Penelitian ini berangkat dari fenomena munculnya kegairahan masyarakat kota yang marak mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti majelis zikir, tarekat, pengajian dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Tentu hal ini menarik untuk dikaji lebih jauh, sebab selama ini terdapat asumsi teoritis yang menyatakan bahwa agama dalam kehidupan masyarakat modern mulai ditinggalkan. Namun, justru sebaliknya, secara kasatmata kita menyaksikan sejumlah perkembangan kelompok-kelompok keagamaan yang secara rutin menggelar kegiatan keagamaan. Tokoh-tokoh agama Islam dalam pengajiannya sering didatangi sejumlah orang seperti KH. Abdullah Gymnastiar, Muhammad Arifin Ilham, Ustadz Haryono, dan nama-nama lainnya. Ditambah lagi dengan semakin larisnya bukubuku keagamaan yang bernuansa spiritualitas.Salah satu kasus yang menurut pandangan penulis menarik adalah kelompok zikir Majelis az-Zikra yang dipimpin oleh Muhammad Arifin Ilham. Ribuan jamaah setiap bulannya menghadiri zikir yang digelarnya secara rutin. Acara ini dihadiri oleh para para jamaah yang beragam latar belakangnya, baik dari kalangan atas, bawah, terdidik, pejabat dan lainnya, hadir tumpah ruah dalam acara zikirnya tersebut.Gejala sosial yang ditandai dengan kehadiran gerakan dan kelompok keagamaan ini apakah merupakan respon dari situasi sosial-budaya yang menghinggapi kehidupan manusia modern. Karena fenomena-fenomena itu, bukan hanya lahir dari ruang yang kosong, namun juga dipengaruhi faktor-faktor sosial yang melingkupinya. Masalahnya, bagaimana kelompok pengajian dan zikir ini tumbuh dan berkembang di tengah transformasi kehidupan modern? Karena itu, penting untuk mengetahui lebih jelas anatomi kelompok pengajian az-Zikra yang tumbuh dan berkembang di kalangan kelas menengah terdidik di perkotaan secara komprehensif. Penggambaran mengenai kelompok ini akan lebih jelas jika diamati lebih jauh mengenai bagaimana profit dan karakteristik orang-orang yang menjadi pengikut dan jamaah kelompok zikir tersebut. Apakah motif dan kesadaran yang mendorong para pengikut jamaah ini untuk terlibat dalam kelompok zikir ini? Sagaimana pola relasi antar individu maupun kolektif, sehingga jamaah ini mampu membentuk solidaritas untuk mempererat identitas kolektif mereka dalam kelompok zikir itu?Perspektif teoritis yang mempengaruhi cara memandang dan menganalisis masalah dalam penelitian ini adalah bahwa agama sebagai sistem kebudayaan dijadikan konsepsi dan pengetahuan bagi pengikutnya untuk menafsirkan dan memahami realitas. Agama berisi simbol-simbol suci yang didalamnya berisi tentang nilai-nilai yang mempengaruhi dan mengatur kehidupan manusia (Geertz, 1992). Secara spesifik tindakan dari simbol suci yang secara nyata dapat dianalisis bisa kita lihat dari praktek-praktek ritual keagamaan. Sebab dalam ritual keagamaan itu, sebagaimana yang diungkapkan 1H. Marret, melibatkan emosi dan perasaan sehingga para penganutnya hanyut dalam suasana yang sakral.Berkembangnya kelompok zikir az-Zikra ini, sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari sisi personalitas Muhammad Arifin Ilham yang khas. Ia tidak menempatkan dirinya dengan sikap `menggurui' dan monolitik, tetapi sebagai individu yang bersama-sama punya keinginan untuk belajar, mencari jalan spiritualitas dan lebih terbuka. Dan yang paling mendasar dari kelompok zikir ini adalah kemampuan Arifin Ilham mengajak para jamaahnya untuk memahami, menghayati dan menciptakan suasana ritual yang melibatkan emosi dan perasaan. Sehingga para pengikutnya terbawa hanyut dalam suasana emosi keagamaan yang tak jarang ratapan dan tangisan mewarnai zikir ini.Jika melihat dari para jamaah zikir ini, tampak bahwa setiap jamaahnya menunjukkan berlatar belakang masyarakat kota. Paling tidak ada tiga hal yang sangat mendorong mereka untuk berzikir. Pertama, pencarian makna hidup (searching for meaning). Zikir menjadi media transformasi bagi para pengikut jamaah ini untuk menghayati ajaran-ajaran agama. Dalam zikir ini, agama mampu mengintegrasikan maknanya dalam pribadi mas+ng-masing. Kedua, spiritual sebagai katarsia dan obat dari problem psikologis (psycological escape). Ketiga, perdebatan intelektual dan peningkatan wawasan (intelectual exercise). Kelompok zikir ini bukan hanya melakukan aktivitas ritual, namun juga mentransimisikan ajaran-ajaran sebagai orientasi dan pandangan hidup bagi para pengikutnya.Keberagamaan yang ditawarkan Arifin Ilham sesungguhnya sedikit banyak telah memberikan kontribusi bukan hanya masalah-masalah spiritual, namun juga signifiknasi sosialnya yang eukup besar dalam membentuk ikatan masyarakat yang berlandaskan nilainilai . tersebut. Keberagamaan mempunyai signifikansi sosial yang cukup besar, terutama melawan keterasingan dan hilangnya kesadaran spiritualitas sebagai chi kehidupan urban modem. Ditambah lagi dengan kontribusi lainnya, seperti yang disebut sebelumnya, yaitu membangun kekuatan kohesi sosial (social cohesion), mengelola potensi konflik dalam masyarakat, dan membangun saling kepercayaan (personal trust) antar sesama berbasiskan nilai-nilai keagamaan. |