Sebagian besar masyarakat dunia merupakan masyarakat heterogen. Ini dapat dilihat memberi kemungkinan saling pengayaan dan saling melengkapi, yang akan bermanfaat bagi masyarakat umum . Di pihak lain, heterogen juga dapat dilihat negatif, sebagai sumber konflik, khususnya di negara-negara dalam situasi transisi dari rezim represif menuju pemerintahan yang lebih demokratik. Perempuan dan laki-laki terkena dampak berbeda. Dalam peperangan dan konflik, sangat sering bentuk-bentuk diskriminasi berdasar etnis,ras, juga kecurigaan pada'orang asing' atau 'berbeda' bersilangan dengan bentuk-bentuk kekerasan gender. Mayoritas pengungsi adalah perempuan dan anak , dan korban mati atau luka juga lebih sering terjadi pada penduduk sipil , banyak di antaranya perempuan dan anak . Sementara itu, ada pula bentuk- bentuk khusus kekerasan terhadap perempuan, seperti sterilisasi paksa,perkosaan, perdagangan perenpuan, dan bentuk- bentuk kekerasan seksual lain. Penulis menggunakan Indonesia masa kini sebagai ilustrasi, khususnya kasus Mei 1998 dan kasus Aceh; selain yang tidak langsung terkait dengan konflik politik, tetapi relevan untuk dibahas, yakni situasi perempuan pekerja migran. Ia kemudian menyudahi tulisan dengan mengusulkan agenda penelitian terkait dengan upaya memahami akan penyebab diskriminasi rasial,xenophobia, dan bentuk-bentuk intoleransi lain dari tinjauan gender; langkah-langkah melakukan reformasi hukum dan keadilan ; serta memfokus pada upaya mengembangkan kemampuan masyarakat mengelola keragaman dan situasi konflik, dengan perhatian khusus pada dimensi gender. |