Penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan UU No 22 Tahun 1999 banyak menghadapi permasalahan.Secara umum, permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam penyelengaraan otonomi daerah meliputi: (1) penataan kewenangan, (2) penataan kelembagaan daerah, 3) .penataan sumber daya aparatur daerah, 4) pengelolaan sumbersumber keuangan daerah, (5) pengelolaan hubungan. Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, (6) pengelolaan hubungan Kepala Daerah dengan DPRD, dan sebagainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sudut pandang media cetak (Harian Umum Kompas, Riau Pas dan Riau Mandiri), dan mengetahui bagaimana faktor-faktor internal dan eksternal media dalam mengkonstruksikan permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya yang rnenyangkut: pengelolaan keuangan daerah, hubungan, hubungan Kepala Daerah dengan DPRD, dan Hubzrngan Pemerintah Pusat dengan Daerah, Pemerintah Provinsi dengan Kabupaten/Kota, antar Kabupaten/Kota dan Pemerintah Daerah dengan Masyarakat.Penelitian ini menggunakan teori Berger & Luckman tentang pembentukan realitas sosial (social reality), teori sosiologi media oleh Reese & Shoemaker, dan konsepsi otonomi daerah menurut Cheema & Rondinelli, B.C. Smith dan Ryant Nugroho Dwijowijoto. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka otonomi daerah sesungguhnya merupakan realitas atau tepatnya menjadi realitas sosial karena keberadaannya tidak lagi menjadi milik pribadi, tetapi kemudian berubah menjadi milik masyarakat melalui proses eksternalisasi, objektivikasi dan internalisasi. Selanjutnya, penggambaran permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah telah mendapat perhatian khusus dari media massa sehingga makna yang terbentuk bersifat simbolis, tergantung pada siapa yang menafsirkannya. Hal ini disebabkan karena konstruksi media dipengaruhi oleh banyak faktor balk internal maupun eksternal.Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis, sedangkan metodenya adalah kualitatif, dengan metode analisis framing dari William A. Gamson dan Andre Modigliani. Adapun metode pengolahan dan analisis datanya menggunakan Metode Norman Fairclough yang menekankan pada 3 (tiga) Ievel analisis, yakni pada level teks (text), wacana media (media discourse practice), dan wacana sosial-budaya (sociocultural discourse practice).Hasil penelitian menunjukkan bahwa framing media berbeda-beda (positif, proporsional, dan negative) tergantung pada faktor-faktor yang melingkupinya. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika ketiga media cetak tersebut mengkonstruksi permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah secara berbeda-beda Harian Umum Kompas mengkonstruksikan permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 secara proporsional. Yang dimaksud proporsional disini adalah sudut pandang. Isikap yang ditunjukkan mengarah pada dua hal, positif dan negatif Harlan Umum Riau Pos memberikan penilaian proporsional pada permasalahan pengelolaan keuangan daerah. Namun demikian, Riau Pos lebih banyak memberikan penilaian negatif terhadap permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah, terutama pada permasalahan hubungan kepala daerah dengan DPRD dan Hubungan Pemerintah Pusat . dengan Daerah, antar Daerah dan Pemerintah Daerah dengan Masyarakat Daerah. Sementara itu, Harlan Umum Riau Mandiri memberikan penilaian negatif pada ketiga permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut di atas. Bagi Riau Mandiri, penyelenggaraan otonomi daerah masih jauh dari harapan.Konstruksi media cetak yang bersifat positif, proporsionallnetral, dan negatif tersebut tentu tidak terjadi secara kebetulan, tetapi pasti dipengaruhi oleh faktor-faktor baik faktor internal maupun eksternal medialteks. Faktor internal Kompas : ideologi (amanat hati nurani rakyat), organisasi media (koran nasional); Riau Pos : ideologi (bangun negeri bijakkan bangsa), pekerja media (sikap wartawan mencari keberimbangan narasumber), organisasi media (Grup Jawa Pos); dan Riau Mandiri: ideologi (kebebasan-suara hati masyarakat Riau), pekerja media (wartawan yang berusia muda dan berani). Faktor eksternal yang mempengaruhi, Kompas: kepemilikan modal, letak geografis di Ibukota Negara dan kedekatannya dengan pejabat Pusat; Riau Pos: kedekatan dengan pejabat pemerintahan di Riau dan "psikologi" sebagai sebuah usaha kelompok, dan Riau Mandiri: kepemimpinan (Basrizal Kota) dan pemanfaatan momentum reformasi.Dari uraian tersebut kemudian direkomendasikan hal-hat sebagai berikut: (1) Perlunya membangun kesadaran dan pemahaman bahwa media massa merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah, karena itu instansi penyelenggara kebijakan otonomi daerah (Departemen Dalam NegeriIDDN, Departemen Keuangan/DEPKEU, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara/MENPAN, Badan Kepegawaian Negara/BKN, Lembaga Administrasi Negara/LAN, Pemerintah Provinsi, KabupatenfKota) hendaknya bersedia menjadikan media massa sebagai "partner" dalam mensukseskan implementasi kebijakan otonomi daerah, (2) Perlunya menciptakan pemahaman bahwa penggambaran permasalahan penyelenggaraan otonomi daerah oleh media cetak sesungguhnya tidak terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan hasil tarik-menarik berbagai kepentingan yang melingkupinya. Konstruksi media massa dipengaruhi oleh berbagai faktor, balk faktor internal (ideologi media, pekerja media, dan organisasi media), maupun eksternal (kepemilikan modal/ownership dan kondisi sosial budaya), dan (3) Perlunya berpikir positif (positive thinking) terhadap segala sesuatu yang dikonstruksikan oleh media massa, apakah konstruksi yang bersifat positif, proporsionallnetral maupun negatif, karena semua itu dapat dijadikan bahan monitoring dan evaluasi bagi berhasil atau tidaknya penyelenggaraan otonomi daerah. |