Ikonisitas dalam sintaksis bahasa Mandarin
Agnetia Maria Cecilia Hermina Sutami;
Harimurti Kridalaksana, 1939-, promotor; Chenfang, Huang, examiner; Anton M. Moeliono, examiner; Benny Hoedoro Hoed, examiner; Gondomono, examiner; Setiawati Darmojuwono, examiner; Bambang Kaswanti Puerwo, examiner
(Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999)
|
Bahasa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manusia, karena digunakan sebagai alai berkomunikasi di antara mereka (Lyons 1977:32,57). Melihat perannya yang begitu penting dan besar dalam kehidupan manusia, tidak mengherankan bila penelitian tentang bahasa sudah dilakukan sejak beberapa abad sebelum Masehi. Linguistik modem di Eropa dan Amerika dewasa ini diturunkan clan penelitian bahasa di zaman Yunani Purba yang dipelopori oleh nama-nama filsuf besar seperti Plato, Sokrates, dan Aristoteles. Linguistik Eropa-Amerika inilah yang mempengaruhi penelitian bahasa di Indonesia (Harimurti 199lb:99-127). Bahwasanya bahasa adalah sistem tanda disepakati para sarjana bahasa; tetapi apa hakikat tanda tidak ada kesepakatan. Ketidaksepakatan ini sudah ada sejak zaman Yunani Purba. Penelitian tentang semiotika pada masa purba itu belum disebut semiotika, melainkan masih disebut kajian tentang tanda bahasa.Perdebatan mengenai masalah bahasa apakah physei atau thesei disebut dalam "The Problem of Cratylus" dan dialog Plato. Bahwa bahasa adalah physei yakni ada kemiripan antara bahasa dengan realitas; disebut juga non-arbitrer atau ikonis-itu merupakan pendapat Plato. Bahwa bahasa adalah thesei-yaitu tiadanya kemiripan antara bahasa dan realitas, disebut juga arbitrer atau non-ikonismerupakan pendapat Aristoteles (Simone 1995:vii). Perbedaan itu menyebabkan timbulnya perbedaan di antara paradigma Plato dan paradigma Aristoteles yang mempengaruhi perkembangan wawasan tentang bahasa. Paradigma Plato dianut oleh kaum naturalis yang menolak kearbitreran; sedangkan paradigma Aristoteles dianut oleh kaum konvensionalis yang menerima adanya kearbitreran antara bahasa dan kenyataan.Pada abad Pertengahan (abad 17-18 M) kajian tentang tanda bahasa tetap dijalankan, kontroversi di antara kaum konvensionalis dan naturalis tetap berlangsung. Pada masa itu kita jumpai nama-nama filsuf seperti Locke, Berkeley, Leibniz, Hume, dan Lambert yang memberi sumbangan pada semiotika.Pada permulaan abad modem (abad 19) kita jumpai dua nama besar yang dianggap sebagai pelopor semiotika modem yang mewakili paradigma yang berbeda, yakni Saussure dengan paradigma Aristotelesnya dan Peirce dengan paradigma Platonya. Teori kedua tokoh ini seringkali dijadikan teori dasar dalam mengkaji satuan-satuan bahasa yang menggunakan sudut pandang semiotika. |
D367-Agnetia Maria Cecilia Hermina Sutami.pdf :: Unduh
D367-Ringkasan.pdf :: Unduh
|
No. Panggil : | D367 |
Entri utama-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama orang : | |
Entri tambahan-Nama badan : | |
Subjek : | |
Penerbitan : | Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999 |
Program Studi : |
Bahasa : | ind |
Sumber Pengatalogan : | LibUI ind rda |
Tipe Konten : | text |
Tipe Media : | unmediated ; computer |
Tipe Carrier : | volume ; online resource |
Deskripsi Fisik : | xxx, 459 pages : illustration ; 30 cm + appendix |
Naskah Ringkas : | |
Lembaga Pemilik : | Universitas Indonesia |
Lokasi : | Perpustakaan UI, Lantai 3 |
No. Panggil | No. Barkod | Ketersediaan |
---|---|---|
D367 | 07-18-104949274 | TERSEDIA |
Ulasan: |
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 91649 |