:: UI - Tesis Membership :: Kembali

UI - Tesis Membership :: Kembali

Adaptasi penghuni gua prasejarah leang burung kabupaten Maros provinsi Sulawesi Selatan

Yusmaini Eriawati; R.P. Soejono, supervisor; Mundardjito, supervisor (Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999)

 Abstrak

Adaptasi adalah suatu strategi yang digunakan oleh manusia sepanjang hidupnya untuk bertahan dan menyesuaikan diri (Alland, 1975: 63--71; Dyson-Hudson, 1983:5--10; Harris, 1968:2--15; Moran, 1979: 4--9). Secara umum adaptasi sering diartikan sebagai suatu proses, dan lewat proses itu hubungan-hubungan yang (saling) menguntungkan antara suatu organisme dan lingkungannya dibangun dan dipertahankan (Hardesty, 1977: 19--24). Berbagai proses yang memungkinkan manusia bertahan (survive) terhadap tantangan kondisi lingkungan membuktikan kemampuan mereka untuk beradaptasi (McElroy dan Townsend, 1989: 6--14).
Masalah adaptasi yang pada intinya mempelajari interaksi atau hubungan manusia dan lingkungan pada masa lalu yang merupakan bagian dari permasalahan arkeologi (Hardesty 1980: 157--68 ; Kirch 1980: 101--14), saat ini sudah menjadi topik yang sering dibicarakan para arkeolog Indonesia. Dari karya-karya ilmiah yang diajukan di berbagai pertemuan ilmiah arkeologi belakangan ini, beberapa di antaranya membicarakan masalah interaksi manusia dan lingkungan masa lalu tersebut. Begitu pula dari beberapa tesis program pascasarjana, antara lain Heriyanti Ongkodharma dengan Situs Banten Lama (1987), Wiwin Djuwita dengan Situs Gilimanuk (1987), Sonny Chr_ Wibisono dengan Situs Selayar (1991), serta Soeroso M.P. dengan Situs Batujaya (1995).
Karya ilmiah yang dapat dikatakan menjadi pembuka jalan bagi arkeologi Indonesia untuk lebih menekuni dan melihat besarnya manfaat penelitian arkeologi dalam membahas permasalahan interaksi manusia dan lingkungan tertuang dalam disertasi Mundardjito (1993) yang berjudul pertimbangan Ekologi dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Budha di daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi Ruang Skala Makro. Disertasi itu menunjukkan bahwa kepeloporan Mundardjito menjadi sangat penting artinya (Dharrnaputra, 1996: 1-2).
Penelitian arkeologi mengenai masalah interaksi manusia dan lingkungan di dunia diawali dengan adanya karya antropolog Amerika, Julian Steward pada tahun 1937 yang menggunakan konsep ekologi budaya dalam melakukan penelitian di bagian utara Amerika Barat daya mengenai adaptasi masyarakat dan pola permukiman komunitas prasejarah dalam konteks lingkungan alam (Mundardjito 1993:8).
Lingkungan memang rnerupakan faktor yang penting bagi terciptanya suatu proses hubungan antara manusia dengan budayanya. Hubungan itu tidaklah semata-mata terwujud sebagai hubungan ketergantungan manusia terhadap lingkungannya, tetapi juga terwujud sebagai suatu hubungan dimana manusia mempengaruhi dan merubah lingkungannya (Suparlan, 1984: 3-6).
Menurut William W. Fitzhug (1972:6--10) hubungan antara manusia dan lingkungan, terutama pada masa prasejarah, lebih banyak diekspresikan ke dalam adaptasi teknologi dan ekonorni (mata pencaharian) yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan manusia paling mendasar untuk hidup adalah makanan dan minuman, ruang fisik untuk berlindung, sarana kegiatan (bekerja, beristirahat, bermain), dan ruang sumber daya sebagai tempat untuk memperoleh makanan, minuman, dan peralatan (Raper, 1977: 193--96).
Kebutuhan hidup manusia yang paling penting dan merupakan syarat utama untuk dapat dipenuhi adalah keberadaan sumber makanan-minuman di lingkungan merka hidup. daerah-daerah yang dipilih untuk dimukimi manusia adalah tempat-tempat yang dapat memberikan cukup persediaan bahan makanan dan air tawar, terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dikunjungi atau dilalui hewan, seperti padang-padang rumput, hujan kecil dekat sungai atau dekat rawa-rawa.
Selain atas dasar kemungkinan memperoleh makanan, manusia secara berpindah-pindah tinggal di tempat-tempat yang dipandang cukup aman dari gangguan binatang liar dan terhindar dari panas, hujan atau angin, misalnya di balik-balik batu besar atau membuat perlindungan dari ranting-ranting pohon, dan sebagainya (Soejono 1990:118; Beals dan Hoijer 1963:359). Selanjutnya mulai timbul usaha-usaha mencari tempat yang lebih permanen, yaitu dengan memanfaatkan gua-gua atau ceruk-ceruk yang tersedia.
Pada awalnya gua atau ceruk itu dimanfaatkan terbatas hanya sebagai tempat berlindung dan menghindar dari berbagai gangguan yang merupakan kebutuhan dasar (basic need) manusia mempertahankan diri (Koentjaraningrat, 1990: 11--15; Haviland, 1993: 13--16). Adanya kebutuhan tempat tinggal yang lebih permanen menjadikan gua-gua atau ceruk-ceruk itu dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sekaligus tempat melaksanakan hcrbagai kegiatan (Soejono, 1990:125; Beals dan Hoijer, 1963:355--58).

 File Digital: 1

Shelf
 T1691-Yusmaini Eriawati.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

No. Panggil : T-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Subjek :
Penerbitan : Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
Program Studi :
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : viii, 216 pages ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
T-Pdf 15-17-542491487 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 91758