:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Evaluasi pilihan kebijakan akuntansi bagi heritage assets dalam akuntansi Pemerintahan RI

Rusdiyanto; Jan Hoesada, supervisor (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005)

 Abstrak

Dalam usahanya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik, Pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi dalam pengelolaan keuangan negara dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang tersebut mengharuskan pemerintah pusat/daerah untuk menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dari Catatan atas Laporan Keuangan. Pertanggungjawaban tersebut harus disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP) yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) dan sudah diterapkan paling lambat akhir tahun 2008. KSAP telah menyusun dan menerbitkan Draft SAP yang sebentar lagi akan menjadi Peraturan Pemerintah (PP).
Perubahan akuntansi pemerintahan dari berbasis kas menjadi berbasis akrual (cash towards accrual) tersebut mengharuskan pemerintah pusat maupun daerah mengakui semua aset dan kewajibannya yang memenuhi kriteria definisi dan kriteria pengakuan dalam neraca. Seiring dengan penerapan akuntansi berbasis akrual oleh organisasi sektor publik (termasuk pemerintahan), pelaporan keuangan heritage assets telah menjadi salah satu isu utama dalam akuntansi sektor publik. Perdebatan terjadi apakah heritage assets harus disajikan sebagai kewajiban atau aset dalam neraca pemerintah, atau cukup diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Draft SAP PSAP No. 07 pare 64-71 menyatakan bahwa Aset Bersejarah (sebagai pengganti istilah heritage assets) yang juga memberikan potensi manfaat kepada Pemerintah selain nilai sejarahnya (operational heritage assets) diakui dan dinilai dalam neraca sama seperti aset tetap lainnya. Sedangkan Aset Bersejarah yang potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik nilai sejarahnya (non-operational heritage assets) harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam unit fisik dan tanpa nilai.
Studi ini akan mengevaluasi Draft PSAP No. 07 para. 64-71 tentang Aset Bersejarah dengan melakukan studi banding praktik-praktik pelaporan heritage assets di beberapa negara yang telah menerapkan akuntansi akrual dan dianggap mewakili arus utama (mainstream) praktisi akuntansi dunia seperti Australia, New Zealand, Inggris, Amerika, Kanada, dan Swedia. Sebelumnya, studi akan mengkaji justifikasi teoritis terhadap pengakuan dan penilaian heritage assets dengan menggunakan kerangka konseptual. Penggunaan istilah Aset Bersejarah juga dievaluasi, apakah tidak akan membatasi pengklasifikasian suatu aset dalam kategori heritage assets.
Studi dilakukan dengan metode literatur. Justifikasi teoritis terhadap pengakuan dan penilaian heritage assets dikaji dengan mendasarkan pada telaah literatur-literatur (jurnal, artikel, buku, dan sebagainya) mengenai teori dan praktik akuntansi heritage assets di sektor publik.. Draft PSAP No. 07 dievaluasi dengan mendasarkan pada analisis studi banding praktik akuntansi heritage assets di beberapa negara.
Arus utama praktik akuntansi dunia menunjukkan adanya konsensus untuk mengakui operational heritage assets dalam neraca dan menilainya pada nilai wajar dengan menggunakan depreciated replacement cost atau reproduction cost. Namun, konsensus tidak terjadi untuk non-operational heritage assets. Ada beberapa negara yang mengakui non-operational heritage assets, baik yang diperoleh pada periode sebelumnya maupun yang diperoleh periode berjalan, yaitu Australia, Inggris, dan New Zealand. Amerika dan Kanada tidak mengakui non-operational heritage assets, sedangkan Swedia hanya mengakui heritage assets yang diperoleh pada periode berjalan. Penyusutan harus dilakukan atas heritage assets yang memiliki masa manfaat terbatas dan nilai penyusutannya material.
Draft Standar Akuntansi Pemerintahan RI (PSAP No. 07) telah mengikuti arus utama praktik akuntansi dunia untuk aset bersejarah yaitu bahwa operational heritage assets harus diakui dalam neraca dan disusutkan (para. 70). Namun, Draft SAP tersebut tidak mensyaratkan adanya pengakuan non-operational heritage assets, baik yang sudah dimiliki maupun yang diperoleh pada periode berjalan, seperti yang diterapkan di Australia, Inggris dan New Zealand. Non-operational heritage assets tersebut; hanya disyaratkan untuk diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Keterbatasan studi ini terletak pada metode yang digunakan yaitu studi literatur. Metode ini tidak memungkinkan untuk mengevaluasi secara mendalam aplikasi kebijakan akuntansi bagi heritage assets yang ditetapkan oleh otoritas akuntansi masing-masing negara dalam praktik pelaporan keuangan pemerintah.

 File Digital: 1

Shelf
 T 15686a.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T15686
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan :
Tipe Konten :
Tipe Media :
Tipe Carrier :
Deskripsi Fisik :
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T15686 15-19-918619200 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 83600