangan keluhan narapidana yaitu: Kesejahteraan pegawai yang masih minim; Kuantitas pegawai yang tidak sebanding dengan jumlah narapidana yang sangat besar dan kualitas pegawai yang rendah; Sarana prasarana dan anggaran yang sangat minim sehingga keluhan narapidana tidak dapat terselesaikan dengan tuntas.Dalam penanggulangan keterlambatan eksekusi oleh Jaksa sebagai eksekutor, pihak Lembaga Pemasyarakatan mengalami kendala dalam melakukan koordinasi dengan sub sistem Kejaksaan (Jaksa), Pengadilan maupun Hakim Pengawas dan Pengamat. Hal ini terjadi karena Hakim Pengawas dan Pengamat tidak pernah melakukan kontrol langsung terhadap pelaksanaan putusan oleh jaksa sebagai eksekutor, sehingga Hakim Pengawas dan Pengamat tidak pernah mengetahui apakah jaksa sudah melakukan eksekusi tepat pada waktunya atau tidak.Pengawasan dan Pengamatan terhadap Lembaga Pemasyarakatan memang dilakukan oleh Hakim Pengawas dan Pengamat dengan melakukan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan akan tetapi tidak dilakukan secara rutin 3 (tiga) bulan sekali. Salah satu hal yang dilakukannya pada saat kunjungan ini adalah melakukan wawancara dengan narapidana. Dalam wawancara tersebut narapidana berhak menyampaikan keluhannya pada Hakim Pengawas dan Pengamat. Atas keluhan narapidana tersebut, selama ini Hakim Pengawas dan Pengamat tidak pernah memberikan saran atau pendapat kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan untuk bahan pertimbangannya dalam menyelesaikan keluhan-keluhan narapidana, karena Hakim Pengawas dan Pengamat tidak ingin mencampuri urusan intern Lembaga Pemasyarakatan (Hands Off Doctrine).Dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, tidak mengatur mengenai tugas dan wewenang Hakim Pengawas dan Pengamat untuk melakukan Pengawasan dan Pengamatan terhadap pelaksanaan Hak asasi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Namun dalam prakteknya selama ini Hakim Pengawas dan Pengamat tetap dapat diterima oleh Lembaga Pemasyarakatan dengan prosedur yang sama seperti sebelum berlakunya Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, akan tetapi keberadaannya belum dapat diandalkan sebagai salah satu sarana penyampaian keluhan narapidana secara ekstern. |
T15506-Tata cara-TOC.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | T15506 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Universitas Indonesia, 2005 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | |
Tipe Konten : | |
Tipe Media : | |
Tipe Carrier : | |
Deskripsi Fisik : | xi, 312 hlm. : ill. ; 28 cm. + lamp. |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
T15506 | 15-20-049915034 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 83385 |